Mohon tunggu...
Sahyul Pahmi
Sahyul Pahmi Mohon Tunggu... Masih Belajar Menjadi Manusia

Bukan siapa-siapa hanya seseorang yang ingin menjadi kenangan. Email: fahmisahyul@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Jangan Terlalu Bijak, Nanti Tidak Belajar

3 Mei 2025   17:14 Diperbarui: 3 Mei 2025   17:14 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi: Dokumentasi Pribadi Hasil Generate AI/chatgpt.com

Jude Bellingham,

pemuda yang namanya seperti gabungan antara tokoh utama novel perang dan nama stasiun kereta di Inggris, sedang mengalami fase yang tidak begitu menjanjikan dalam kariernya di Real Madrid. Dulu, dia kemas 19 gol dari 28 laga LaLiga. Sekarang, baru delapan gol dari 27 laga. Kalau dikalkulasi dengan rumus eksponensial yang dibuat-buat, penurunannya cocok dijadikan grafik penurunan harga minyak goreng pas Lebaran lewat.

Tapi bukan golnya yang menarik, melainkan nasihat dari Graeme Souness, pria yang kelihatan seperti guru olahraga yang kalau marah langsung lempar peluit ke papan skor. Souness berkata: "Jangan terlalu bijak sampai tak bisa belajar dan mendengarkan."

Kalimat itu cocok jadi stiker motor trail, caption Instagram motivator, atau judul lagu indie bertema kerohanian. Dan juga cocok untuk banyak orang Indonesia yang merasa sudah lulus kuliah, baca buku Nietzsche sekali, lalu sok tahu soal hidup.

Bayangkan, Jude Bellingham, yang gajinya cukup buat beli ratusan ruko di Makassar, masih harus dinasihati agar jangan terlalu bijak. Sementara kita, yang masih debat di grup WA soal siapa yang lebih bagus: Ronaldo atau Roti Cane, malah sering menutup kuping sambil merasa dunia ini salah, bukan kita.

Souness benar.

Di zaman sekarang, orang pintar makin banyak, tapi yang mau mendengar makin langka. Semua merasa tahu segalanya. Komentar di Twitter isinya kayak skripsi, tapi begitu ketemu orang tua sendiri malah malas jawab salam.

Kita ini suka mengidolakan pemain muda, lalu kecewa ketika mereka tidak seperti tokoh di anime. Jude, dengan segala tekanan dan ekspektasi, adalah representasi dari anak-anak muda yang disuruh cepat sukses, cepat matang, dan cepat naik daun. Kalau bisa, sekalian cepat pensiun kaya.

Tapi manusia bukan nasi goreng. Tidak bisa dimasak cepat pakai api besar. Butuh waktu, proses, dan tentu saja... bumbu. Kritik itu bumbu. Kritik dari pelatih, dari komentator, dari orang tua, dari netizen---semua itu bumbu. Tapi ya jangan kebanyakan micin juga, nanti bego permanen.

Dan lucunya, kadang orang-orang seperti Souness ini lebih peduli pada masa depan Jude ketimbang beberapa fans Madrid yang tiap minggu bikin kompilasi "Bellingham Flop Moments" di TikTok. Begitu pula kita. Kadang yang memberi kritik jujur adalah orang yang benar-benar ingin kita tumbuh, bukan sekadar pansos atau cari views.

Saya jadi ingat nasihat nenek saya: "Orang kalau terlalu bijak, bisa jadi nggak ngerti lagi cara jadi bodoh." Maksudnya, terlalu sok tahu malah membuat kita enggan belajar, karena merasa sudah tahu semua. Kayak mahasiswa semester akhir yang ogah bimbingan karena yakin dosennya nggak sepintar dia.

Bellingham perlu mendengar.

Kita semua juga. Apalagi di zaman algoritma yang bikin semua orang hanya melihat apa yang ingin dilihat, bukan yang perlu dilihat. Kita butuh disadarkan bahwa tak semua sorakan adalah hinaan, dan tak semua kritik adalah kutukan.

Di kampung saya, kalau ada anak kecil yang terlalu cepat dewasa, orang-orang bilang, "Dia ini kebanyakan nonton sinetron." Nah, Bellingham mungkin kebanyakan tonton highlight dirinya sendiri. Padahal hidup tak cuma soal momen keren dengan backsound EDM. Ada juga babak di mana kita diledek, gagal, bahkan bikin kesalahan bodoh.

Dan itu bukan akhir. Itu awal dari pendewasaan.

Asal telinga tetap terbuka.

Karena kadang, nasihat paling berguna datang dari mulut yang tak kita suka. Seperti kritik pedas dari guru yang dulu kita benci, tapi sekarang kita tahu: dialah yang pertama kali bilang, "Jangan bangga karena ranking satu kalau temanmu cuma lima orang."

Begitu juga Jude. Delapan gol memang sedikit. Tapi kalau setelah itu dia jadi lebih bijak---bukan sok bijak, ya---maka musim depan bukan tak mungkin dia kemas 30 gol dan satu surat cinta dari Souness yang berbunyi: "Kau dengar aku. Aku bangga padamu."

Dan kita pun bisa belajar satu hal: menjadi hebat bukan soal menolak kritik, tapi tahu kapan diam dan menyimak.

***

Makassar. 03/05/2025

Referensi:

- Detik Sport: Jude Bellingham Diingatkan Souness agar Jangan Terlalu Bijak (2025)

- Statistik La Liga: laliga.com

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun