2. Tinggikan Empati
Sebagai guru, rasanya kita tidak bisa terlampau egois memaksakan kehendak diri maupun tuntutan kurikulum.Â
Pemaksaan terhadap siswa agar menguyah segunung materi tanpa memandang situasi rasanya sama saja dengan sikap antipati terhadap perilaku belajar.
Bukannya makin cerdas dan pintar, siswa malah jenuh karena keluhan mereka tak pernah didengar.
Maka dari itulah, guru yang baik adalah mereka yang mau mendengarkan keluhan siswanya, memahami mereka secara personal maupun kelompok, serta cepat ngeh dengan harapan pembelajaran ala siswa.
Bagaimana cara membiasakan perilaku empati? Kalau boleh saya gunakan bahasanya dewan penguji proposal penelitian, maka cara melahirkan empati ialah dengan "dudukkan terlebih dahulu masalahnya" lalu kemudian dirajut fokus pembelajaran yang diinginkan.
3. Ciptakan Komunikasi yang Audible
Ingin menghadirkan komunikasi yang efektif di kelas? Sebaiknya kita sebagai guru perlu introspeksi diri terlebih dahulu. Berapa kali siswa di kelas mengulang kalimat "Maksudnya seperti apa, Pak?" "Bagaimana, Pak, Coba Jelaskan Ulang Panduannya?"
Jika beruntai kalimat tersebut masih sering kita terima, berarti pesan yang kita sampaikan kepada siswa selama ini belum cukup audible alias belum dapat dimengerti dengan baik.
Terkadang, siswa cepat nge-halu kalau seorang guru menyampaikan instruksi berdasarkan kata-kata buku. Apalagi kalau gurunya duduk di meja guru sembari baca buku. Hemm
Untuk mengatasi hal tersebut, kita bisa "mendesain" mimik wajah serta menggunakan bahasa tubuh yang baik dan mengundang perhatian siswa. Dengan cara itu, biasanya siswa langsung menangkap apa yang guru kehendaki.
4. Jelas Pesannya
Waktu belajar di kelas itu singkat, terlebih lagi dengan hadirnya pandemi. Jadi...guru tak perlu bertele-tele dalam menyampaikan panduan pembelajaran.
Kecuali kalau guru tersebut sedang menerapkan strategi pembelajaran berbasis peningkatan kemampuan berpikir. Oke oke saja.