Colossal Biosciences, perusahaan bioteknologi yang juga mengerjakan proyek de-extinction mammoth, mengumumkan rencananya untuk menciptakan kembali Dire Wolf melalui teknik rekayasa genetika. Dengan memanfaatkan teknologi CRISPR (Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats - teknik penyuntingan genom yang memungkikan peneliti untuk mengedit DNA dengan presisi tinggi) dan pengurutan genom modern, mereka berusaha menciptakan hewan yang menyerupai Dire Wolf, menggunakan genom serigala modern dan canid lain yang memiliki kesamaan genetik.
Namun, pendekatan ini menimbulkan perdebatan. Beberapa ilmuwan mempertanyakan apakah hasil dari proyek ini benar-benar bisa disebut sebagai Dire Wolf jika genomnya tidak 100% identik. Kritikus menyebutnya sebagai makhluk "jadi-jadian" - hasil sintesis yang menyerupai Dire Wolf, namun secara biologis bukan spesies yang sama. Ini menimbulkan pertanyaan filosofis dan ilmiah apakah kita hanya mereplikasi bentuk, ataukah juga substansi dan identitas spesies tersebut?
Risiko dan dampak ekologis
Colossal menyatakan tiga Dire Wolf hasil rekayasa tidak akan dilepaskan ke alam liar. Namun, para ahli konservasi tetap khawatir tentang potensi pelepasan spesies hasil rekayasa ini ke ekosistem terbuka. Lingkungan modern sangat berbeda dengan habitat alami Dire Wolf. Lanskap, iklim, dan jaringan makanan telah berubah drastis. Dalam ekosistem saat ini, Dire Wolf rekayasa berisiko menimbulkan kompetisi dengan spesies asli seperti coyote, serigala merah, bahkan anjing domestik.
Ada juga risiko penyakit, ketidaksesuaian ekologi, dan dampak terhadap rantai makanan yang belum bisa diprediksi. Jika Dire Wolf hasil rekayasa tidak dapat beradaptasi, mereka akan menderita, bahkan mati lebih cepat. Di sisi lain, jika terlalu sukses, mereka bisa menjadi spesies invasif yang mengganggu ekosistem lokal.
Etika dan hak evolusi
Pertanyaan yang lebih dalam adalah apakah manusia berhak melakukan intervensi dalam proses evolusi makhluk hidup? Dalam pandangan bioetika, penciptaan kembali spesies punah bukan hanya soal teknologi, tetapi juga soal nilai dan tanggungjawab moral. Apakah kita menciptakan hewan ini demi kepuasan rasa ingin tahu, eksploitasi komersial, atau betul-betul untuk tujuan konservasi?
Sebagian pihak khawatir teknologi ini dapat digunakan untuk tujuan yang tidak etis atau lepas kendali. Ada potensi penyalahgunaan, baik oleh negara maupun korporasi, yang bisa menggunakan teknologi ini untuk menciptakan makhluk hasil rekayasa untuk perang, hiburan, atau konsumsi manusia. Ketika teknologi melebihi regulasi dan kesadaran etis, kita berisiko mengulang kesalahan sejarah dalam bentuk baru.
Argumen proyek sebagai upaya konservasi
Pihak Colossal Biosciences mengklaim bahwa proyek Dire Wolf dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya konservasi. Mereka menyatakan kehadiran Dire Wolf bisa digunakan untuk meningkatkan keragaman genetik serigala merah (Canis rufus), spesies asli Amerika yang saat ini terancam punah. Dengan menambahkan variasi genetik yang lebih luas, populasi serigala merah kemungkinan besar dapat diperkuat dan dipertahankan.
Namun, pendekatan ini mendapat kritik dari pakar konservasi tradisional yang berpendapat fokus seharusnya pada perlindungan habitat alami, pengendalian perburuan liar, dan peningkatan populasi melalui reproduksi alami. Menurut mereka, teknologi bukanlah solusi pengganti untuk pendekatan konservasi holistik yang berbasis ekosistem.