Mohon tunggu...
Jacksen Partogi Nainggolan
Jacksen Partogi Nainggolan Mohon Tunggu...

Freelance Political Activist

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kaum Waria di Kab. Banyumas

21 Juli 2011   09:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:30 1074
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Abstract

This article is about the existence of the Ikatan Waria Purwokerto (IWAPUR) as a representation of transvestites in Banyumas. In a Muslim majority region, Indonesia is a country that still considers the difference of sexual orientation as something that is not getting respect and recognition.Ikatan Waria Purwokerto (IWAPUR) is an organization that takes all the activities of transvestites in Banyumas. In this article, the source of information regarding the existence of the Ikatan Waria Purwokerto (IWAPUR) as a representation of transvestites in Banyumas obtained from Ito (NGO Graha Mitra) and Dian (Chairman of IWAPUR). Both informants lived in Kampung Dayak, RT / RW 04/10, Kelurahan Karangklesem, where the location is also home especially for the transgender immigrants.At first, Arus Pelangi as one NGO in Purwokerto starting to IWAPUR assistance since 2006. Then, in 2009 until now, IWAPUR accompanied by a NGO called Graha Mitra.



Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Interseksual (LGBTI) merupakan jargon yang dipakai sebagai gerakan emansipasi di kalangan non-heteroseksual.  Istilah LGBTI tersebut pada dasarnya ingin menunjukkan gabungan dari kalangan minoritas dalam hal seksualitas.  Dalam hal ini, masyarakat berasumsi bahwa LGBTI merupakan perilaku-perilaku yang menyimpang.  Pandangan tersebut dikeluarkan oleh kelompok-kelompok tertentu dengan mengatasnamakan agama maupun budaya sehingga kelompok orang yang seksualitasnya tidak sejalan dengan konsep tersebut dianggap sebagai abnormal dan merupakan perilaku menyimpang.

Koeswinarno menyatakan bahwa, dalam konteks psikologis waria termasuk transseksual, yakni individu yang secara fisik memiliki jenis kelamin yang jelas, namun secara psikis cenderung untuk menampilkan diri sebagai lawan jenis

Dalam artikel ini, kaum waria menjadi subjek pembahasan dimana perilaku mereka dianggap menyimpang oleh masyarakat.Kaum waria merupakan salah satu kelompok minoritas yang memiliki orientasi seksual dan identitas gender yang berbeda.Hal tersebut dikarenakan kaum waria tidak termasuk ke dalam salah satu identitas gender normatif (laki-laki atau perempuan). Secara sederhana, waria diketahui sebagai individu yang memiliki jenis kelamin laki-laki tetapi berperilaku dan berpakaian seperti layaknya seorang perempuan. Waria kemudian dikonstruksikan sebagai salah satu kelompok minoritas yang memiliki perilaku menyimpang dalam masyarakat.

Dalam penelitian yang dilakukan di Kampung Dayak, dapat dilihat bahwa kaum waria yang ada di Kabupaten Banyumas merupakan komunitas yang multi-identity.Bentuk identitas tersebut meliputi identitas pribadi, identitas sosial, dan identitas budaya.Identitas pribadi merupakan identitas personal yang keberadaanya didasarkan pada karakteristik-karakteristik unik pada diri seseorang. Identitas sosial dimiliki oleh seseorang karena keterlibatannya dalam suatu kelompok budaya.Identitas sosial ini menentukan posisi subjek dalam relasi dan interaksi sosialnya. Sedangkan identitas budaya merupakan identitas yang diperoleh seseorang karena dirinya menjadi bagian dari kebudayaan tertentu.



Potret Kehidupan IWAPUR: Melawan Diskriminasi dan Stigma Negatif


Kami adalah jiwa-jiwa yang sunyi, jiwa-jiwa yang sakit.

jiwa jiwa yang teraniaya, jiwa jiwa yang terbuang.

namun ingatlah, kami adalah jiwa yang merdeka, penuh cinta.

Raga kami boleh mengembara, tapi jiwa kami tetap bertahta.

Waria merupakan salah satu bagian masyarakat yang mengalami proses sosial disosiatif. Kehadirannya ditengah-tengah masyarakat belum sepenuhnya dapat diterima secara total.Dalam lingkungan tempat tinggal, mereka terisolir dari keluarga dan teman bermain karena kondisi dirinya sehingga mereka terpaksa mencari teman yang senasib. Di lingkungan beragama juga demikian, dalam beberapa kesempatan mereka belum bisa menunaikan kewajiban mereka sebagai umat beragama seperti sholat, pengajian atau dalam kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya.


Kaum waria memilih atau mengkonstruksi sendiri perilaku dan identitas gendernya. Masyarakat juga dengan berbagai derajat penerimaan terhadap Kaum waria mengenali mereka dengan berbagai sebutan.Masyarakat biasanya mengenali kaum waria dengan istilahg banci (Melayu), bandhu (Madura), calabai (Bugis), kawe-kawe (Sulawesi umumnya), wandu (Jawa) dan istilah-istilah lainnya yang dikenali oleh warga setempat.

Proses menjadi cantik, mengungkapkan tuturan dengan suara wanita yang lemah lembut, gerak gerik yang lemah gemulai, dan karakter keibu-ibuan merupakan cara kaum waria untuk mengaktualisasikan kelompoknya di tengah masyarakat.[1]Hal tersebut menjadi bentuk usaha mendapatkan jati diri yang sesuai dengan kehidupan psikologis kaum waria yang menyimpang dari kehidupan biologisnya.Usaha yang dilakukan oleh para waria merupakan bukti bahwa cirri-ciri biologis harus diubah untuk menciptakan satu konstruksi sosial agar mereka dipahami secara sosial sebagai wanita.

[1] Agus Sukamto, “Aktualisasi Identitas Kaum Waria Dalam Pertunjukan Ludruk,” Dewa Ruci, No. 2, Vol. 6 (2010): 328.

Masyarakat di berbagai daerah di Indonesia tentu dapat bercermin ketika melihat potret kehidupan kaum waria di Kabupaten Banyumas.Masyarakat di Kabupaten Banyumas, khususnya di Kampung Dayak dan sekitarnya sudah dapat menerima keberadaan kaum waria.Perlakuan diskriminatif terhadap kaum waria di Kampung Dayak ini tidak terlalu banyak tampak.Kaum waria di Kabupaten Banyumas menegaskan bahwa masyarakat sekitar sangat welcome akan keberadaanya.

“Setiap lebaran kami dikasih uang dan baju oleh toko yang biasa jadi tempat mangkal. Itu jadi ungkapan terima kasih pemilik toko karena kita udah jagain tokonya, padahal kita mangkal.”

Penerimaan masyarakat Kampung Dayak terhadap kaum waria yang tinggal disana sangat positif. Hal ini sangat berbeda ketika melihat penerimaan masyarakat yang negaif terhadap kaum waria yang berdomisili di daerah-daerah lain.

“Disini kami diterima oleh masyarakat. Kalau mau mangkal dan lewat rumah warga pasti selalu diingetin jangan lupa makan.Setiap ada kerja bakti juga kami selalu diundang, tapi karena kami jarang bangun pagi sehabis mangkal, ya kami kasih sumbangan rokok aja.”

(Wawancara dengan Dian, Ketua Ikatan Waria Purwokerto)

Kehidupan kaum waria tidak jauh berbeda dengan masyarakat lainnya.Mencuci baju, memasak, dan bersosialisasi dengan masyarakat tetap dilakukan disamping melakukan persiapan mereka setiap malam untuk “mangkal” atau bekerja di salon.Satu kutipan yang terdapat di kamar Ito (seorang aktivis LSM yang dianggap sebagai ibu dari para waria di Kampung Dayak) bertuliskan di dinding “meski perih dalam keterbatasan tetap ku nikmati juga.”Setiap harinya kaum waria berjuang untuk bertahan hidup di bawah keterbatasan ekonomi.

Satu poin penting yang dapat dipelajari oleh kaum waria adalah rasa toleransi dan kekeluargaannya.Hal ini yang turut memperkuat jaringan kaum waria di berbagai daerah.Segala informasi terkait permasalahan dan aktivitas kaum waria dapat cepat diinformasikan, misalnya, jika ada waria yang meninggal dunia atau undangan pertemuan-pertemuan.Permasalahan ekonomi juga dapat diselesaikan karena adanya rasa toleransi antar kaum waria.Waria yang masih muda sering memberikan uang untuk waria yang sudah tua.

IWAPUR merupakan wadah dalam merepresentasikan perjuangan kaum waria agar diterima oleh masyarakat.Pada umumnya, penerimaan masyarakat terhadap kaum waria masih tergolong lemah.Namun, marjinalisasi yang kaum waria alami ternyata dapat diatasi dengan aktivitas positif mereka di tengah masyarakat.IWAPUR sebagai representasi kaum waria di Kabupaten Banyumas sampai saat ini masih dalam keadaan yang normal, artinya belum ada diskriminasi hingga berujung kekerasan.Hal ini dipertegas oleh kaum waria di Kabupaten Banyumas bahwa mereka akan aman selama tidak ada Front Pembela Islam (FPI) dan preman-preman yang berkeliaran.

Kaum waria di Kabupaten Banyumas yang bernaung dalam IWAPUR pun turut aktif dalam aktivitas positif di tengah masyarakat.Tidak hanya “mangkal” dan “nyalon”, namun kaum waria di Kabupaten Banyumas pun berusaha untuk dapat diterima dalam struktur masyarakat yang majemuk.Aktivitas sosial, olahraga, hingga aktif mengikuti seminar dan pelatihan dilakoni oleh kaum waria di Kabupaten Banyumas.Khususnya dalam kegiatan olahraga, kaum waria di Kabupaten Banyumas memiliki prestasi di cabang olahraga sepak bola dan voli dengan timnya yang bernama Klub Rajawali.IWAPUR juga turut memperjuangkan tuntutannya pada saat public hearing ke DPRD Kabupaten Banyumas perihal KTP bagi kaum waria yang mayoritas pendatang.

Partisipasi dalam kegiatan sosial juga sering dilakukan oleh IWAPUR.Misalnya, saat pasca gempa Yogya beberapa waktu yang lalu, IWAPUR bersama kelompok waria lain di berbagai daerah dan bekerjasama dengan para mahasiswa di Yogyakarta melakukan kegiatan potong rambut bagi para pengungsi.Selain itu, IWAPUR juga turut aktif membantu pembangunan salah satu Masjid di Brebes dan berhasil mengumpulkan dana yang melebihi target.


Permasalahan waria pada umumnya merupakan permasalahan global, baik secara psikologis, sosial, dan psikiatris. Oleh karena itu, penanganan permasalahannya perlu pendekatan sosial psikologis dan medis pskiatris

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun