Mohon tunggu...
Paruhum Tambunan
Paruhum Tambunan Mohon Tunggu... Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andalas

Digital Marketing, Broadcast Engineering, Public Relations

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Antara Kuota Impor dan Kebijakan Presiden Amerika Serikat

30 Mei 2025   13:40 Diperbarui: 30 Mei 2025   13:40 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Donald_Trump#/

Dilema sedang dialami oleh Pemerintah Indonesia. Hal ini disebabkan oleh pengumuman terbaru dari Pemerintah Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump yang menyatakan bahwa mereka akan memberlakukan tarif resiprokal dari beberapa negara, termasuk Indonesia, yang harus membayar tarif resiprokal sebesar 32 % untuk barang-barang yang diimpor. Menanggapi situasi ini, Pemerintah Indonesia dilaporkan siap untuk bernegosiasi mengenai keputusan tersebut dengan memberikan tawaran untuk meningkatkan volume barang yang diimpor dari Amerika Serikat. Bahkan, Presiden berencana untuk menghapus semua batasan impor, terutama untuk barang-barang yang datang dari Amerika Serikat.

Presiden Trump telah menjadikan bea sebagai fokus utama rencana ekonominya. Ia memperbaiki keseimbangan perdagangan Amerika, mengurangi perbedaan antara apa yang dibeli AS dari negara lain dan apa yang dijual AS kepada negara lain. Trump menyatakan bahwa dalam jangka panjang, penerapan bea pada barang impor ini akan memperkuat industri pembuatan di AS, menjaga pekerjaan, meningkatkan pendapatan pajak, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Presiden Prabowo menghapus kuota impor untuk menghadapi kebijakan tarif resiprokal Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Menurut Presiden, kebijakan ini adalah bagian dari rencana penting pemerintah untuk menyederhanakan birokrasi dan mempermudah para pengusaha. Di samping itu, Presiden juga menegaskan perlunya membangun lingkungan yang mendorong terciptanya pekerjaan serta mengembangkan ekonomi negara. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa kebijakan Prabowo menghapus kuota impor akan mengurangi beban transaksi perdagangan ekspor impor. Penghapusan kuota impor dan peraturan teknis ini disampaikan Presiden sangat membantu karena kuota itu tidak memberikan penerimaan negara, menambah beban transaksi dan menimbulkan ketidaktransparanan. Kalau di hapus ini sangat menentukan perbaikan sisi ekspor impor Indonesia. Persediaan perizinan tata niaga impor di Indonesia akan berbasis information technology dan data yang mana semua sistem pada logistik ada dalam digital technology nantinya.

Kontroversi tarif resiprokal yang dilakukan Trump direspon oleh sejumlah negara termasuk Indonesia. Indonesia sudah menghubungi Gedung Putih terkait upaya negosiasi dengan tarif resiprokal yang dikenakan kepada Indonesia. Scott Besent Menteri Keuangan Amerika Serikat menyatakan 50 negara lebih datang bernegoisasi sejak pengumuman tarif resiprokal dan biaya masuk bank pada tanggal 2 April 2025. Scott Besent membuat klaim bahwa perubahan kebijakan tarif resiprokal tidak dipengaruhi oleh kejatuhan pasar global.

Indonesia mengutus Sri Mulyani, Airlangga Hartanto dan Sugiono untuk melakukan negoisasi dengan AS. Selain itu dalam negeri Indonesia mengecek produk impor bahan baku dari AS sebagai alat negosiasi. Dengan Langkah ini Gedung Putih diharapkan mengurangi tarif resiprokal dari 32% yang dikenakan di Indonesia.

Selain Langkah meningkatkan bahan baku impor dari AS, tingkat komponen dalam negeri (TKDN) juga akan dikaji yang diimpor dari AS. Namun terkait hal tersebut masih bisa dikaji lebih lanjut. Hal ini dikatakan Airlangga Hartanto yang mengakui adanya ketidakpastian ekonomi menyusul pengenaan tarif resiprokal dan bea masuk atas barang-barang dari lebih 180 negara yang diumumkan beberapa waktu lalu.

Ketidakpastian seputar tarif resiprokal membuat pasar saham global bergejolak. Pada tanggal 8 April 2025 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jeblok 9%. Penerapan tarif resiprokal  ini telah berdampak negatif pada perekonomian dunia tidak terkecuali Indonesia. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia perlu langkah konkret dan berhati-hati dalam menyikapi dinamika geopolitik global.

Menurut Xie, Li, dan Wang (2024) di Pacific-Basin Finance Journal, penghentian sementara perdagangan terbukti bisa meredakan kepanikan investor di saat krisis pasar, tetapi seberapa baik hal ini bekerja sangat bergantung pada seberapa jelas dan cepat otoritas memberikan informasi. Di Indonesia, ketika penghapusan kuota impor terjadi bersamaan dengan kebijakan tarif resiprokal 32% dari Pemerintah AS, pasar bereaksi sangat negatif dan membuat IHSG jatuh hingga memicu penghentian perdagangan. Namun, tanpa dukungan narasi kebijakan ekonomi yang kuat dan komunikasi publik yang strategis dari pemerintah, langkah teknis ini tidak cukup untuk menstabilkan pasar. Ini menunjukkan bahwa ketika menghadapi tekanan dari ekonomi global, respon teknis harus diiringi dengan manajemen komunikasi krisis yang efektif untuk menjaga reputasi dan kepercayaan dari para investor.

Manajemen reputasi di sektor publik terdiri dari langkah-langkah yang direncanakan untuk menciptakan dan mempertahankan citra baik dari lembaga pemerintah di mata masyarakat dan dunia internasional. Berdasarkan pendapat Morse, J. C., & Pratt, T. (2023), Pemerintah yang mengalami pelanggaran terhadap norma internasional sering kali mencari cara untuk mengubah pandangan masyarakat dengan memperbaiki cerita yang mereka sampaikan agar bisa mengurangi reaksi negatif dan menjaga kepercayaan pada mereka. Dalam situasi ini, penting bagi Pemerintah Indonesia untuk secara aktif menangani reputasinya, khususnya ketika menghadapi kebijakan perlindungan yang dikeluarkan oleh negara-negara mitra dagangnya seperti AS.

Dalam menghadapi kebijakan tarif resiprokal tinggi yang diterapkan oleh AS, Pemerintah Indonesia harus mengembangkan strategi manajemen reputasi yang efisien. Ini mencakup penyampaian informasi yang jelas tentang tujuan dan keuntungan dari penghapusan kuota impor, serta mengadakan percakapan terbuka dengan pelaku industri dan masyarakat. pembentukan tim untuk menangani komunikasi dalam situasi krisis dan penilaian rutin terhadap strategi komunikasi dapat meningkatkan keefektifan respons pemerintah dalam menghadapi krisis.

Reputasi bukan hanya sekadar citra yang dibuat lewat kampanye media, tetapi merupakan pandangan bersama yang muncul dari integritas, keandalan, dan tanggung jawab sebuah lembaga dalam memenuhi komitmennya. Untuk pemerintah, reputasi tidak hanya bergantung pada kinerja administratif, tetapi juga pada ketransparanan dalam kebijakan, kejujuran dalam komunikasi, serta kesesuaian antara ucapan dan tindakan. Seperti yang dijelaskan oleh Doorley dan Garcia, reputasi publik harus didasarkan pada authenticity (keaslian), transparency (keterbukaan), dan consistency (konsistensi). Dalam situasi penghapusan kuota impor dan tekanan tarif  resiprokal 32% dari Amerika Serikat di masa kepemimpinan Presiden Donald Trump, reputasi pemerintah Indonesia menghadapi tantangan bukan hanya dari kebijakan ekonomi yang ada, tetapi juga dari kemampuan untuk menyampaikan informasi secara jujur, jelas, dan meyakinkan kepada masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun