Mohon tunggu...
Mas Wahyu
Mas Wahyu Mohon Tunggu... In Business Field of Renewable Energy and Waste to Energy -

Kesabaran itu ternyata tak boleh berbatas

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Hattrick" Kekalahan Prabowo Berlanjut di Pilpres 2019?

26 Februari 2018   11:52 Diperbarui: 26 Februari 2018   12:37 3918
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Luar biasa hasrat Prabowo untuk menjadi Presiden Indonesia. Hasrat yang menggebu dan tak pernah padam. Hattrick kekalahan beruntun pada 2004, 2009 dan 2014 tak menyurutkan niatnya. Berjalannya tahunan waktu membuatnya "pantang mundur".  Triliunan rupiah sudah digelontorkan menemani hasratnya tak membuatnya jera. Empuknya kursi jabatan presiden masih membayangi benak dan matanya. Mungkin sudah terlanjur basah, mencebur sekalian, demikian pikirnya.

Tentu saja hasrat menggebu itu bisa dipengaruhi faktor dalam dan luar dirinya. Itu tergambar dari sinyal-sinyal yang diberikan baik oleh Gerindra, partai yang dipimpinnya maupun pernyataan-pernyataan Prabowo sendiri diberbagai kesempatan.

Pada Pilpres 2019 yang akan datang dalam kurun waktu sampai saat ini dalam berbagai kesempatan kader-kader utama Gerindra sudah mendesaknya untuk segera mendeklarasikan diri, di samping dorongan hasil berbagai macam survey dan polling.

Polling itu sering diadakan oleh kader-kader utama Gerindra dan pendukung serta simpatisannya di media massa. Tujuan akhirnya adalah berusaha meyakinkan dan menenangkan Prabowo bahwa ia masih diharapkan oleh sebagian masyarakat Indonesia untuk maju kembali menjadi capres di Pilpres 2019. Apapun hasil perolehan polling itu ditunjang oleh berbagai alasan yang tentu saja membuat Prabowo termotivasi untuk maju kembali dalam Pilpres 2019.

Alasan-alasan "diplomatis" atas ketertinggalan atau kekalahan Prabowo yang sering diungkap pada intinya adalah sebagai berikut:

"Prabowo belum turun ke lapang dan tidak diliput media saja hasilnya sudah segitu, apalagi ia turun lapang dan diliput media. Jokowi hanya pencitraan saja".

Dengarkan secara seksama apa yang dikatakan oleh Ahmad Riza Patria --salah satu Ketua DPP Partai Gerindra saat berdebat dengan Tsamara Amany --salah satu Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia dipandu Kompas TV yang diunggah tanggal 23 Februari 2018 lalu dalam link Youtube berikut. 


Sebagai Presiden, Jokowi dalam  kegiatan kesehariannya adalah bekerja mengemban amanah rakyat Indonesia. Sebagai bentuk pertanggungjawaban-nya kepada rakyat, sehingga mau tidak mau, suka atau tidak suka media akan selalu meliput seluruh kegiatannya. Jika rakyat tidak merasa bahwa hasil kerja Jokowi tidak memuaskan tentu tidak akan tercermin dalam survey tingginya tingkat kepuasan yang diperoleh Jokowi. Itu semua tidak bisa disebut pencitraan.

Dalam berbagai kesempatan survey elektabilitas yang diadakan oleh lembaga survey memang terungkap bahwa Jokowi hampir selalu unggul terhadap Prabowo. Misalnya survey elektabilitas yang dilakukan oleh Median yang diberitakan oleh Tempo Onlineberikut hasil survei top of mind responden untuk Calon Presiden pada 2019 yang berpeluang menantang inkumben Presiden Joko Widodo alias Jokowi: 

*Joko Widodo (34,9 persen)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun