Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Agar Siswa Belajar dalam Kegembiraan, Bagaimana Upaya Guru?

9 Mei 2025   23:52 Diperbarui: 11 Mei 2025   11:30 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Siswa yang sedang belajar di luar ruang kelas dalam suasana kegembiraan di SMP 1 Jati, Kudus, Jawa Tengah, 8/5/2025. (Dokumentasi pribadi)

Semua orang merindukan kegembiraan. Di mana dan kapan pun orang berada. Pun tak memandang usia. Anak hingga orang dewasa sangat membutuhkan kegembiraan.

Dengan demikian, anak-anak sekolah yang biasa disebut siswa, yang sedang dalam proses pembelajaran, juga sangat merindukan kegembiraan. Kegembiraan ini yang membikin siswa betah berada di ruang belajar menikmati proses pembelajaran.

Selain membikin betah siswa berada di ruang belajar, kegembiraan juga dapat membangun relasi guru dengan siswa semakin akrab. Keakraban ini yang dapat membangun gairah belajar siswa.

Pun demikian relasi antarsiswa semakin terbentuk. Yang semula relasi antarsiswa belum kentara, suasana kegembiraan di ruang kelas dapat membentuk relasi antarsiswa yang akrab semakin terlihat.

Sebab, kegembiraan yang terjadi di ruang belajar sejatinya sebagai jembatan keakraban yang mengarahkan siswa satu dengan siswa yang lain saling terhubung. Terbentuknya sangat alamiah, alias jauh dari kekuatan instruksi atau perintah.

Hanya, memang, kegembiraan yang terjadi di ruang kelas lebih tergantung kepada guru. Artinya, guru yang kali pertama harus memiliki rasa kegembiraan. Guru yang gembira mampu menebarkan aura kegembiraan terhadap siswa.

Siswa yang sudah memiliki rasa gembira semakin gembira. Sementara itu, siswa yang kehilangan rasa gembira bukan mustahil segera berubah menjadi gembira.

Baik siswa yang semakin gembira maupun yang berubah menjadi gembira sebagai pintu masuk bagi guru untuk membawa siswa memperoleh pengalaman belajar yang bermakna. Yaitu, pengalaman belajar yang semakin menggairahkan siswa dalam mengeksplorasi kompetensinya.

Realitas ini yang semestinya sebagai orientasi pendidikan. Yaitu, membangun perasaan siswa akrab dengan proses pembelajaran. Bahkan, selalu merindukan proses pembelajaran.

Siswa merasa gembira melibatkan diri dalam proses pembelajaran. Senang berpetualang dalam belajar. Bahkan, merasa semakin tertantang untuk terus terlibat di dalam dinamika proses belajar.

Yang, sangat mungkin ada hal yang menyulitkan, tetapi tak menghambat gairah belajarnya. Sebaliknya, malah mampu menumbuhkan kesadaran bahwa kesulitan yang dihadapinya bagian dari proses pembelajaran yang biasa dan memang ada.

Hal ini justru sebagai bentuk latihan dalam menghadapi kehidupan yang lebih luas, kelak ketika mereka memasuki usia lebih dewasa. Sebab, sudah dapat dipastikan akan ada banyak dan beragam tantangan dalam menjalani kehidupan.

Karenanya, membangun kegembiraan siswa dalam proses pembelajaran, baik ketika dalam keadaan mudah maupun sulit, perlu diupayakan oleh guru. Sebab, dari pengalaman sehari-hari, guru sering menjumpai siswa yang merasa terbeban dan kehilangan kegembiraan saat menghadapi kesulitan dalam belajar.

Terembusnya pendekatan Deep Learning, yang salah satunya mengusung pembelajaran yang menyenangkan, dengan demikian, tak boleh ditawar lagi. Artinya, guru perlu mengupayakan diri mempraktikkannya dalam proses pembelajaran.

Betapa pun sudah disebut guru, yang namanya manusia, tetaplah perlu membangun kecerdasan sosial-emosional. Sebab, kecerdasan ini yang sangat erat kaitannya dengan pengupayaan proses pembelajaran yang menyenangkan.

Saya, mungkin juga guru yang lain di mana pun berada, tak memiliki benak yang selalu nyaman. Kadang ada saatnya perasaan kurang nyaman oleh satu dan lain hal yang membebani.

Kondisi ini sangat mungkin dapat terbawa ke aktivitas membersamai siswa di ruang belajar. Dan, bisa saja akhirnya aura dalam proses pembelajaran kurang menyenangkan. Sehingga, gairah belajar siswa terganggu.

Karenanya, betapa penting kecerdasan sosial-emosional --yang menjadi sumber kegembiraan-- guru dalam keberlangsungan pembelajaran. Hanya kecerdasan sosial-emosional guru yang dapat membawa suasana belajar penuh kegembiraan.

Saya kadang gagal memperjuangkannya. Sebab, tak mudah. Akibatnya, tersadar kemudian bahwa proses pembelajaran yang telah berlangsung sia-sia. Karena, sudah pasti pesan kontraproduktif yang tertanam dalam diri siswa.

Sekalipun barangkali ada sebagian siswa yang oleh karena "kedewasaannya", mereka tetap dapat menemukan pesan yang produktif. Sebab, bagi mereka, seburuk apa pun, masih ada kebaikan yang tersembunyi di dalamnya.

Dan, guru, tentu termasuk saya, perlu memiliki kesadaran yang seperti ini terhadap siswa. Sebab, bukankah siswa berasal dari latar belakang yang berbeda?

Ada siswa yang lebih, biasa, dan kurang adalah kondisi yang biasa dan umum di dalam proses pendidikan. Guru, di mana dan kapan pun, selalu menjumpainya.

Adanya kesadaran guru seperti yang dimiliki oleh siswa yang oleh karena "kedewasaannya" dapat melihat masih ada kebaikan di balik keburukan seperti telah disebut di atas, merupakan kematangan kecerdasan sosial-emosional. Sehingga, rasa kegembiraan guru selalu saja memiliki celah untuk bergerak ke luar menyapa siswa.

Kondisi seperti ini yang dirindukan oleh siswa di sekolah saat belajar. Ruang belajar siswa menjadi pemantik dan penumbuh rasa kegembiraan, termasuk siswa yang sedang dalam kondisi sedih, kecewa, benci, resah, dan gelisah.

Suasana hati siswa seperti yang barusan disebut, lambat laun, berubah menjadi hati yang gembira dan penuh gairah oleh karena ruang belajar telah diwarnai kegembiraan oleh guru.

Memang guru tak serta merta dapat memenuhinya. Perlu terus belajar dari pengalaman yang selalu dijumpainya setiap membersamai siswa belajar.

Sebab, guru bukan pribadi yang sudah finis. Sudah berhenti. Guru adalah pribadi dalam profesi yang perlu terus belajar dan belajar.

Belajar mengenai siswa yang berasal dari latar belakang yang berbeda, yang dilahirkan dari rahim era teknologi informasi. Hal ini menunjukkan bahwa guru perlu belajar banyak hal.

Termasuk belajar akan dirinya sendiri. Sebagai pribadi yang memiliki karakteristik, yang dapat dipastikan berbeda dengan orang lain.

Tetapi, justru mengenal karakteristiknya yang berbeda dengan orang lain ini, seorang guru dapat menghargai dirinya secara obyektif. Dan, sikap ini yang akan membawa aura kegembiraan guru di ruang belajar membersamai siswa.

Sangat berbeda dengan ketika guru tak mengenal, atau tak mau mengenal dirinya. Sebab, yang seperti ini berarti kurang dapat menghargai diri sendiri. Bagaimana mungkin gairah kegembiraan bersemayam dalam dirinya?

Jadi, sejatinya guru yang telah mengenal dirinya sendiri, yang dapat membersamai siswa belajar dalam suasana kegembiraan. Kegembiraan yang sesungguhnya, bukan pura-pura gembira.

Dan, saya belum sepenuhnya dapat memenuhinya. Sebab, kadang kurang mampu mengenal diri sendiri. Mengingkari diri karena gengsi. Sehingga, tak selalu dapat tercipta suasana kegembiraan saat membersamai siswa belajar.

Apakah dengan begitu gagal dalam membersamai siswa? Tak sepenuhnya gagal ketika guru terhadap yang terjadi ini terus mau berefleksi dan tak berhenti belajar.

Sebab, kata orang-orang bijak, guru yang mau berefleksi dan tak berhenti belajar yang mampu membersamai siswa belajar dalam balutan kegembiraan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun