Saya hanya ingin membahasakan bagian yang tersirat di balik aktivitas guru nobar film, seperti yang dilakukan oleh sebagian guru di sekolah tempat saya mengabdi, yang di dalamnya saya turut serta.
Begini. Sangat jarang guru nobar film. Sejauh saya mengetahui, ini kali pertama guru-guru di sekolah tempat saya mengajar nobar film di sekolah. Sebelumnya, tak pernah, termasuk nobar di gedung bioskop.
Kalau menonton film sendiri atau bersama keluarga pasti pernah, mungkin berkala. Bahkan, sebagian guru bukan mustahil sudah menjadwalkan. Tapi, ada juga barangkali yang tak menonton film, baik sendiri maupun bersama keluarga.
Padahal, guru nobar film, yang saya turut berada di dalamnya, sepertinya tak hanya asyik, menghibur diri. Melepas lelah sehabis bekerja dengan mengubah konsentrasi dari yang serius ke  yang santai. Tak sebatas ini, ternyata.
Tapi, momen ini dapat juga untuk refleksi. Apalagi jika kisah dalam film yang ditayangkan erat dengan profesi guru, seperti yang sudah kami alami, tentu lebih reflektif.
Karena, umumnya penulis cerita dan skenario serta sutradara memiliki sudut pandang yang berbeda dengan perspektif publik, termasuk kami guru-guru, mengenai fenomena yang ada, yang menjadi sumber cerita dalam film termaksud.
Perbedaan sudut pandang ini yang menjadi daya tarik bagi penonton. Penonton dapat saja menemukan pesan atau nilai baru dalam refleksi. Yang, kelak, dapat menuntunnya hidup lebih bermakna.
Dalam konteks guru nobar film dengan tema-tema yang sudah dipilih, tentu tak hanya dapat untuk refleksi. Tapi, juga untuk bahan diskusi.
Karena, sangat mungkin masing-masing guru memiliki pandangan yang berbeda tersebab mereka dibentuk oleh pengalaman, pendidikan, lingkungan, dan sejarah kehidupan yang berbeda.
Dan, betul bahwa diskusi itu (benar-benar) terjadi saat kami selesai nobar film Budi Pekerti. Memang, diskusi yang terjadi tak berlangsung formal.
Membicarakan ulang isi film bersama beberapa guru yang nobar sembari berdiri dalam waktu yang sesaat (saja), saya kira, boleh dibilang aktivitas diskusi.