Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kebakaran Hutan Buat Jokowi Malu? Kembali ke SD Saja!

6 Agustus 2019   23:16 Diperbarui: 7 Agustus 2019   14:53 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover Modul Ajar pengintegrasian pengurangan risiko kebakaran untuk SD/MI. Sumber: Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Indonesia

Seperti yang diberitakan kompas.com, kebakaran hutan dan lahan di Indonesia telah menganggu kenyamanan negara tetangga yaitu Singapura dan Malaysia. Wajar saja, tahun demi tahun koordinasi pemerintah hanya menjadikan kasus kebakaran menjadi anti klimaks. Padahal maunya kita langsung tamat dengan happy ending, tapi apa daya kenyataan saat ini.

Beberapa upaya rapat dengan pihak terkait seperti BNPB, TNI/Polri, hingga menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang dilakukan dari waktu ke waktu agaknya tidak berkesimpulan. Lalu mau ditaruh dimana muka kita ketika menghadap negara tetangga? Apalagi membawa nama bangsa, kita yang membaca pun ikut malu, meski hanya Presiden yang menghadap.

Fenomena kebakaran hutan sejatinya berbeda dengan gempa maupun tsunami. Kebakaran hutan bukanlah bencana yang  dapat terjadi secara "mendadak" layaknya gempa. Artinya, tidak perlu grasak-grusuk rapat koordinasi di sana-sini hingga petinggi negara pun turut berkeringat dingin dan mengkerutkan kening.

Upaya pencegahan harusnya sudah digaungkan sebelum kebakaran terjadi. Tapi, upaya bukan sekedar bercakap awas jerebu awas jerebu semata. Kalau sudah terjadi seperti ini, apa gunanya kita dapat nilai 100 pelajaran IPS di SD?

Nah, tak mengingat lupa bahwa dulu di SD kita pernah belajar tentang pengintegrasian pengurangan risiko kebakaran. Tidak tanggung-tanggung, pemerintah sendiri yang menyiapkan Buku Pengayaan guru terkait dengan kebakaran lewat Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Indonesia yang terbit pada tahun 2009 lalu.

Daripada terus berdebat dan sibuk mencari biang kesalahan, mari sejenak kita mengorek pelajaran SD terkait dengan kebakaran hutan. Pada modul ini, terkuak ada empat bentuk pengurangan risiko kebakaran hutan. Yuk kita simak:

Upaya Pencegahan

Mencegah lebih baik daripada mengatasi. Semua orang pasti membenarkan kalimat bijak ini. Kita ambil 1 contoh permisalan. Misalnya, kita membuat upaya pencegahan berupa kandang kambing agar kambing-kambing kita tidak dimakan serigala. Cara ini tentu lebih baik daripada menunggu serigala itu datang.

Bayangkan saja jika serigala itu datang dan kita belum membuat kandang kambing. Bisa saja kambing kita habis dilahap serigala, dan risiko terbesar adalah kita ikut dimakan serigala bersama kambing-kambing kita. Kan sedih, kan miris, dan uniknya penyesalan yang timbulpun tidak bisa keluar dari perut serigala tersebut. Hehe

Sama perihalnya dengan kebakaran. Sesulit apapun, sebosan apapun, semalas, dan sesuntuk apapun kita, jika masih bisa mencegah ya lebih baik mencegah. Bisa dengan pengawasan yang ketat, melakukan penyuluhan kebakaran hutan, menanamkan rasa cinta alam, tidak sembarangan membakar, hingga memetakan daerah yang rawan kebakaran.

Saya teringat ketika SD, kita sering disuruh praktik menanam pohon, bunga, tanaman obat, hingga tumbuhan hias bermaslahat lainnya. Dan saat menonton sepulang sekolah, kita seringkali melihat iklan masyarakat berupa menanam 1.000 hingga sejuta pohon. Sejatinya itu sangatlah bagus dalam mewujudkan ketentraman dan harmoni di negara ini.

Tapi, sekarang berita yang kita lihat dan baca itu lain. Yang tampak malah penebangan pohon secara liar, pembakaran hutan untuk membuka lahan, hingga penumpukan sampah diseluruh penjuru negeri. Pertanyaannya? Apakah nilai IPS pada rapor SD mereka para pelaku dahulu merah? Setelah diperiksa, ternyata tidak merah alias naik kelas. Huuuffh

Lagi-lagi kembali kepada hati kita masing-masing. Percuma banyak motto sayangi hutan, percuma banyak teriak cinta alam, dan percuma berdebat dalam forum serta berkoar menyalahan "aku",  "dia" dan "mereka", jika hatinya tidak ngeh.

Jika hati sudah tersentuh, rasanya membakar sampah daun saja kita sudah berpikir dua kali. Jikapun mau membakarnya, pastilah kita tunggu sampai api itu benar-benar padam dan tidak menimbulkan jerebu. Jangan bosan untuk buat snap dan berteriak "cegahlah selagi mampu" untuk kebakaran hutan.

Mitigasi Bencana

Dalam modul pengintegrasian pengurangan risiko kebakaran, mitigasi adalah serangkaian upaya mengurangi risiko bencana. Baik struktural maupun non-struktural, berupa pembangunan fisik maupun non-fisik. Pembangunan fisik mengarah pada unsur-unsur material, sedangkan non-fisik mengarah pada peningkatan kualitas SDM dalam menghadapi bencana.

Upaya mitigasi bencana kebakaran hutan dalam bentuk fisik dapat berupa pemasangan alarm kebakaran, pemetaan wilayah rawan kebakaran, pendeteksi kebakaran hutan, menjauhkan segala sesuatu yang mudah terbakar, hingga pemasangan instalasi listrik yang profesional.

Sedangkan aspek non-fisik dapat berupa sosialisasi tanggap bencana kebakaran, cara memadamkan api, hingga membina relawan kebakaran hutan. Karena mitigasi adalah sebuah sistem, maka akar sistem haruslah cepat tanggap, cepat peduli, serta cepat menyerap pupuk-pupuk terbaik agar berbuah keselamatan alam.

Semakin banyak aspek fisik yang dibangun, semakin berkurang ancaman resiko dan kerentanan. Semakin banyak upaya non-fisik yang dilaksanakan, semakin meningkat pula kapasitas manusia dalam menghadapi bencana kebakaran hutan. Jadi, tidak melulu berulang setiap tahun begini-begini saja.

Kesiapsiagaan

Siap siaga mengandung makna pengorganisasian yang tepat guna dan berdaya guna. Untuk menghadapi bencana kebakaran hutan, dibutuhkan serangkaian upaya antisipasi bencana yang dapat mengurangi dampak, kerugian, hingga korban jiwa. Alangkah mirisnya jika bencana yang sejatinya dapat dicegah dan dihindari malah mendatangkan korban jiwa. Itu kelalaian!

Bentuk kesiapsiagaan ini beragam. Mulai dari membangun sistem peringatan dini kebakaran, penyiapan jalur evakuasi, hingga simulasi bencana kebakaran. Intinya, kesiapsiagaan menghadapi bencana kebakaran hutan bukan milik para pemadam kebakaran saja. Kesiapsiagaan berawal dari diri sendiri, keluarga, sekolah, hingga masyarakat.

Tidak mungkin para pemadam kebakaran selalu datang menolong kita satu persatu. Tidak mungkin Jokowi selalu bertandang ke setiap rumah kita karena prihatin. Dan tidak mungkin menteri lingkungan hidup melulu peduli "berlebihan" dengan kita.

Maka dari itu, kita juga harusnya bisa melindungi diri jika bencana menimpa kita. Keluarga juga demikian, saling peduli dan saling memahami cara tanggap bencana dengan teliti menjaga rumah. Teliti dalam artian menggunakan barang-barang yang rentan menimbulkan kebakaran.

Sungguh, alam itu sangatlah baik. Maka dari itu kita harus balas budi dengan cara menjaganya dengan baik pula. Sesekali alam bisa "merajuk" dengan men-tanduskan diri. Tapi dengan tandusnya, alam meminta kita untuk peka dan peduli padanya.

Jika senantiasa ada kepekaan dan kepedulian yang bersinergi, alam akan selalu mendatangkan maslahat bagi kita. Tidak ada alam yang jahat, melainkan kita yang jahat kepada alam. Ending-nya, kita jangan main-main, karena alam tidak tau siapa pelakor utamanya saat ia terusik.

Salam, cintai negeri hijau ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun