Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Anak Menangis Keras? Jangan Penuhi Permintaannya!

29 Januari 2016   06:45 Diperbarui: 27 Mei 2021   16:04 18307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perhatian adalah bentuk kasih sayang orang tua yang dikenali oleh anak. Saat orang tua terbagi perhatiannya dengan hal-hal lain, seperti pekerjaan, tamu, gadget atau hal lainnya, membuat anak merasa kurang mendapat perhatian.

Semua anak balita ingin agar dia adalah satu-satunya bagi kedua orang tuanya. Maka saat memiliki “pesaing” yang membuat perhatian orang tuanya terbelah, balita merasa tidak nyaman. Ia bertingkah untuk meminta perhatian lebih dan bahkan menjadi satu-satunya yang diperhatikan orang tuanya. Termasuk ketika di usia balita ia sudah memiliki adik, baginya adik adalah pesaing yang merebut perhatian orang tuanya.

Anak yang menangis hingga meraung-raung mungkin sedang mencari perhatian, agar dirinya menjadi fokus perhatian. Namun Jacob Azerrad, Ph.D dan Paul Chance, Ph.D dalam artikel “Why Our Kids Are Out of Control” yang dimuat di web Psychology Today menyampaikan peringatan agar orang tua tidak memberikan perhatian yang salah terhadap anak. 

Ia mengutip pernyataan Betty Hart, Ph.D dari University of Washington bahwa perhatian yang salah terhadap anak bisa berdampak negatif terhadap kejiwaannya.

Yang dimaksud dengan perhatian yang salah adalah bentuk “kekalahan” orang tua atau bentuk “pragmatisme” orang tua saat menghadapi anak menangis. Agar anaknya segera diam, tidak ribut, dipenuhilah apa yang menjadi keinginannya. Ketika anak minta dibelikan mainan sampai menangis, akhirnya dibelikan. 

Ketika anak minta makanan kesukaannya hingga menangis, segera dibelikan untuknya. Akhirnya anak menjadi memiliki “senjata” agar bisa dipenuhi keinginannya. Senjata itu adalah : menangis. Makin keras tangisnya, makin dipenuhi keinginannya.

Saat anak merasa berhasil menggunakan tangisan sebagai senjata, ia akan semakin “menggoda” orang tuanya. Saat orang tua sedang berbincang bersama teman-teman kantor atau koleganya, si anak segera melancarkan aksi untuk meminta perhatian dengan menangis. Tangisan ini ampuh, membuat orang tua segera memenuhi permintaan si anak, agar anak segera diam dan tidak mengganggu orang tuanya.

Mungkin orang tua merasa terganggu dengan suara tangisan anak, mungkin merasa kasihan, mungkin pula merasa malu dengan lingkungan sekitar. Misalnya saja saat sedang berada dalam suatu pesta, tiba-tiba anaknya menangis keras. Tentu hal ini bisa membuat orang tua merasa terganggu sekaligus malu kepada para tamu yang hadir dalam pesta itu. Agar anak cepat diam, segera diberikan apa yang menjadi keinginannya. Jika hal seperti ini terus menerus dilakukan, akan bisa menjadi watak dan karakter pada si anak hingga usia remaja.

Sebuah penelitian dilakukan oleh Psikolog Betty Hart dan tim pada seorang anak balita bernama Bill. Anak ini dijuluki 'crybaby' di pre schoolnya, saking sering menangis. 

Setiap pagi Bill yang berusia empat tahun itu menangis 5 hingga 10 kali. Dia akan menangis saat jatuh atau saat anak lain mengambil mainannya. Semua anak dan guru mengenali tangis Bill, karena hal itu rutin terjadi setiap pagi.

Setiap Bill menangis, guru akan segera mendatangi untuk menenangkannya. Ini mungkin menjadi semacam rasa tanggung jawab guru terhadap Bill yang telah dititipkan untuk belajar di lembaga mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun