Musim kemarau panjang kali ini kok tumben bersamaan juga dengan panasnya gejolak sosial-politik nasional. Lahan terbakar di Riau dan Kalimantan, rusuh sosial di Papua, serta demo mahasiswa di mana-mana. Semuanya terjadi berturut-turut, walau sulit mengaitkannya satu sama lain. Namun yang pasti keseluruhan peristiwa itu bermuara pada Istana, menyudutkan Presiden Jokowi.
Soal tumben-tumbenan, saya kemudian melihat ada ketumbenan yang lain. Yaitu soal Ompung Luhut "Buldoser" Panjaitan yang beberapa waktu belakangan sepertinya luput dari pemberitaan. Entah kenapa, LBP yang biasanya rajin mengomentari perkembangan politik maupun ekonomi nasional, tetiba redup. Mendadak senyap.
Sangat kontras bila dibandingkan dengan sebelumnya ketika Luhut sangat rajin menghalau segala serangan yang mengarah ke pemerintah khususnya Presiden Jokowi. Saking sibuknya, LBP sampai-sampai dijuluki "menteri segala urusan", semua dibuldoser.
Lalu kenapa ketika pemerintah sedang dilanda persoalan pelik, Ompung LBP tak muncul? Inilah yang menjadi pertanyaan besar. Namun jangan coba-coba berpikir kalau Luhut berada di balik semua peristiwa yang seolah tak ada habisnya saat ini. Spekulasi itu wajib dibuang jauh-jauh, rawan menimbulkan fitnah dan mencemarkan nama baik Luhut.
Hanya saja bila mengikuti rentetan "curhat" yang dulu pernah dituliskan Luhut, barangkali  hubungan Jokowi-Luhut mungkin saja kurang harmonis saat ini. Luhut mungkin saja tak lagi dibutuhkan Presiden sehingga ia memilih diam saja, ikuti perintah Panglima Tertinggi.
Sebagai penggantinya, Presiden tampaknya mempercayakan tugas yang sebelumnya diemban Luhut kepada Kepala KSP Jenderal Moeldoko.
Tapi sekali lagi, saya termasuk orang yang meyakini loyalitas seorang Luhut. Bahwa ia adalah prajurit sejati yang mustahil mengkhianati Presiden. Apapun ceritanya. Mungkin ada hal lain yang membuat Luhut tak turun tangan.