Ada berita menarik pagi ini di Apa Kabar Indonesia Pagi-nya tvOne. Disana sedang ada liputan dari arena aksi yang sedang dilakukan oleh para buruh. Kemudian dilanjutkan dengan tayangan conpres dari pak SBY yang mengkritik para demonstran yang selama ini melakukan demonstrasi menggunakan sound system yang dinilainya mengeluarkan suara yang cukup mengganggu telinga-telinga di istananya.
Menurut saya ini aneh ketika suara demonstran dianggap mengganggu ketenangan istana kepresidenan, apalagi jika yang merasa terganggu adalah si presiden itu sendiri. Bukankah pada dasarnya para demonstran ke istana tak lain dan tak bukan ingin menyampaikan aspirasinya. Maka sudah wajarlah jika para demonstran menggunakan pengeras suara yang memungkinkan agar suara mereka didengar oleh telinga-telinga istana. Bukankah sudah kewajiban para pemimpin untuk mendengarkan suara-suara rakyatnya
Kemudian kelucuan di conpres itu kemudian berlanjut ketika pak SBY membandingkan "kelakuan" demonstran dalam negeri dengan demonstran luar negeri yang menurutnya berbeda jauh. Jika didalam negeri kadang demonstran menggunakan mobil sound dengan sound system yang begitu komplit sampai menggunakan beberapa buah speaker maka diluar negeri para demonstran cukup menggunakan megaphone.
Ahhh, mungkin pak SBY ini lupa memikirkan kenapa demonstran luar negeri hanya menggunakan megaphone, bukan seperangkat sound system nikahan. Tidak menutup kemungkinan demonstran luar negeri hanya menggunakan megaphone karena cukup dengan suara megaphone itulah pemimpin mereka sudah bisa mendengarkan apa yang mereka sampikan. Berbeda dengan pemimpin di Indonesia ini, yang bahkan diteriaki dengan sound sytem ber-speaker besar pun belum bisa mendengarkan apalagi memahami nasib rakyatnya. Bukannya malah turun dan mendekat memberi solusi, mereka malah merasa risih ketika rakyatnya berteriak menuntut hak hidup. Jadi, daripada menjauh karena merasa bising dengan suara-suara rakyat di luar sana, mending pak SBY sedikit memperbesar "kupingnya", mungkin dengan cara itu masyarakat juga akan secara sadar untuk memperkecil sound system mereka saat demo.
Tapi kalau kata pak Ramadhan Pohan yang memang sudah biasa dan mungkin sudah tugasnya untuk menjadi jubir pak SBY sekaligus dari partai Demokrat selaku partai berkuasa. Menurutnya, seharusnya budaya politik kita harus diperbaiki, ketika demonstran ingin menyampaikan pendapat harusnya mereka ke DPR, bukannya malah ke istana yang merupakan salahsatu tempat yang bisanya digunakan untuk menyambut tamu negara.
Tapi satu hal yang perlu kita ingat ketika kita meminta demonstran (masyarakat) agar melakukan demonstrasi cukup di DPR saja yaitu mengenai kepercayaan masyarakat terhadap institusi wakil rakyat tersebut. Mungkin ada semacam trauma atau krisis kepercayaan dari masyarakat kepada wakil-wakil mereka di senayan. Jadilah mereka lebih memilih untuk langsung menyampaikan aspirasi mereka ke istana.
Semoga krisis kepercayaan terhadap wakil rakyat ini cuma dugaan saya saja, mengingat tidak sampai setahun lagi kita akan melakukan pemilihan umum termasuk pemilihan anggota legislatif. Karena ketika krisis kepercayaan tersebut merupaka suatau kebenaran maka tidak menutup kemungkinan angka partisispasi masyarakat dalam pemilihan anggota legislatif kelak akan menurun bahkan sudah bukan menjadi hal penting lagi karena masyarakat merasa tidak perlu lagi dengan keberadaan wakil mereka di senayan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H