Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengawali, Menjalani dan Mengakhiri Pernikahan dengan Benar

9 Desember 2018   16:22 Diperbarui: 9 Desember 2018   16:28 1437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
wildsecretsafaris.com

Demikian pula arahan dalam banyak hadits Nabi Saw tentang pernikahan. Cukuplah saya nukilkan satu sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berikut:

"Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki kemampuan (baa-ah), maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya." (HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400).

Itu semua adalah pondasi yang kuat untuk memulai kehidupan pernikahan. Bahwa menikah karena melaksanakan arahan Allah dan contoh dari Rasulullah Saw. Tidak semata-mata karena dorongan instinktif. Tidak memulai dengan dorongan syahwat. Namun memulai kehidupan pernikahan dengan benar, yaitu sesuai arahan Allah dan Rasul.

Menjalani Dengan Benar

Kehidupan setelah menikah harus dijalani sesuai arahan Allah di dalam Al Qur'an dan arahan Nabi Saw dalam hadits beliau. Semua titik interaksi dan komunikasi dalam kehidupan pernikahan, hendaknya selalu berada dalam koridor yang benar, misalnya bagaimana menjalankan hak dan kewajiban sebagai pasangan suami istri, bagaimana konsep kepemimpinan, ketaatan, musyawarah, mu'asyarah bil ma'ruf, wasiat, waris, dan lain sebagainya.

Dalam kaitan interaksi antara suami dan istri, Islam telah memberikan pondasi yang kokoh agar suami dan istri selalu berusaha untuk membangun kehidupan yang harmonis serta bahagia. Allah berfirman di dalam surat An Nisa' ayat ke 19:

"Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak".

Ayat di atas terkait dengan kebiasaan sebahagian masyarakat Arab Jahiliyah. Pada masa itu, apabila seorang lelaki meninggal dunia, maka anak tertua atau anggota keluarga yang lain berhak mewarisi jandanya. Janda tersebut boleh dikawini sendiri atau dikawinkan dengan orang lain yang maharnya diambil oleh pewaris atau tidak dibolehkan kawin lagi.

Dalam kitab tafsirnya Al-Qurtubi menjelaskan, maksud ayat ini adalah menghilangkan adat kebiasaan jahiliyah dan bahwa wanita tidak boleh dijadikan seperti harta yang dapat diwarisi dari suaminya. Sedangkan Ibnu katsir menjelaskan, ayat ini mencakup berbagai kebiasaan masyarakat jahiliyah tersebut. Allah Ta'ala mengarahkan pembicaraan kepada para suami yang berlaku jelek, kasar atau zhalim terhadap istrinya. Maksudnya : seseorang memiliki istri yang ia tidak sukai padahal sudah diberikan mahar, lalu ia susahkan wanita itu agar mau menebus dirinya dengan mahar tersebut. Demikian dikatakan Adh-Dhahak dan Qatadah serta Ibnu jarir.

Allah memerintahkan para suami untuk bergaul secara baik dan patut dengan istri (mu'asyarah bil ma'ruf). Kata al-ma'ruf artinya segala sesuatu yang dimaklumi atau dikenali kepatutan, kebaikan atau kebenarannya, menurut aturan Allah dan Rasul-Nya, maupun ukuran kemanusiaan dan masyarakat pada umumnya. Para ulama memahami kalimat "wa 'asyiruhunna bi ma'ruf" sebagai perintah untuk berbuat baik kepada istri yang dicintai ataupun tidak dicintai. Kata ma'ruf mencakup tidak mengganggu, tidak menyakiti, tidak memaksa, tidak berlaku kasar, dan selalu berbuat baik kepada istri.

Dalam kitab tafsirnya Ibnu Katsir menjelaskan, "Baguskanlah perkataan kalian kepada istri kalian, perbaikilah tingkah laku dan penampilan kalian sebatas kemampuan kalian. Sebagaimana kalian senang istri kalian berlaku seperti itu, maka berlakulah seperti itu pula. Hal ini sesuai dengan firman-Nya : "Bagi istri berhak mendapat kebaikan seperti kewajibannya" dan sabda Nabi : Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap istrinya. Dan akulah yang terbaik terhadap istri".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun