Kondisi ketahanan keluarga di Indonesia hingga akhir 2016 belum menunjukkan perbaikan jika dilihat dari masih tingginya angka perceraian. Anwar Saadi, Kasubdit Kepenghuluan Direktorat Urais dan Binsyar Kementerian Agama RI, membenarkan adanya peningkatan angka perceraian di Indonesia dari tahun ke tahun.
Menurutnya, kenaikan angka perceraian mencapai 16-20 persen, berdasarkan data yang didapat Kemenag RI dari tahun 2009 hingga akhir 2016 ini. Pemicu perceraian masih pada persoalan klasik: ketidakharmonisan, masalah ekonomi, tidak adanya tanggung jawab, dan perselingkuhan.
Dari tahun ke tahun, faktor “ketidakharmonisan” ini selalu muncul dalam daftar penyebab perceraian versi Kemenag RI. Hal ini menandakan ketidakmampuan mengelola perbedaan, ketidakcocokan, serta konflik antara suami dan istri masih sangat tinggi.
Ketidakmampuan mengelola berbagai hal yang tidak sama di antara suami dan istri masih menjadi persoalan yang mengancam keharmonisan hidup berumah tangga.
Pertanyaan pentingnya adalah apakah pengantin sudah mendapatkan pembekalan yang memadai tentang ilmu hidup berumah tangga? Apakah sudah ada program yang sistematis dan terencana untuk menyiapkan para calon pengantin sebelum menikah? Sayangnya, belum ada di Indonesia.
Jawa Timur termasuk provinsi dengan tingkat perceraian yang tinggi. Kepala Kanwil Kemenag Jatim, Mahfud Shodar menyatakan sangat prihatin dengan meningkatnya angka perceraian. Itu sebabnya, dia menilai kursus atau sekolah pranikah pada calon pasangan suami-istri sangat penting.
Hal itu disampaikan Mahfud Shodar menanggapi wacana pemberian kursus pranikah pada pasangan yang hendak melangsungkan pernikahan bakal dimatangkan oleh Kementerian Agama (Kemenag) RI.
Menurut Mahfud, kursus pranikah bisa menambah wawasan dan kedewasaan mengenai kehidupan berumah tangga. Bahkan Mahfud menjelaskan, pemerintah melalui Kemenag dapat memformulasikan pemberian sertifikat kepada calon pasangan suami-istri.
Setelah mendapatkan kursus atau sekolah pranikah, selanjutnya disahkan dengan sertifikat agar lebih meyakinkan. “Mungkin nantinya akan ada semacam sertifikat, jadi sebelum nikah harus punya sertifikat pranikah,” tambahnya.
Menteri Agama (Menag), Lukman Hakim Saifuddin, pada akhir tahun 2015 lalu menyatakan komitmen untuk menyelenggarakan kursus pranikah bagi calon pengantin. "Nantinya, kursus pranikah tidak hanya dilakukan Kemenag namun juga bisa melalui Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)," ujarnya.
Menteri Agama RI menjelaskan, ormas, majelis keagamaan, LSM, dan lembaga lainnya, yang akan diberi amanah untuk melakukan kursus terlebih dahulu memahami panduan dari Kemenag. Menteri Agama mamandang perlu adanya desain kursus pranikah yang lebih serius, terstruktur, dan terencana dengan baik.