Bapak/Ibu pendidik Yth.
Insya Allah perjuangan kita satu lagi dikabulkan dengan terbitnya PP No. 98 tahun 2020 tentang Gaji dan tunjangan PPPK.
PGRI menghaturkan terima kasih kepada Bapak Presiden Joko Widodo. Setelah Klaster Pendidikan resmi dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja, sekarang hal yang amat prinsip yang terus PGRI perjuangkan, di mana telah disampaikan di hadapan Bapak Presiden secara langsung, akhirnya dikabulkan.
Perjuangan demi perjuangan disampaikan dengan cermat, dengan objektif, memegang teguh kesopanan, kesantunan dan etika, memahami kondisi dan sabar sambil terus berdoa. Akhirnya terjawab sudah. Dalam pertemuan terakhir. Hal tersebut dimintakan dengan sangat.
Mari semua pendidik ASN, honorer, dan semuanya  bersatu padu untuk  mengabdi dengan benar, bekerja dengan sungguh-sungguh untuk pendidikan terbaik negeri ini.
Ini disampaikan dini hari, semoga menjadi kado bagi 51.000 guru yang lulus tes K2 tahun 2018.
Menolak lupa, bahwa PP PPPK  disampaikan bapak Presiden tahun 2017 pada HUT PGRI tanggal 28 Desember 2017 dimana dalam PP tersebut, semua honorer dikategorikan sama dan tidak ada perlakuan  khusus kepada mereka yang telah berusia 35 tahun ke atas.
PGRI merasa kurang adil dan memohon agar ada perlakukan khusus. Sehigga tanggal 6 Desember 2018, PGRI diundang ke istana negara menyampaikan persoalan honorer. Kemudian lahirlah PERMENPAN bulan Februari 2018, bahwa pada tes sesama honorer usia 35 tahun ke atas yang terdaftar dalam K2 dan khusus untuk daerah Papua dan Maluku, meminta afirmasi khusus sesuai dengan keadaan daerah tersebut.
Bahkan PGRI juga yang meminta agar passing grade di sesuaikan dan kontrak sekali tidak tiap tahun. Jelas rekam jejaknya, berita dan dokumentasi perjuangan tersebut ada.
Sejatinya PGRI berjuang untuk semua honorer K dan non K, dan jangan coba-coba memaksakan pengangkatan  honorer tanpa tes. Oleh karena hal tersebut tidak sesuai UU ASN.
Menurut Prof. Unifah Rosyidi, selama UU ASN belum diubah, PGRI berjuang pada apa yang memungkinkan diperjuangkan seperti hal tersebut di atas.
"Pada saat itu pula sejumlah honorer  menggugat saya ke pengadilan dengan tuntutan menghalang-halangi honorer jadi PNS (kok bisa?), untung tidak dikabulkan," lanjut beliau.
Itulah bagian dari liku-liku perjuangan. Sebagai orang tua, kadang kasih sayang kepada anak dibalas hal-hal yang menyakitkan. Namun cinta orang tua kepada anak-anaknya tiada pernah putus.
Dalam situasi perjuangan yang tiada putus dari semua  pengurus  PGRI di semua tingkatan, relevankah tiap hari, masih ada yang meneriakkan provokasi  guru aktif dan non aktif?
Seperti itukah memaknai perjuangan dan garis sejarah yang telah digoreskan pendahulu kita di awal pendirian PGRI?
Jalan masih teramat panjang. Mari terus berjuang, berprestasi dan buktikan bahwa kita layak dipilih negara memajukan pendidikan di tanah air tercinta ini.
Sumber: Ketua Umum PGRI, Prof. Unifah Rosyidi.