Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Natal Tak Pulang

18 Desember 2019   12:18 Diperbarui: 18 Desember 2019   12:45 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pesawat sedang isi Avtur di Bukit Barisan Sumatra | Foto: OtnasusidE

Siang itu mendung di Bukit Barisan Sumatra. Hujan diharapkan turun. Doa juga lalu dipanjatkan agar di hulu juga hujan sehingga air deras mengaliri Sungai Endikat dan Lematang.

Menanti hujan setelah berbulan-bulan panas mendera. Membuat para penambang pasir kesulitan mendapatkan pasir dan batu. Bila air mengalir deras di Endikat dan Lematang maka pasir dan batu akan mengikuti aliran sungai. Pasir dan batu pun mudah ditambang dengan ban dan tangan.

Lelaki itu setiap minggu pergi ke gereja. Walau harus tiga kali naik angkutan. Ojek untuk sampai ke batas dusun dan angdes untuk ke kota. Nyambung ojek lagi agar sampai ke gereja. Kalau satu kali naik ojek mahal. Estafet lebih murah.

Lama. Sudah pasti. Cuma diakali sang lelaki untuk pergi agak pagi dari dusun agar sampai pagi di Gereja.

Lelaki itu dikenal baik. Lelaki itu dikenal selalu menolong. Lelaki itu bahkan selalu menyisihkan jatah makannya untuk kucing liar dan anjing liar yang suka datang ke kawasan proyek. Agak bingung juga dengan kehadiran kucing dan anjing karena proyek yang sedang dikerjakan jauh dari perkampungan terdekat.

Malam yang cerah, usai gerimis, lelaki itu bersama dengan temannya yang lain membuat api unggun. Suasana menjadi tetiba hening. Anjing dan kucing lalu menjauh dari api unggun. Sang teman lalu masuk ke dalam mess sederhana dari kayu, untuk mengambil kopi.

Begitu keluar mess, empat temannya berlarian masuk sambil berteriak "harimau". Sang lelaki acuh, mengira  prank.  Kakinya yang tadi melangkah pasti ke api unggun langsung berat tak pasti. Jantungnya seakan berhenti memompa darah. Tekanan darah naik.

Muka sudah pasti pucat pasi. Seekor harimau duduk di pinggir api. Menghangatkan diri di hutan yang mulai tergerus keserakahan segelitir diri.

Mau balik kanan pintu mess sudah tertutup. Panik. Bertatapan lebih baik dengan dengan sopan meminta maaf mengganggu rumah Sang Rimau. Berbalik ke mess sebuah tindakan yang sia-sia. Hanya dalam hitungan kurang sedetik tubuh belakang akan diterkam dan mulut Sang Rimau akan menggigit leher belakang. Leher belakang adalah target Sang Rimau. 

Diam sambil tetap tenang adalah pilihan terbaik. Mudah disampaikan sulit dilaksanakan di lapangan. Sambil membuat Tanda Salib. Berdoa "Doa Bapak Kami". Tubuh pasrah dan desir kehangatan api menerpa wajah yang tadinya dingin.

Sang Rimau tetap tenang menghangatkan diri. Dari dalam mess teriakan panik agar sang lelaki untuk lari ke dalam mess menggema.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun