Pardi membuat saya memikirkan banyak hal. Terutama hal remeh yang justru dapat menguntungkan di masa yang akan datang.
Pertemuan saya dengannya di sebuah halte kota Z. Ketika itu saya menunggu salah satu kerabat dari luar kota.
Ia duduk di sebelah saya. Sebagaimana biasa, saya tidak memiliki cara baik untuk memulai pembicaraan.
Tak lama berselang sebuah bus berhenti. Beberapa penumpang turun. Beberapa pula yang menunggu di halte naik. Tidak termasuk lelaki di sebalah saya.
"Mau kemana mas?" ujarnya ramah.
Saya menoleh. Lelaki itu tersenyum pada saya. Lalu mulailah percakapan mengalir.
Namanya, Pardi. Ia menunggu seorang kerabat juga. Persis, dari luar kota.
Kami tertawa oleh kesamaan tujuan di halte itu. Perbincangan kami terputus ketika kerabatnya tiba kebih dulu.
Setelah pertemuan yang saya anggap kebetulan itu, kami kembali bertemu di sebuah masjid. Ia menyapa saya.
"Pardi mas.."
Saya tertawa. Menyalaminya.