Rasakanlah degup jantung para atlet yang akan berlaga. Rasakanlah ketakutan mereka. Rasakanlah bagaimana aura lawan sudah keluar untuk melumat diri yang ada di depan/belakang atau di samping kiri/kanan.
Bagi mereka yang belum pernah bertanding, tak usah di tingkat kecamatan, apalagi kabupaten/kota, cukuplah di tingkat 17 Agustusan saja maka barulah kita merasakan apa yang dirasakan atlet-atlet itu ketika berlaga di tingkat nasional, regional apalagi dunia. Ada rasa grogi.
Bahkan mungkin kalau untuk cabang bulu tangkis saja, ketika di lapangan kita menjadi sangat kecil. Untuk memegang raket saja rasanya berat sekali. Apalagi ketika jantung kita berdegup kencang tak karuan, makin habislah tenaga kita. Kaki pun serasa berat untuk digerakkan. Jantung akhirnya serasa mau pecah.
Belum lagi ketika lawan ternyata memiliki pukulan yang bagus dan stamina yang juga bagus. Kita seakan-akan dipermainkan oleh lawan di lapangan. Kalau dalam pikiran itu sudah muncul, habislah kita.
Begitupun dengan lari. Jangan dikira lari itu mudah. Kuping harus mendengarkan dan konsentrasi tinggi. Jemari tangan harus kuat menahan beban tubuh bagian atas untuk melesat ketika kaki melontarkan tubuh bagian belakang ke depan. Kurang baik dalam start untuk lari jarak pendek, habislah sudah.
Ayolah kita hargai mereka yang sudah bertanding demi bangsa dan negara di Asian Games 2018. Ayolah kita dukung mereka.
Demikian pula kami yang di dusun sering deg degan melihat atlet Indonesia bertanding di venue-venue di Jakarta dan Palembang. Kami melihatnya melalui layar kaca.
Sungguh melihat perjuangan mereka dadaku bergetar dan beberapa teman malah sempat mengusap air mata karena perjuangan mereka di lapangan hingga nafas terakhir. Walaupun akhirnya kalah ada rasa bangga. Kalah dengan kepala tegak.
Demikian pula ketika si syantiek Emilia Nova melesat bagaikan peluru di lari gawang 100 meter putri. Sungguh perjuangannya hingga nafas terakhir dan tandukan kepalanya dengan goyangan rambutnya di garis finis agar terfoto lebih dulu, patut dihargai.
Emilia meraih perak dengan waktu 13,33 detik sedangkan emas direbut atlet Korea Selatan Jung Hyelim dengan waktu 13,20 detik sedangkan perunggu atlet Hongkong, Lui Lai Yu dengan waktu 13,42 detik. Artinya Emilia setiap sepuluh meter melesat sekitar 1,33 detik.
Fantastis. Barangkali itulah yang dapat kita katakan untuk si syantiek Emilia.