Mohon tunggu...
Simon Morin
Simon Morin Mohon Tunggu... Freelancer - Politisi Indonesia dari Papua

Mantan Anggota DPR-RI (1992 - 2009) Mantan Anggota DPRD Province Irian Jaya (1982 - 1992) Mantan Pegawai negeri sipil daerah Irian jaya (1974 - 2004)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kasus Nduga, Suatu Bukti Belum Menyentuhnya Ideologi Pancasila di Papua?

13 Agustus 2019   18:41 Diperbarui: 13 Agustus 2019   19:00 1236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ternyata dalam perjalanan bangsa-bangsa itu, ideologi komunis kehilangan daya tariknya dan gagal mempersatukan mereka. Konflik-konflik internal yang terjadi di Uni Soviet misalnya tidak lagi dihadapi dengan pendekatan ideologis tetapi dengan bedil dan tank. Terbukti, kekuatan militer Uni Sovyet yang hanya sebanding dengan Amerka Serikat tidak mampu mencegah terjadinya disintegrasi ketika bangsa-bangsa itu serentak memilih jalannya masing-masing.

Analog dengan itu, harus diingat bahwa proses menjadi bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan budaya serta tersebar di berbagai pulau masih belum merupakan urusan yang sudah final. Banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan agar proses membangsa ini berlangsung secara harmonis dan berkelanjutan. Jangan sampai ada pihak-pihak yang beranggapan bahwa proses menjadi satu bangsa sudah selesai dan hanya sekedar urusan tinggal bersama dalam satu Rumah Besar yang disebut NKRI dan dijaga ketat oleh TNI dan POLRI agar tidak ada yang keluar atau memisahkan diri dan tidak ada orang asing yang masuk untuk mengganggu.

Pada usia 74 tahun ini para pemimpin kita hsrus sadar bahwa mempersatukan suatu bangsa yang multi-etnik dan multi-kultural seperti Indonesia menyangkut urusan membangun saling pengertian, saling mengakui dan menghargai eksistensi masing-masing kelompok, ada ruang kebebasan menyatakan pendapat yang berbeda dan ada pemimpin yang mau mendengar serta ada ruang hidup bagi masing-masing. Kita bersatu bukan karena yang banyak mendominasi yang sedikit atau yang kuat mendominasi yang lemah.

Proses menjadi bangsa yang bersatu, bermartabat, dan kuat adalah suatu proses dialogis yang harus terus menerus berlangsung, baik lintas suku, lintas agama maupun lintas generasi.

Proses tersebut membutuhkan kearifan kolektif dari seluruh bangsa untuk memahami dirinya dengan segala keunikan yang dimiliki dan terus menerus melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan agar bangsa itu menjadi semakin lebih baik dan lebih bermartabat. Bila kita menghendaki imperium Indonesia bertahan ratusan tahun ke depan, maka kita harus berani mengoreksi kesalahan-kesalahan kita secara kolektif dan kesalahan para pemimpin kita dalam mengelola negara agar terhindar dari tragedi Uni Sovyet ataupun Yugoslavia.

Tulisan ini diakhiri dengan mengutip kata-kata Joseph Ernest Renan, seorang filsuf dan sejarawan Perancis berikut ini: "A nation is a soul, a spiritual principle. Only two things, actually, constitute this soul, this spiritual soul. One is in the past, the other is in the present. One is the possession in common of a rich legacy of remembrance; the other is the actual consent, the desire to live together, the will to continue to value the heritage which all hold in common -- Sebuah bangsa adalah sebuah jiwa, sebuah hakekat rohaniah.

Hanya ada dua hal yang sesungguhnya mengikat jiwa ini, jiwa rohaniah ini. Satunya berkaitan dengan masa lampau, yang satunya lagi berkaitan dengan masa kini.

Satunya adalah kepemilikan bersama dari suatu kekayaan warisan kenangan; yang satunya adalah kesepakatan yang selalu diperbarui, dan kerinduan untuk hidup bersama, kehendak untuk terus menghargai warisan-warisan yang dimiliki bersama.

Presiden Joko Widodo sedang memberikan perhatian kepada pembangunan daerah-daerah pinggiran Indonesia termasuk Papua agar kekecewaan-kekecewaan di masa lalu berobah menjadi kenangan manis.

Sebagai bangsa kita patut mendukung upaya-upaya raksasa yang sedang dilaksanakan pemerintahannya agar Indonesia secepatnya menjadi negara besar yang adil dan makmur dari Merauke sampai Sabang.

Dalam seluruh proses ini orang asli Papua terkesan masih belum merasa nyaman dalam keluarga besar bangsa Indonesia. Mampukah para pemimpin mengimplementasikan ideologi Pancasila dalam menjawab tantangan tersebut dan membuat orang asli Papua menjadi yakin akan masa depan yang semakin adil dan sejahtera bersama Indonesia?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun