Sama seperti kompresor angin, agaknya kegiatan belajar juga demikian. Siswa mungkin terlihat sedang belajar, tetapi, tanpa adanya motivasi maka belum tentu siswa tadi melibatkan jiwa dan raganya dalam proses belajar.
Untuk melibatkan jiwa dan raga ini, diperlukanlah adanya motivasi sebagai mesin penggerak kegiatan belajar. Siapa yang bisa menggerakkan mesin ini? Tentu saja para guru.
Di sinilah pentingnya kegiatan apersepsi dalam pembelajaran. Sebelum memulai aktivitas belajar, guru tak bisa langsung masuk ke inti materi. Guru perlu terlebih dahulu menyampaikan tujuan belajar dan mengapa kompetensi ajar di hari itu penting untuk dikuasai siswa.
Jika hal ini tidak dilakukan---misalnya guru masuk kelas dan langsung memberi tugas, lalu guru kembali lagi duduk ke ruang guru---maka kegiatan belajar di kelas nyata maupun maya seakan-akan tak punya roh.
Jiwa belajar siswa mengambang entah ke mana, sedangkan raganya hanya berdiam di ruang kelas.
Alhasil, pembelajaran di hari itu jadi kurang bermakna, bukan?
Kedua, Motivasi Intrinsik Lebih "Wow" daripada Motivasi Ekstrinsik
Sekilas, mungkin yang namanya motivasi itu sama saja. Entah siapa yang jadi motivator, entah pengalaman hidup mana yang jadi inspirasi semuanya akan sangat bermanfaat ketika seseorang telah termotivasi.
Jika tidak? Ya, apa boleh buat. Sebukit kata-kata indah, segunung kata-kata mutiara akan jadi kisah "hanya lewat" layaknya postingan medsos yang sempat kita like namun malas untuk dibaca.
Kendatipun demikian, seperti apapun motivasi yang datang dari luar diri seseorang, terkadang sifat lengketnya hanya sementara. Dalam artian, ketika ada motivasi yang lebih mengena dibandingkan dengan hari kemarin, seseorang akan rela mengubah kecenderungan psikologisnya.
Nah, apakah hal ini cukup merugikan? Tergantung, sih. Kalau motivasi yang didapat hari ini lebih baik daripada hari kemarin dan bersifat positif, tak mengapa.
Tapi kalau sebaliknya? Tentu saja rugi. Kecenderungan terhadap hal baik sudah lengket, eh, tiba-tiba motivasinya lenyap!
Saya kira, dalam kegiatan belajar juga begitu. Ketika motivasi belajar siswa datangnya dari luar diri (semisal: guru, teman sebaya, tetangga, orang tua, atau influencer), belum tentu kecenderungan itu akan bertahan lama.