Meski begitu, saya tidak terlampau mempermasalahkannya karena belum tentu juga Mas Nadiem "sengaja" menyelipkan semboyan Siliwangi tersebut.
Saya lebih tertarik dengan kecocokan momentum semboyan ini dengan peringatan Hardiknas dalam suasana pandemi untuk kedua kalinya.
Pedekate dengan Semboyan Prabu Siliwangi
Sebagaimana diketahui, sosok Prabu Siliwangi tidak lain ialah Sri Baduga Maharaja, yang memimpin Kerajaan Pakuan Pajajaran. Kala itu wilayah Pajajaran itu meliputi Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, Kalapa, Karawang, hingga Cimanuk.
Lebih jauh, Sri Baduga ternyata juga dikenal sebagai Ratu Pakuan maupun Ratu Sunda.
Sedangkan Nama Siliwangi sendiri berasal dari kata "Silih" dan "Wawangi", yang berarti sebagai pengganti Prabu Wangi.Dari sana pula hadir anggapan bahwa Sri Baduga adalah pengganti Prabu Wangi, sebagai silih yang telah hilang
Diterangkan oleh Effendy Suryana dalam Kapita Selekta Siliwangi, sejatinya Prabu Siliwangi bertanggung jawab terhadap pelestarian nilai-nilai luhur Sunda sekaligus implementasi nilai-nilai tersebut untuk peradaban manusia di masa depan.
Maka dari itulah, ketika hadir peradaban manusia yang terlampau materialis serta kapitalis, maka segenap sikap kepedulian untuk saling mencerdaskan, saling mengasihi, dan saling mengasuh menjadi sangat penting untuk kembali digaungkan.
Perbaikan peradaban manusia itu kemudian akrab dikenal dengan semboyan Siliwangi "Silih asih, Silih asah, dan Silih asuh".
Silih asih yaitu rasa saling mengasihi yang meliputi mengasihi sesama manusia, mengasihi makhluk ciptaan Tuhan, juga mencintai Tuhan Sang Pencipta..
Silih asah adalah saling memperkuat, menopang, mendukung dalam mencapai kebaikan dan kemajuan.