Lahan dan aset lain yang tidak termanfaatkan akan dioptimalkan untuk kepentingan ekonomi, seperti properti, teknologi, dan infrastruktur.
Pendapatan dari pengelolaan aset ini dapat mengurangi ketergantungan pada pajak dan utang luar negeri, mendukung industri lokal, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Keberhasilan Danantara bergantung pada tata kelola yang transparan, profesional, dan bebas dari konflik kepentingan.
Pandangan tsb bersifat optimis, tetapi kita seyogyanya tetaplah kritis terhadap potensi kendala yang bisa muncul. Jika dikelola dengan baik, Danantara dapat menjadi kekuatan ekonomi nasional. Namun, tanpa pengawasan dan akuntabilitas yang kuat, lembaga ini bisa berisiko menjadi beban birokrasi baru.
Tak ada pilihan lain. Presiden Prabowo tampaknya harus serius menerapkannya demi masa depan Indonesia yang lebih baik. Mengingat, pertama. Kondisi global yang tak kondusif buat Indonesia. Kedua, letih melihat masalah korupsi yang tak berkeputusan di negeri ini. Ketiga, ingin menjauh dari demokrasi serang-menyerang dan dendam-mendendam seperti sekarang ini.
Bagaimanapun Danantara adalah langkah strategis pemerintahan baru sekarang untuk membangun ekonomi yang lebih mandiri dan mengurangi ketergantungan pada faktor eksternal.
Ketidakpastian ekonomi dunia, konflik geopolitik, dan ancaman resesi membuat Indonesia perlu memiliki sumberdaya finansial yang lebih kuat dan tidak hanya bergantung pada ekspor komoditas atau investasi asing.
Korupsi di sektor pemerintahan dan BUMN telah lama menjadi masalah utama. Model seperti Temasek atau GPFG yang berbasis tata kelola profesional dan transparan bisa menjadi solusi untuk mengelola aset negara tanpa intervensi politik yang berlebihan.
Dengan pendekatan ekonomi yang lebih teknokratis, Prabowo tampaknya ingin fokus pada pembangunan, bukan sekadar terjebak dalam pertarungan politik yang penuh konflik. Jika berhasil, ini bisa menjadi legacy besar bagi Indonesia.
Namun, tantangannya tetap besar. Bagaimana memastikan Danantara tidak menjadi "lahan baru" bagi korupsi atau kepentingan kelompok tertentu? Seberapa besar transparansi dan akuntabilitasnya dalam pengelolaan aset negara? Jika tidak dikawal dengan baik, langkah ini bisa saja berujung seperti BUMN yang penuh intervensi politik.
Masalahnya apakah langkah ini cukup realistis untuk diterapkan dalam birokrasi Indonesia saat ini.