Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mertua Penuh Empati, Menantu Jatuh Hati

13 Juli 2021   06:22 Diperbarui: 13 Juli 2021   16:42 1163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hubungan antara mertua dan menantu (Sumber: Shutterstock via lifestyle.kompas.com)

Jika mertua penuh empati, menantu akan jatuh hati. Jika mertua suka menyakiti, menantu akan sakit hati" (Cahyadi Takariawan, 2021)

"Saya stres karena perlakuan ibu mertua kepada saya. Semua yang saya lakukan selalu salah, tidak ada yang benar di mata beliau. Bahkan sekadar cara mencuci dan menjemur baju suami, setiap hari ibu mertua harus mengawasi," keluh seorang istri di ruang konseling.

"Jika cara mencuci baju yang saya lakukan berbeda sedikit saja dari cara yang dikehendaki mertua, saya langsung dimarahi. Saya diminta mengulang mencuci dari awal," lanjutnya sambil berurai air mata.

Betapa depresi kondisi perempuan muda tersebut ketika tinggal bersama ibu mertua yang galak dan judes. 

Sebagai pengantin baru, ia tidak bisa merasakan kebahagiaan dan kesenangan seperti yang dialami pengantin baru lainnya. Justru seperti masuk camp tawanan perang yang kejam.

Mengapa banyak terjadi ketidakharmonisan antara mertua dengan menantu? Tentu ada sangat banyak faktor yang menjadi pemicu. Saya akan mengajak Anda meninjau dari sisi mertua terlebih dahulu.


Dalam postingan sebelumnya, telah saya sampaikan bahwa untuk menjadi mertua yang dirindukan menantu, harus menyiapkan diri dengan baik. Di antara persiapan utama untuk menjadi mertua adalah bekal ilmu pengetahuan.

Ada banyak ilmu yang penting dimengerti dan dikuasai hingga level praktik, agar bisa mendukung persiapan menjadi mertua yang baik. Salah satunya adalah ilmu tentang empati dan praktik dalam kehidupan sehari-hari.

Mertua Penuh Empati

Sebagaimana diketahui bersama, empati adalah menempatkan diri kita pada posisi orang lain. Empati tidak sekadar mengetahui keadaan orang lain, namun bisa merasakan keadaan tersebut.

Untuk menjadi mertua yang baik, harus memiliki empati kepada menantu. Mengerti keadaan menantu, bisa merasakan keadaan menantu, karena menempatkan diri pada posisinya.

Contoh praktisnya seperti ini. Ada mertua perempuan yang berlaku galak kepada menantu perempuannya dan suka mengatur menantu sampai tingkat teknis, mulai dari bagaimana cara menyapu, bagaimana cara mencuci baju, bagaimana cara mengepel lantai, dan lain sebagainya.

Menantu zaman now pasti sangat sebel dengan cara perlakuan seperti itu. Sebagai anak muda, ia merasa diperlakukan seperti anak kecil yang serba diinstruksi. Seakan dirinya dianggap tidak tahu menahu tentang apapun, sehingga harus diintervensi sampai level teknis.

Nah, yang dimaksud empati adalah mertua yang mengerti keadaan menantu tersebut. Bahwa sang menantu tidak suka diperlakukan dengan cara seperti itu. Bisa merasakan suasana sebel yang dialami menantu, bisa merasakan ketersinggungan menantu, lantaran diperlakukan dengan semena-mena.

Pertanyaan yang harus diajukan kepada diri sendiri oleh mertua adalah, "Apakah aku suka diperlakukan seperti itu oleh orang lain? Apakah aku suka diperlakukan seperti anak kecil oleh orang lain?" Jika tidak suka, jangan melakukan tindakan seperti itu kepada menantu.

Maka mertua harus bisa berempati terhadap menantu. Dengan sikap empati ini, mertua akan bisa memperlakukan menantu dengan baik, tidak semena-mena, tidak menganiaya. Siapapun menantunya, pasti akan bahagia memiliki mertua yang sangat mengerti dirinya.

Secara teori, empati bukanlah dimensi tunggal. Empati tersusun atas beberapa dimensi yang saling terajut satu dengan yang lain.

Empati Spiritual

Pertama kali, mertua perlu memiliki empati spiritual, yaitu empati yang bersifat transenden. Mertua mengerti sepenuhnya bahwa perbuatan baik yang ia lakukan selalu dilihat oleh Allah dan akan mendapat balasan kebaikan. Demikian pula perbuatan jahat yang ia lakukan selalu dilihat Allah dan akan mendapat balasan keburukan.

Sumber: quotesgra
Sumber: quotesgra
Mertua tidak mau melakukan perbuatan buruk kepada menantu, karena mengetahui bahwa perbuatan buruk itu berbuah dosa. 

Mertua senang berbuat baik kepada menantu karena meyakini bahwa kebaikan yang ia lakukan akan dibalas Allah dengan pahala.

Ada suasana transenden dan religius yang dimiliki mertua yang melandasi kegiatan hidup sehari-hari. 

Ia memiliki rasa Ketuhanan yang menyebabkan tindakan, ucapan, pikiran dan perasaan selalu disandarkan kepada aspek Ketuhanan tersebut.

Empati Kognitif

Selanjutnya mertua perlu memiliki empati kognitif, yaitu kemampuan untuk memandang sesuatu pada perspektif orang lain. 

Mertua mampu melihat realitas berdasarkan perspektif menantu, bukan sekadar perspektifnya sendiri. Empati jenis ini bertumpu pada aspek kognitif.

Empati kognitif bersifat rasional dan logis. Ketika berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari, mertua tidak memaksakan kehendak dan pandangannya kepada menantu. Misalnya tentang tempat tinggal, pekerjaan, dan lain sebagainya.

Dalam hal tempat tinggal dan pekerjaan, semestinya mertua tidak memandang dari perspektif dirinya. Mertua harus bisa melihat dari perspektif sang menantu, lebih nyaman tinggal di mana, lebih enjoy bekerja di sektor apa, dan sebagainya.

Apalagi dalam hal yang sangat teknis, seperti cara mencuci baju. Secara logika, mencuci baju bisa dilakukan dengan banyak cara. Yang penting hasil akhirnya adalah bersih dan rapi.

Empati Emosional

Mertua juga perlu memiliki empati emosional, yaitu kedekatan secara emosional dengan menantu. Secara tulus mertua memberikan kasih sayang kepada menantu, sebagaimana kepada anaknya sendiri. Tidak menganggap menantu sebagai tamu atau orang asing, namun menganggap sebagai keluarga inti.

Empati emosional bertumpu kepada sisi emosi. Dalam berinteraksi dengan menantu, mertua menempatkan menantu sebagai seseorang yang harus dikasihi sepenuh hati. Bukan dimusuhi atau dibenci. Bukan dicaci maki dan disakiti.

Mertua memperlakukan menantu dengan pengertian dan penghargaan. Ingatlah, siapapun menantu Anda, dia adalah anak dari seorang ayah dan seorang ibu yang sangat mencintai dan menyayanginya. Ayah dan ibunya pasti sangat bahagia jika anaknya diperlakukan baik oleh orang lain.

Empati Somatik

Mertua perlu memiliki empati somatif, yaitu mampu merasakan keadaan yang dihadapi menantu. Dari mana empati somatik ini bisa didapatkan? Dari empati spiritual, kognitif dan emosional.

Berbekal empati spiritual, mertua cenderung melakukan kebaikan, agar mendapat pahala. Dengan bekal empati kognitif, mertua mampu melihat dari perspektif menantu. 

Dengan empati emosional, mertua mampu memberikan ekspresi kasih sayang kepada menantu. Dengan bekal ketiga empati itu, mertua bisa memiliki empati somatik.

Jika menantu merasa sakit hati karena diperlakukan secara semena-mena, mertua mampu merasakan sakit hati tersebut. Dengan demikian mertua tidak akan melakukan tindakan yang membuat menantu sakit hati.

Jika menantu stres karena diperlakukan seperti pembantu rumah tangga, mertua mengerti stres tersebut. Bahkan bisa ikut merasakan suasana stres tersebut. Dengan empati ini, mertua tidak akan memperlakukan menantu seperti pembantu rumah tangga.

Betapa bahagia menantu --dan calon menantu, jika memiliki mertua penuh empati seperti ini, pasti menjadi rebutan calon menantu. 

Jika mertua penuh empati, menantu akan jatuh hati. Jika mertua suka menyakiti, menantu akan sakit hati.

Bahan Bacaan: Jodi Clarke, Cognitive vs. Emotional Empathy, 7 April 2020, 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun