Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sertifikat Layak Menikah, Perlukah?

18 Juli 2016   15:01 Diperbarui: 18 Juli 2016   16:26 2071
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk itulah calon pengantin laki-laki dan perempuan harus mendapatkan pembekalan yang memadai tentang seluk-beluk kehidupan berumah tangga. Setiap calon pengantin harus memiliki kemampuan untuk memverbalkan visi pernikahan mereka sehingga pernikahan benar-benar visioner. Bagian yang sangat penting bagi para calon pengantin adalah bab penguatan dan pelurusan motivasi menikah. Jangan sampai menikah hanya karena accident belaka, atau hanya coba-coba, atau hanya karena pengen, atau karena naluri manusia dewasa semata-mata.

Menikah dan hidup berumah tangga harus dilandasi dengan motivasi ketuhanan, bahwa menikah adalah ibadah, menunaikan misi peradaban kemanusiaan yang sangat mulia. Menikah adalah tuntunan syariah, dan meneladani sunnah Nabi Saw, bukan semata-mata karena menyalurkan hasrat kemanusiaan. Menikah memiliki tujuan-tujuan dan misi yang sangat mulia. Ini merupakan bagian fondasi yang sangat penting untuk dimiliki oleh semua orang yang akan melaksanakan pernikahan.

Di antara pembekalan pranikah adalah tentang keterampilan hidup berumah tangga, bagaimana menjadi suami, bagaimana menjadi istri, bagaimana menjadi orang tua, bagaimana manajemen kehidupan berumah tangga, dan berbagai renik kerumahtanggaan. Penting juga untuk disampaikan tentang proses pernikahan yang baik dan benar.  Banyak kalangan muda yang terjebak pergaulan bebas hingga melampaui batas kepatutan budaya dan melanggar aturan agama. Ini harus diluruskan dan dibimbing dengan cara yang baik.

Banyaknya KDRT, konflik hingga perceraian, salah satunya disebabkan karena minimnya persiapan menjelang menikah dan tidak adanya penjagaan setelah menikah. Hidup berumah tangga di Indonesia itu ibarat terjun bebas tanpa instruktur, tentu saja sangat membahayakan. Menikah tidak didasari oleh ilmu dan kesiapan yang memadai, menikah hanya karena desakan-desakan situasi dan kondisi. Sangat disayangkan program pembekalan belum dilakukan juga dalam masing-masing keluarga.

Kursus Calon Pengantin (Suscatin)

Sesungguhnya program Suscatin (Kursus Calon Pengantin) sudah menjadi salah satu tugas Kementerian Agama, namun sayangnya tidak bisa berjalan dengan baik di berbagai daerah dengan beragam alasan. Banyak pihak KUA tidak menjalankan Suscatin menyatakan karena tidak ada dukungan dana. Hal ini sangat disayangkan, karena program Suscatin sangat penting untuk memberikan landasan pemahaman dan kesiapan diri untuk kehidupan berumah tangga yang kokoh dan baik.

Beberapa negara tetangga sudah mempraktikkan pembekalan menjelang perkawinan. Di Malasyia, pembekalan calon pengantin dilakukan dengan kegiatan Kursus Praperkahwinan. Sertifikat kelulusan menjadi salah satu syarat untuk bisa memproses pernikahan. Di Singapura, setiap calon pengantin harus mengikuti kursus dan mendapatkan sertifikat. Di dalam tradisi gereja juga sudah dilakukan hal yang demikian. Justru di lingkungan masyarakat muslim, yang belum memiliki tradisi sertifikasi untuk menyatakan kesiapan menikah.

Sebenarnya Kementerian Agama RI telah mengeluarkan regulasi yang mengatur pembekalan pranikah melalui Peraturan Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama nomor DJ.II/491 Tahun 2009 tentang Kursus Calon Pengantin. Dalam regulasi tersebut diatur materi pembekalan yang cukup memadai dengan waktu pelaksanaan sekitar 24 jam pelajaran, dengan materi:

(a) Tatacara dan Prosedur Perkawinan (2 jam);

(b) Pengetahuan Agama (5 jam);

(c) Peraturan Perundangan di Bidang Perkawinan dan Keluarga (4 jam);

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun