Mohon tunggu...
Alit Teja Kepakisan
Alit Teja Kepakisan Mohon Tunggu... Penulis di KOPPI

Menulislah dan tetap berpikir!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Biarkan Ini Ujian Polisi dan DPR Bukan Tentara!

6 September 2025   19:26 Diperbarui: 7 September 2025   09:39 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Demo yang kian masif terjadi tidak hanya di Jakarta hingga penjarahan Ahmad Sahroni, menurut saya tidak perlu sampai menurunkan tentara. Bukan saya membenarkan kekacauan yang terjadi, tetapi Polisi dalam hal ini Polri, sedang diuji, apakah ia mampu menjalankan amanat reformasi yaitu fokus pada bidang keamanan?

Ini penting. Saya tentu tidak sepakat sampai ada orang yang tidak bersalah ikut meninggal karena luapan amarah ini, tetapi, ini semua adalah ujian kebijaksanaan dari dua institusi yang sesama mitra kerja Komisi III yaitu Polri dan DPR.

Mulutmu adalah harimaumu, itu bukan sekedar kiasan atau hiasan dekorasi kata-kata semata tetapi bahwa DPR sedang diuji apakah ia mampu masih memiliki legitimasi di mata rakyat yang (konon) ia wakili itu? Angkatan Darat dua kali memilih sikap terhadap DPR yaitu Peristiwa 17 Oktober 1952 dan Dekrit 5 Juli.

Namun, kedua peristiwa itu berhasil mendirikan yang namanya sebuah bangunan sistem politik bernama Demokrasi Terpimpin. Namun, saya memiliki pendapat yang khusus bahwa mengapa dekrit pembubaran DPR itu berhasil di era Soekarno dan gagal di era Gus Dur yang notabene geram akibat ulah para “Connection” seperti HMI Connection, Banteng Connection atau Tentara Connection di DPR.

Yang jelas, dukungan tentara dalam hal ini Angkatan Darat terhadap dekrit pada era Soekarno adalah faktor berhasil bubarnya konstituante, Parlemen dan riuh politik demokrasi liberal 1950–1957.

Namun, saya mau mengatakan bahwa kalau dahulu pada masa itu (Soekarno, maksudnya) perlu dilihat konteks mengapa tentara ingin menyudahi demokrasi yang berbelit-belit dan tampak dalam manifestasi Nasution dalam bukunya yaitu Memenuhi Panggilan Tugas, bahwa kegagalan IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) di Pemilu 1955 sendiri mengakibatkan beda cara Nasution dalam memberlakukan UUD 1945.

Ujian tentara yang dimulai sejak Nasution menjabat KSAD pasca revolusi yaitu dengan krasak-krusuk internal Angkatan Darat kemudian terjadi Peristiwa 17 Oktober 1952 dan kemudian terjadinya Piagam Yogya akibat faksi Zulkifli Lubis versus Nasution, maka sebenarnya demokrasi yang kita lihat mengakibatkan tentara masuk ke politik adalah ulah politik sipil. Siapa dia? Soekarno.

Ini penting untuk diketahui. Orang menyoroti pidato Jalan Tengah dari Nasution pada Dies Natalis AMN Magelang pada 1958 yang dianggap sebagai pembuka jalur dwifungsi. Padahal, Djuanda sebelumnya sudah memasukkan Suprayogi dan Azis Saleh sebagai menteri yang notabene masih aktif sebagai prajurit Angkatan Perang.

Maka, saya mengatakan bahwa dalam konteks hari ini, jangan menggaet tentara!

Sebab, saya melihat banyaknya orang yang mengatakan bahwa TNI itu pro rakyat dengan tidak ikut menjaga. Padahal, esensi TNI dan Polri pasca reformasi telah dipisahkan antara urusan pertahanan dan keamanan. Ini yang membedakan.

DPR adalah wahana politik sipil dan pemainnya juga harus politik sipil, bukan kaum bersenjata!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun