Hampir dapat dipastikan sekarang  anak sekolah menggunakan tas punggung. Dari anak-anak pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga anak-anak SMA/SMK dan yang sederajat, bahkan hingga mahasiswa.
Entah sejak kapan penggunaan tas punggung sebagai piranti anak-anak sekolah. Saya tidak mengetahuinya persis. Tetapi, pada masa saya masih SD, pada 1970-an belum mengenal tas punggung untuk kebutuhan sekolah.
Waktu itu, karena di desa, kami hanya membawa satu buku saat pergi ke sekolah sudah termasuk baik. Dipuji oleh guru. Dan, karena satu buku, biasanya cukup dibawa dengan tangan. Dipegang begitu saja.
Bahkan, bagi sebagian anak laki-laki, buku tersebut biasanya digulung lalu dimasukkan ke dalam saku celana atau saku baju. Ini yang tergolong anak perlu perhatian khusus.
Sementara itu, anak-anak yang termasuk dari keluarga berada sudah menggunakan tas. Hanya, tas yang digunakan adalah tas yang diselempangkan di bahu. Â Jadi, talinya relatif panjang. Tas menggelantung di samping badan hingga pinggul.
Saya pernah menggunakan tas plastik keresek untuk membawa buku ketika pergi ke sekolah. Beberapa teman juga begitu. Ini terjadi karena kami belum memiliki tas. Daripada buku hanya dipegang lebih baik dimasukkan ke dalam tas plastik.
Toh tas plastik keresek saat itu masih termasuk barang langka. Jadi, masih mewah. Menggunakannya untuk tas sekolah bagi kami sebuah kebanggaan.
Salah satu teman guru, yang lebih kurang seusia sama dengan saya, Â mengatakan bahwa saat masih sekolah dulu ia menggunakan tas buatan dari belacu. Menggunakannya cukup menyelempangkan talinya ke bahu.
Semua itu bisa dilakukan karena buku yang dibawa murid tidak banyak. Seingat saya, satu buku tulis dan satu buku gambar serta pensil. Jadi, alat-alat tulis itu cukup mudah masuk ke dalam tas dan mudah dibawa.
Waktu itu juga tidak ada buku yang dipinjamkan oleh sekolah kepada murid. Buku pelajaran, maksudnya. Tidak ada. Murid hanya menuliskan ke dalam bukunya tentang materi yang ditulis guru di papan tulis.