Mohon tunggu...
Daniel Oslanto
Daniel Oslanto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Rasanya lebih sulit berganti klub kesayangan ketimbang berganti pasangan (Anekdot Sepakbola Eropa) - 190314

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

#Dan Akhirnya (Menyesal) Memilih Jokowi

16 Februari 2015   18:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:06 5573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Jokowi Saat Debat Capres (credit : Kompas)

Dulu #AkhirnyaMemilihJokowi menjadi salah satu trending topic yang ada di dunia Twitter, disaat menjelang akhir-akhir kampanye. Diinisialisasi oleh selebriti seperti Sherina Munaf, Sophia Miller dan berbagai artis papan atas lainnya, “Kampanye” di dunia maya ini menjadi salah satu gebrakan yang membantu Presiden Jokowi memenangi Pilpres tahun lalu. Sebagai salah seorang yang mendukung Pak Jokowi, tentunya cukup senang melihat pilihan saya secara personal memenangi Pilpres. Berbagai harapan untuk Indonesia yang lebih baik dikumandangkan, terlebih embe-embel politik “Koalisi Tanpa Syarat” semakin menegaskan bahwa pilihan itu sudah tepat. [caption id="" align="aligncenter" width="546" caption="Pak Jokowi Saat Debat Capres (credit : Kompas)"][/caption]

Well, setelah usai hingar bingar Pilpres, dan menjalani lebih dari 100 hari kerja sebagai presiden, bagaimanakah pandangan saya secara personal? Tidak banyak berubah dari kampanye yang dilakukan oleh para selebriti papan atas dengan #AkhirnyaMemilihJokowi. Hanya mengubahnya sedikit menjadi #Akhirnya(Menyesal)MemilihJokowi. Nah lho?

Utopia Koalisi Tanpa Syarat

Semasa kampanye, dengan jelas Pak Jokowi menyampaikan jargon-jargon politik “Koalisi tanpa syarat.” Saya menduga tidak sedikit rakyat Indonesia seolah mendapat “angin segar” mendengar sebuah jargon yang begitu dirindukan bangsa Indonesia. Jargon yang tidak mengutamakan kepentingan kelompok tertentu di atas kepentingan rakyat Indonesia. Pembuktian dimulai dari pemilihan para Menteri Kabinet Kerja. Meski menyisipkan banyak kalangan profesional di dalam kabinetnya, namun tidak sedikit pihak yang mengernyitkan dahi atau tergelitik melihat “pembagian jatah menteri untuk perwakilan parpol koalisi.” Suasana semakin menggelitik saat Jokowi mengangkat Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) yang seluruhnya berasal dari perwakilan parpol koalisi yang mendukungnya.

Polemik semakin meruncing saat Pak Jokowi menunjuk calon tunggal Kapolri, Komjen Budi Gunawan (BG). Tak seperti biasa yang melibatkan KPK dalam proses seleksi, Jokowi langsung mengusulkan nama BG sebagai calon tunggal. Cukup aneh, memang iya. Dan KPK yang tidak tinggal diam lantas memberikan status tersangka kepada BG, yang memicu terjadinya kisruh “Cicak vs BuayaJilid 3”. Melihat kenyataan ini, masih pantaskan mengharapkan embel2 “tanpa syarat” dalam dunia perpolitikan ini? Hmm.. itu hanya sebuah utopia saja. Utopia Koalisi tanpa syarat.

Mengais Asa ditengah Keraguan Terhadap Jokowi?

Mari bergerak sedikit demi sedikit mengenai keputusan-keputusan yang diambil oleh Pak Presiden Jokowi. Selama kampanye begitu banyak “Mimpi indah” yang ditawarkan oleh Pak Jokowi. Bagaimana progres dari mimpi indah tersebut? Hmm...terlalu cepat untuk disimpulkan, tapi setidaknya seharusnya sudah bisa diprediksikan.

Pertama, keragu-raguan. Masih teringat jelas dalam pikiran saya secara personal Pak Jokowi membentuk Tim 9 untuk mengatasi kisruh KPK dan Polri. Tidak hanya itu, hal yang paling menggelikan adalah ketika ketua Tim 9 membocorkan “rahasia hati” Pak Jokowi ke publik. Di satu sisi banyak yang memandang bahwa ini adalah sebuah siasat yang cerdas, namun tidak sedikit pula yang meragukan bahwa Pak Jokowi tidak berani untuk menyampaikan apa yang ada dipikirannya secara langsung ke publik. Pak Jokowi tidak berani dan terkesan malah mengandalkan orang lain yang mungkin bisa dijadikan “decoy” atau malah “scapegoat” dalam setiap manuver keputusannya.

Kisruh semakin menggelitik saat salah satu Menteri Pak Jokowi mengatakan bahwa Pak Jokowi masih seorang petugas Partai. Sebagian pihak memandang ini biasa, namun tidak sedikit ini sebagai sebuah ucapan “mendiskreditkan” status Pak Jokowi sebagai seorang panglima tertinggi di negara ini, seorang yang paling penting di negara kita tercinta, dan tentunya harus mengutamakan kepentingan rakyat diatas kepentingan partai yang menyokongnya. Lucunya, Pak Jokowi tidak terlalu mempersoalkan tindakan “Anak Buahnya” yang sudah disinyalir “Mendiskreditkan” dirinya. Dan puncaknya hari ini, BG yang sudah mendapat “penolakan” dari “Masyarakat tidak jelas” seperti kata salah seorang Menteri, berhasil memenangi pra preadilan. Ini sebuah keputusan yang disayangkan oleh banyak pihak. Sebagai seorang yang “efektif dan efisien”, kemungkinan besar Pak Jokowi akan tetap melantik BG sebagai Kapolri.

So...Apa kabar Tol laut? Apa Kabar Koalisi tanpa Syarat? Apa Kabar Harga sembako yang tak kunjung turun meski BBM udah turun? Masihkan ada harapan Pak Jokowi untuk bertindak “seperti dirinya yang dulu?” Ya...Mengais asa ditengah keraguan terhadap Jokowi. Tapi yang pasti

#Akhirnya(Menyesal)Memilih Jokowi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun