Mohon tunggu...
Anak Tansi
Anak Tansi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Financial

Strategi Zig Zag Eropa Hentikan Biodiesel Indonesia

12 Mei 2019   16:22 Diperbarui: 12 Mei 2019   16:34 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar https://www.star2.com 

Semua pihak dalam negeri tahu, terutama pelaku usahan industry sawit, bahwa ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) adalah sebuah kebijkan dengan maksud untuk meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar dunia. Selain juga untuk meningkatkan daya tawar ke pasar Eropa yang cenderung rewel dalam menentukan jenis produk yang akan mereka konsumsi.

Konsep yang mengedepankan tata kelola secara berkelanjutan ini tak bisa hanya dipandang secara pendekatan ekonomi belaka. Karena dibalik geliat ekonomi dibalik licinnya minyak ini masih ada sejumlah tanggungjawab lain yang diemban,  seperti masalah lingkungan yang kerap disuarakan oleh pegiat social. Padahal masalah utamanya bukan pada lingkungannya.

Fakta-fakta ini yang banyak dilewatkan oleh para pengusung alam tersebut yang umumnya berasal dari sejumlah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) atau NGO baik dalam dan luar negeri.

Keberadaan ISPO sebagai upaya pemerintah dalam mendapatkan cap usaha kelapa sawit yang ramah lingkungan dan berkelanjutan belum dilihat  mayoritas NGO itu sebagai wujud keseriusan pemerintah dalam tata  kelola usaha ini di Indonesia. Padahal ISPO ini adalah cara Indonesia memperbaiki tata kelola bisnis sawit berkelanjutan di dalam negeri agar sesuai dengan keinginan konsumen eropa.

Namun setelah proses label ISPO ini mulai berjalan, dimana sawit harus bersertifikat, tudingan baru muncul lagi.. Kali ini dengan ikut serta menyebut RSPO   sebagai label yang bentuk oleh sejumlah negara dan korporasi dunia  atau LSM saja tidak  cukup.

Bagi mereka,  labet itu hanya berfungsi sebagai alat, dan bukan obat yang penyembuh,  Tanpa ada komitmen jelas dan disiplin dari pemerintah untuk benar-benar memperbaiki tata kelola industri sawit nasional demi kepentingan bangsa,  katanya, sistem apapun tak akan menguntungkan.

Pernyataan Direktur Yayasan Madani Berkelanjutan Teguh Surya  seperti dikutip dari laman Mongabay Kamis (10/5/18),  hanya memutar lagu lama  seperti jutaan hektar sawit illegal, sawit merambah taman nasional, pembakaran lahan untuk keperluan penanaman kelasa sawit, perusahaan ngemplang pajak, masyarakat adat tergusur, dll,,, adalah pengulangan atas  kejadian faktualnya sudah berlangsung beberapa tahun lalu.

 

Ambil contoh

1.  Berita     Kompas, 15 September 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun