Harga Pangan Naik Turun - Dapur dan UMKM Pun Terguncang
Di Purwokerto dan wilayahsekitar, banyak rumah tangga dan pedagang yang merasa resah ketika harga bahan pokok seperti cabai, beras, dan bawang merah naik secara tibatiba. Contohnya, data nasional menunjukkan bahwa komoditas bawang merah mencatat inflasi bulanan tertinggi sebesar 30,75 % mtm pada April 2024 karena panen terganggu cuaca ekstrem hingga distribusi tersendat.
Kenaikan harga seperti ini tidak hanya membuat konsumen harus mengeluarkan lebih banyak uang, tetapi juga membuat pedagang dan UMKM kesulitan menghitung untung rugi padahal usaha kecil hidup dari margin tipis.
Menurut BPS, pada Agustus 2025, bawang merah dan beras menjadi penyumbang utama inflasi tahunan yang tercatat sebesar 2,31 % yoy. Artinya naik-turunnya harga pangan bukan sekadar masalah lokal, melainkan sudah menjadi tantangan nasional yang nyata. Dampaknya terasa sampai ke usaha lokal dan dapur rumah tangga di Purwokerto.
Kenalan Dulu dengan GNPIP -Gerakan Bersama untuk Stabilitas Pangan
Untuk menghadapi fluktuasi tersebut, muncul inisiatif dari Bank Indonesia dan pemda yaitu Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP). Program ini fokus pada empat strategi utama atau dikenal sebagai "4 K": Keterjangkauan harga, Ketersediaan pasokan, Kelancaran distribusi, dan Komunikasi efektif.
Di Purwokerto, GNPIP diterapkan dengan melibatkan petani, pedagang pasar, dan masyarakat dalam satu gerakan bersama. Komoditas utama yang jadi perhatian seperti cabai, beras, dan bawang merah sesuai dengan data bahwa komoditaskomoditas tersebut sering menjadi pemicu inflasi pangan.
Dengan demikian, GNPIP bukan hanya soal kebijakan dari atas, tetapi soal kerjasama Masyarakat karena ketika masyarakat ikut berperan, rantai pasokan dan harga bisa lebih stabil.
Kolaborasi: Gotong Royong Jadi Solusi Nyata
Salah satu kekuatan GNPIP adalah mengajak semua pihak ikut ambil bagian: petani, pedagang pasar, UMKM, dan masyarakat konsumen. Misalnya, ketika petani mulai menanam dalam pola yang lebih terencana dan pedagang lebih transparan soal harga, maka pasokan bisa lebih lancar dan harga tidak melonjak tiba-tiba.
Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa pada Desember 2024, pasokan cabai rawit menurun menjadi 90,3 ribu ton dari 107,5 ribu ton pada bulan sebelumnya yang kemudian memicu kenaikan harga rata-rata Rp45.488/kg dari Rp36.917/kg.
Itu artinya: ketika rantai pasok terganggu, harga langsung meroket. Maka, gotong royong dalam menjaga pasokan, memperlancar distribusi, dan menjaga konsumsi bijak menjadi kunci.
Peran Kita Semua, Bukan Hanya Pemerintah
Banyak dari kita merasa bahwa masalah harga pangan adalah urusan pemerintah saja. Padahal, setiap individu bisa punya peran. Misalnya memilih untuk belanja sesuai kebutuhan, mendukung produk lokal dari petani sekitar, dan ikut menyebarkan informasi positif bahwa menjaga stabilitas harga adalah tanggung jawab bersama.
Mahasiswa, pelaku UMKM, ibu rumah tangga semua bisa terlibat. Dengan ikut edukasi dan berbagi pengalaman, kita ikut membangun budaya ekonomi lokal yang tangguh. Karena ketika masyarakat aktif, program seperti GNPIP punya peluang besar untuk sukses di Purwokerto.
Hasil dan Harapan: Ekonomi Daerah Kuat & Stabil
GNPIP diharapkan membawa dampak nyata: harga pangan menjadi lebih stabil, UMKM dan pedagang pasar punya usaha yang lebih terlindungi, dan masyarakat punya daya beli yang tetap kuat. Misalnya, data pada Juni 2025 menunjukkan beberapa komoditas pangan seperti cabai rawit dan bawang merah mulai turun sebelumnya, menandakan bahwa aksi pengendalian mulai berbuah. Dengan semangat kampanye "Bareng Jaga Pangan, Bareng Jaga Rejeki", diharap ekonomi Purwokerto makin kuat, warga makin tenang, dan usaha makin lancar.