Dari setiap rumah, anak-anak ini akan mendapatkan bingkisan lebaran. Makin banyak rumah yang ditempati "massiara", makin banyak pula bingkisan yang mereka bawa pulang. Seru ya!Â
Bagi orang dewasa, "massiara" bermakna bersalaman, berpelukan, saling memaafkan dan ditutup dengan jamuan makan menu khas Idul Fitri. Khusus di daerah Duri, Enrekang, sajian istimewa "massiara" adalah Nasu Cemba, aneka olahan daging sapi dan ayam, tapai ketan, es sirop, burasa, ketupat, gogos, dan tentunya menu yang hanya hadir di masa lebaran, yakni lappa'-lappa'.Â
Sahnya "massiara" adalah ketika ada sesi makan-makan. Biasanya, keluarga yang merayakan Idul Fitri juga menyiapkan bingkisan berupa lauk, kue kering, dan aneka makanan lainnya.Â
Dengan demikian, ketika pulang "massiara" dan ditanya "umba passiaranmi?"maka jawabannya adalah dengan menunjukkan bingkisan yang diterima dari keluarga yang dikunjungi.Â
Khusus "passiara" yang kami jalankan ke daerah Enrekang, kami juga mendapatkan bungkusan plastik berisi bawang merah. Bukan karena kebetulan, keluarga yang kami kunjungi memang berprofesi sebagai petani bawang merah dan tomat. Termasuk rekan kerja saya yang bernama ibu Hartati. Ia juga mengelola ladang bawang merah.Â
Hanya saja, sehari sebelumnya, bawang yang telah dipanen dan siap dijemur, justru habis tersapu luapan air dari gunung akibat hujan lebat selama tiga hari menjelang Idul Fitri.Â
Kegiatan "massiara" kami yang terkait ditutup dengan mengunjungi keluarga sekaligus rekan kerja yang ada di wilayah Tana Toraja. Di rumah rekan kerja, bapak Rustan, banyak sekali tamu yang datang "massiara." Umumnya adalah tetangga non Muslim, mantan rekan kuliah, mantan siswa dan rekan-rekan kerja beliau.Â
Di rumah pak Rustan, menu "massiara" yang disajikan adalah puding, burasa, soto ayam, gogos, lappa'-lappa' dan tentu saja beragam olahan lauk dari daging ayam dan sapi. Satu yang khas adalah nasi ketan atau sokko' Gandangbatu. Aromanya sangat nikmat apalagi dibungkus dengan daun pisang.Â
Kami pun menerima bingkisan "massiara" berisi burasa, lappa'-lappa' dan sokko'. Perjalanan "massiara" kami usai menjelang pukul 9 malam.Â