Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Dirty Vote = Dirty Election Delusions

12 Februari 2024   15:05 Diperbarui: 12 Februari 2024   15:15 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Trio Narator Dirty Vote. Dari kiri Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari dan Bivitri Susanti. Foto :  nasional.tempo.co

Dirty Vote = Dirty Election Delusions

Munculnya Film Dokumenter "Dirty Vote" atau "Pemilu Kotor" di YouTube belum lama ini, sesungguhnya tidak mengagetkan. Film itu berisi dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024.

Film ini lumayan panjang kl 1 jam 30 menit. Capek deh nontonnya. Tapi terpaksa, karena konon trio narrator dalam film itu adalah alumnus UGM yang kalangan akademisinya juga antipati dengan pelaksanaan pemilu sekarang.

Talkshow semacam ini tidak hanya di YouTube saja, tapi juga dapat kita dengar dan cermati di podcast-podcast yang juga lumayan banyak di Spotify. Salah satunya adalah Tempo. Tapi sama saja nyinyirnya.

Kalau di YouTube, Refly Harun dan PSHK (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan) adalah si peluncur podcast itu. Sementara Tempo punya tempat peluncuran khusus yang direntalnya di Spotify.

Sebagian besar yang disampaikan dalam Dirty Vote atau Pemilu Kotor adalah delusi semata, dengan narasi kebencian yang bernada asumtif. Kapasitas narator di film itu juga bukannya meragukan, tapi mengawang-awang di awan delusi.  Film itu berisi narasi dari 3 orang alumnus hukum UGM, yi Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari. Ketiganya bergantian menarasikan dugaan kecurangan dalam pemilu kali ini.

Apa yang disampaikan dalam film tsb tendensius dan jauh dari argumentasi yang masuk akal. Bagi yang tak nalar tentu akan mudah terprovokasi oleh narasi dalam film tsb,

3 hal yang disorot disitu. Pertama terkait soal penunjukan Penjabat Kepala Daerah yang dikaitkan dengan suara dalam pilpres. Dikatakan Presiden Jokowi menunjuk 20 Pj kepala daerah, jumlah penduduknya katanya lebih dari 50 persen elektoral, ini kemudian dikaitkan dengan orkestrasi pemenangan salah satu paslon, dalam hal ini 02.

Juga dinarasikan banyak terjadi kecurangan. Sayang, karena Asbun, tidak disebutkan peristiwa kecurangannya dimana, apa buktinya, bagaimana status pelaporannya, dan bagaimana status penanganan perkaranya.

Soal tudingan APDESI (Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia) digunakan untuk memenangkan paslon tertentu. Juga disini tidak disebut di kasus mana kepala desa dimaksud sudah mengerjakan pemenangan Paslon, untuk memastikan warga di desanya memilih Paslon tertentu, dan bagaimana caranya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun