Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menerima Kekurangan Anak, Memberinya Ruang untuk Tumbuh

23 Februari 2022   14:42 Diperbarui: 24 Februari 2022   18:00 1111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ibu mengajari anak mencuci alat makan. (Sumber: iStock via nakita.grid.id)

Niat awal baik orangtua melatih anak untuk "bekerja". Setidaknya, bekerja menata tempat tidurnya sehabis tidur, mencuci piringnya yang habis dipakai untuk makan, menguras bak mandi keluarga, dan lain-lain.

Anak sekolah menengah pertama (SMP) Kelas 7 sudah seharusnya dilatih untuk melakukan pekerjaan seperti itu. Bahkan, ada juga orangtua yang melatihkan pekerjaan seperti itu tatkala masih sekolah dasar (SD) kelas besar, yaitu 4, 5, atau 6.

Tapi, karena hasil pekerjaan anak kurang sempurna, kadang tak dilanjutkan untuk pekerjaan yang sama pada kesempatan berikutnya. Sebab, orangtua harus mengulangi pekerjaan itu lagi.

Buat apa harus bekerja dua kali. Hasil kerja anak tak sempurna; lalu dikerjakan ulang oleh orangtua. Dari segi waktu jelas tak efisien. Buang-buang waktu untuk apa? Tak berguna, bukan? Begitu yang sering mengganggu pikiran orangtua. Ibu atau ayah, ya, yang biasanya seperti itu?

Bisa ibu, bisa juga ayah. Sebab, bukankah keduanya memiliki kepedulian terhadap pertumbuhan anak? Peduli terhadap pertumbuhan anak memang wajib bagi orangtua. Oleh karena itu, sudah seharusnya orangtua menyediakan ruang bagi anak untuk bisa bertumbuh secara wajar.

Melatih anak melakukan pekerjaan sederhana yang sering dijumpai di rumah sangatlah tepat. Tapi, orangtua tak perlu menuntut hasil pekerjaan anak langsung sempurna. Tak mungkin ada hasil pekerjaan yang langsung sempurna, apalagi tatkala masih berlatih.

Ibu dan ayah saja saat bekerja, tak selalu menghasilkan pekerjaan yang sempurna. Kadang-kadang ada kurang sempurna, bahkan gagal total. Padahal, ibu dan ayah sudah berulang kali mengerjakan pekerjaan tersebut.

Ibu pernah menggoreng tempe sampai gosong. Iya bukan? Padahal, menggoreng tempe tak sekali dua kali, sudah berkali-kali, entah tak terhitung jumlahnya dilakukan oleh ibu. Setali tiga uang dengan ayah. Ayah pernah juga membuat baju "gosong" saat menyeterika. Betul kan? Padahal, sudah banyak kali ayah melakukan pekerjaan itu.

Untung saja saat ibu dan ayah melakukan kesalahan itu tak ada yang menuntut hasil harus sempurna. Betul juga, sih. Sebab, tak mungkin anak-anak berani melakukan itu. Mereka paling-paling senyum-senyum sembari mengunyah tempe gosong atau melirik hasil seterikaan ayah. Hehehe.

Maka, anak yang sedang berlatih melakukan pekerjaan untuk membantu ibu dan ayah di rumah tak perlu dituntut harus sempurna. Biarkan saja mereka mengerjakan sesuai dengan kemampuan. Yang penting, orangtua sudah menunjukkan dan membimbing dengan cara yang benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun