Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Dana Kelurahan Rp 3 Triliun Sudah Pasti Politis, Tapi Masa Ngaku?

22 Oktober 2018   00:17 Diperbarui: 22 Oktober 2018   01:33 1233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Jokowi berencana akan mengguyur Rp 3 triliun untuk seluruh kelurahan di Indonesia. Dana itu akan cair menjelang Pilpres 2019. Aksi bagi-bagi duit berbungkus bantuan itu diprotes kubu oposisi, menyebutnya sebagai kampanye terselubung. Cawapres Sandiaga Uno bahkan mewanti-wanti ada udang di balik batu. Betulkah demikian?

Seperti umumnya, kubu pemerintah selalu bersikukuh bahwa program yang masih harus dibahas di DPR itu adalah murni untuk membantu kelurahan. Pada prinsipnya, dana kelurahan sama dengan dana desa yang telah berjalan saat ini. Sehingga tidak ada urusan Pilpres di sana. Dana kelurahan itu sama sekali tidak bermuatan politis.

Sekadar gambaran, dana desa terus meningkat jumlahnya sejak 2015. Tahun 2015, dana desa sebesar Rp 20 triliun. Pada tahun 2016 sebesar Rp 47 triliun dan pada tahun 2017 dan 2018 sebesar Rp 60 triliun. Rencananya, dana desa untuk tahun 2019 sendiri mencapai Rp 70 triliun. Namun, hal itu bergantung pada persetujuan DPR RI. Sedangkan untuk dana kelurahan, angkanya cukup kecil yakni sekitar Rp 3 triliun.

Kembali kepada kecurigaan oposisi, jangan-jangan dana kelurahan itu sengaja dicairkan guna meraih simpati masyarakat terhadap capres Jokowi? Jika mau jujur, sudah jelas guyuran dana Rp 3 triliun itu bermuatan politis. Terlepas apapun pembelaan dari pemerintah, sulit membantah kalau di balik bantuan dana itu tidak punya motif politik.

Meski masih sebatas rencana dan harus menunggu restu DPR pada pembahasan APBN 2019, sudah hampir dipastikan pula usulan itu akan dengan mudah diproses di parlemen. Ini karena parlemen saat ini juga dikuasai mayoritas kubu petahana. Sehingga perlawanan anggota DPR dari kubu oposisi tidak akan banyak membantu. Anggaran untuk dana kelurahan itu akan dengan mudah disetujui DPR.

Hanya saja, sebagai kubu pemerintah yang kembali bertarung di Pilpres 2019, tidak mungkin juga Jokowi mengaku terus terang bahwa bantuan dana kelurahan itu bersifat politis. Kalau mengaku, justru akan lebih bahaya karena akan dijadikan kubu lawan sebagai amunisi menyerang.

Bayangkan seandainya Jokowi mengakui bahwa dana kelurahan tersebut memang sengaja digelontorkan untuk mengerek popularitasnya menjelang hari pencoblosan, kira-kira apa yang terjadi? Pasti makin runyam.

Sehingga sikap pemerintah dengan tidak mengakui bahwa dana kelurahan bermotif politis, sudah sangat tepat. Lagipula, kebijakan populis seperti itu sudah lazim dilakukan oleh pemimpin yang ingin mempertahankan kekuasaannya. Di level nasional, Presiden yang ingin kembali berkuasa dapat dipastikan akan berusaha meraup simpati rakyat dengan berbagai cara, salah satunya melalui program bantuan.

Hal sama juga jamak kita saksikan di level provinsi, kabupaten/kota. Para kepala daerah yang ingin kembali maju di Pilkada, biasanya akan memanjakan rakyatnya lewat sejumlah kebijakan. Istilahnya, kebijakan pro rakyat menjelang pilkada. Tetapi seperti biasa pula, mana mungkin seorang politisi mengakui bahwa program yang dijalankan adalah bagian dari pencitraan.

Sekali lagi, justru kalau ngaku malah lebih repot urusan. Mending sekalian nggak ngaku. Hehehe

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun