Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrat Panen Maling, Pembiaran, Sistem, atau Kinerja Oknum

2 Juli 2016   21:17 Diperbarui: 2 Juli 2016   21:24 1516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Demokrat Panen Maling, Pembiaran, Sistem, atau Kinerja Oknum

Dalam sepekan Demokrat, partai yang menyatakan diri bersih, santun, dan anti korupsi itu panen dua maling. Satu yang dicokok KPK dari dewan pusat, satu dari dewan daerah ibukota yang ditahan bareskrim soal USB eh UPS. Pertanyaan nakal yang muncul kemudian ialah, selama sepuluh tahun pemerintahan mereka, para petinggi dan elit baik eksekutif ataupun legeslatif, ada pula kolaborasi keduanya yaitu pengawas dan yang diawasi sama-sama dari Demokrat masuk perangkap KPK semuanya, apakah ini hanya ulah oknum, pembiaran, atau memang sistem yang tercipta di sebuah demokrasi akal-akalan ini?

Melongok ke belakang.

Ada dua komisioner KPU yang lompat pagar di Demokrat, satu Anas Urbaningrum yang sudah “nyaman” dengan kemarahan yang terpendam di bui, kedua Andi Nurpati yang masih nyaman dibuaian Demokrat meskipun pernah ramai soal surat yang belum cukup membuatnya terpental. Pertanyaan yang lumayan jika penegak hukum mau kerja keras apakah adakaitan kemenangan Demokrat yang tiba-tiba dengan kinerja dua oknum itu. Itu hanya sejarah masa lalu, sebagai bagian utuh model Demokrat bekerja.

Usai dengan kekuasaan di tangan, satu demi satu rontok masuk telikungan KPK, dimulai dari bendum yang bak bendungan raksasa yang tidak dibangun ternyata menjadi bangunan mengguritabendungan raksasa perusahaan “milik” Nazar. Kecurigaan berlanjut, lha memang Nazar ini siapa bisa sebesar itu membagi-bagikan proyek, sedang ia bukan siapa-siapa baik di dunia politik ataupun dunia usaha? Apa tidak ada “pemilik” yang memiliki Nazar?

Nazar menyanyi maka satu demi satu petinggi Demokrat masuk bui, meskipun semuanya koor kompak suara dari sopran, bas satu dua, tenor, vokal grup yang paling indah, “Kami tidak melakukannya, kami dizolimi...” Puncak pimpinan ketum, dewan pembina, ramai-ramai menghangatkan penjara. Apakah ini kerja oknum?Atau sistem,minimal pembiaran.

Kekinian.

Paling parah dan nyesek, komisi hukum main proyek soal jalan bukan dapilnya,  dan menggebu-gebu meminta KPK menelusuri Teman Ahok, berbicara berbusa-busa soal pemberantasan korupsi, eh maling super maling paling terampil. Komisi hukum dan keamanan bisa menerima suap soal pembangunan jalan. Menarik adalah, mereka ini bukan partai penguasa, penyeimbang yang tidak jelas maksudnya itu, masih bisa main mata soal anggaran yang jauh dari bidangnya. Ini tidak boleh dipandang ringan, telusuri hingga ke mana muaranya.Bisa saja ke partai sendiri, komisi yang membidangi pembangunan, atau bekerjasama dengan siapa saja.

Oknum.

Sedikit pesimis dengan pernyataan ini.  Oknum ini berarti bermain sendirian tanpa melibatkan siapa-siapa, contoh surat sakti FZ itu oknum sekretariat, jelas bisa hanya begitu. Kalau main aggaran yang bukan mitra kerjanya, minimal ada dua komisi yang ia hubungi. Melihat sepak terjang Demokrat selama ini sangat susah mengatakan itu sebagai kerja oknum yang mencari semperan sendiri. Ingat bagaimana Sutan Batugana yang ternyata juga menjungkalkan eksekutif, menteri, SSK migas, dan jelas saja bukan oknum. Demikian juga soal Hambalang jauh lebih luas. Oknum itu jelas terjadi pada kasus oknum mantan menteri ngutil inventaris.Dia tidak kerja sama dengan siapapun, paling sopir, tenaga angkut, yang tidak tahu apa-apa selain takut kekuasaan.  Susah mengatakan kerja oknum dalam maling kolaboratif ini.

Pembiaran

Ini jauh lebih realistis dan paling bisa diterima nalar sehat. Bagaimana partai lain yang masuk di setgab bancaan,ada P3, ada pula tuduhan di kementrian profesional meskipun tidak berlajut, kasus Dahlan Iskan tetap saja merugikan negara berjibun, bagaimana uang sudah dicairkan namun GI tidak ada yang beres. Tidak bisa pula begitu saja dilupakan soal Lapindo,jelas Hambalang, soal gardu induk,KTP elektronik, Century,dan banyak proyek mercusuar yang terbengkalai sekian lamanya.

Pembiaran dalam arti demi stabilitas apapun, kasus demi kasus didiamkan atau ditutup begitu saja. Bisa dimengerti bagaimana Pak Beye yang memiliki kepercayaan satu musuh berlebih, seribu kawan kurang.Kasus demi kasus berhenti tidak dilanjutkan ke mana-mana. Apa mungkin Gayus dkk itu sendirian saja? Sangat tidak mungkin bukan? Termasuk si Riza Chalid, Labora Sitorus, dan lainnya.

Sistem.

Tidak berlebihan jika, melihat apa yang diembat Nazarudin itu. Semua kementrian ia terlibat, kementrian pendidikan dengan uang universitas-universitas, pembelian saham Garuda Indonesia, kementrian kesehatan, kementrian pemuda dan olah raga, kementrian desa, dan jangan-jangan malah dia ini  “presiden” lha bisa masuk ke semua kementrian. Melihat kapasitas Nazarudin yang “biasa saja” baik di dunia bisnis dan politik, apa dia ini bukan hanya “boneka” atau obyek penderita saja? Berbeda jika sudah malang melintang di dunia usaha sekaliber Aburisal Bakrie, Jusuf Kalla, atau minimal sekaliber Sandiaga Uno, Bambang Susatyo, atau ChairulTandjung, lha ini namanya saja belum terdengar, namun yang disita bagi negara saja sudah sebegitu besar, dan itu pasti sangat kecil dari nilai sesungguhnya. Di dunia politikpun bukan orang hebat, tenar, dan luar biasa, seperti Anas, Mega, atau Nurul Arifin. Sangat bukan siapa-siapa. Sangat naif jika melepaskan begitu saja kecurigaan ke arah sistem yang dibangun Demokrat untuk ini.

Apa yang perlu dilakukan?

Dorong UU Pembuktian terbalik,dengan demikian orang tidak bisa seenaknya mengatakan praduga tak bersalah,mengirim rekening dengan uang yang berlebihan sebagai dana untuk mengesankan ada suap atau menyuci uang. Hal ini sudah sangat mendesak. Pekerjaan tidak jelas namun memiliki rekening luar biasa, hidup mewah, termasuk PNS, dewan, dan birokrat busuk.

Tidak bisa dipungkiri beayapolitik demokrasi akal-akalan adalah mahal. Uang dari mana sah dan bisa diusahakan asal roda politik berjalan. Sikap curiga bisa dikurangi jika sudah menjadi partai modern yang trasparan bukan semata jargon, namun benar-benar terjadi.

Proses hukum berkelanjutan. Selama ini lokalisasi pelacuran ditutup, namun lokalisasi kasus menjadi andalan.Siapa saja yang dinyatakan dalam putusan perkara maling harus disidik agar tidak ada kecurigaan dan malah tersandera.

Maling anggarandicabut hak dipilihnyaminimal satu periode. Paling parah, sudah pernah maling, berkuasa, teriak nyaring seperti seorang suci, eh ternyata diindikasikan maling lagi. Ini tidak sedikit, pindah partai dan seperti diputihkan sejarah permalingannya.

Menciptakan efek malu. KPKjangan pakai mobil ber-AC, kaca gelap, bawa saja mobil kancil biar mereka bisa merasakan jika ada batu melayang ke mukanya. Maling difasilitasi, dan maling lagi. Efek jera belum ada, malah mengaku sebagai rezeki, dizolimi, rekayasa, dan sebagainya.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun