Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Tiga Jurus Dewa Tiga Bocah

16 Agustus 2018   15:27 Diperbarui: 16 Agustus 2018   15:25 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
es krim gocengan yang asik I Foto: OtnasusidE

Sore beberapa hari lalu, aku diberi kesempatan oleh si kaki kupu-kupu untuk menjadi bapak alias aku giliran mengasuh tuh tiga bocah. Dua lelaki dan satu perempuan. Ngasuhnya kalau masih kecil dulu di taman perumahan. Sekarang ngasuhnya adalah ngajak makan dan memenuhi kebutuhan mereka.

Bertemu tiga minggu atau satu bulan sekali terkadang bikin terkejut dengan apa yang sudah didapatnya. Perubahan mereka cepat sekali.

Sepatu futsal yang baru dibelikan 3 bulan lalu sudah jebol. Kaki si sulung kini sudah ukuran 42 dan ketika mencari ukurannya di sebuah toko olahraga harus menunggu agak lama. Si tengah demikian pula, ukuran kakinya sudah 40, sepatu yang baru dibeli enam bulan lalu sudah jebol. Si bungsu yang badannya melentik  bak  pebalet ingin sepatu  slip  on.

Si kaki kupu-kupu yang sudah tahu kalau bapak tiga remaja itu lemot dalam soal keuangan alias buntu sepanjangan cuma bisa senyum kecut. Hik hik hik.

Dengan sok gaya, si bapak ini mengajak tiga bocah ke sebuah mall untuk makan siang dan membeli kebutuhan ketiganya di sebuah toko olahraga. Sebelum berangkat si sulung sudah mengingatkan untuk membawa tas kecil milik emaknya. Si emak sudah berangkat pagi hari karena ada pertemuan di sebuah gedung tua bersejarah di Jalan Diponegoro dengan teman-temannya yang akan melakukan penelitian.

Dasar sok gaya. Si bapak yakin dengan uang yang dibawa hasil penjualan kopi kiloan dari dusun. Ketika sudah naik angkutan  online,  ada WA masuk dari istri.

"Sengaja ya, nggak bawa  tuh  tas. Jangan gaya. Dunia sudah berubah," tulis kaki kupu-kupu.

"Mbok Asih, nggak mungkin nganterin tas itu ke mall. Aku juga lagi rapat ini".

Aku cuma senyum membacanya. Pasti si sulung yang memberitahu emaknya kalau bapaknya  nggaya.

Sesampai di mall yang jelas kepala aku agak mumet ketika harga makanan yang dipesan oleh mereka per porsinya sudah di atas lima puluh ribuan belum termasuk pajak. Wak wak wak.

Di dusun, di Punggung Bukit Barisan, masih ada tempe, tahu, untuk makan seharga lima ratus perak. Ini kota besar  man,  tak bisalah dibandingkan dengan harga di dusun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun