Mohon tunggu...
Pen Knight
Pen Knight Mohon Tunggu...

Bercita-cita untuk menggapai cita-cita. Losta Masta :D

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membentuk ‘Lingkungan’ Dalam Satu Jam

23 November 2014   06:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:05 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14166748002117637538

[caption id="attachment_377419" align="alignleft" width="300" caption="Para santri sedang belajar"]
[/caption]

Santri tengah belajar
Saya mencoba untuk mencari makna dari ‘belajar.’ Saya searching Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan saya dapat. Belajar, menurut KBBI, adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Saya menggeleng. Bukan ini. Mencari lagi dan mendapat di Wikipedia. Belajar ialah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Saya mendapat ‘sedikit’ titik terang.

Belajar banyak sekali definisi. Dari yang A sampai yang Z. dari menurut inilah, itulah, hingga siapalah. Namun yang saya ingin bicarakan bukan definisi kata ‘Belajar.’ Namun bagaimana ‘lingkungan’ membantu murid menemukan ‘belajar’nya.

Malam ini saya tertarik tatkala keliling untuk mengawas belajar malam santri. Bukan karena malam ini klub favorit saya akan melakukan pertandingan pentingnya atau Indonesia yang berhasil menahan imbang tuan rumah Vietnam. Saya tertarik pada suasana malam ini.

Malam ini suasana syahdu. Kalaupun ada hiruk pikuk, itu adalah celotehan santri-santri yang menghafal pelajaran. Tentram nian hati saat melihat para santri belajar dengan giat. Giat? Memang sih, sekarang lagi masa-masa ujian. Giatnya santri tak lepas dari faktor sistem pesantren yang membuat santri benar-benar ‘belajar.’

Selepas sholat Isya’ berjamah, para santri diharuskan belajar. Mereka tidak boleh berada di dalam kamar. Harus di ruang terbuka. Di dalam kelas masih diperbolehkan. Mereka ‘wajib’ belajar mulai dari pukul 20.30 hingga pukul 21.00. Bebas belajar apa saja.

Jika mengantuk, tenang saja. Para guru yang keliling mengawasi santri belajar siap membangunkan. Jika santri belum paham dengan pelajaran, teman maupun guru bisa jadi rujukan. Jika kepala terasa panas karena setengah jam tanpa henti belajar, sebagian dari santri sudah punya solusinya. Mereka membawa apa saja yang bisa menunjang belajar; air mineral, kopi, air dalam ember (jika mengantuk bisa langsung membasuh muka) dan bahkan ada yang melakukan ‘pijat berjamaah’. Dan jika tidak ada yang serius dalam belajar (entah mengobrol, bermain, atau melamun) para guru akan menegur. Mengingatkan santri pentingnya belajar.

Bahkan, dengan mata kepala saya sendiri, saya melihat seorang pengurus rayon dengan tajam mengawasi anggotanya yang masih santri baru. Jika ada yang mengantuk ia bangunkan. Bahkan jika ada yang ingin izin ke kamar mandi harus dapat izin darinya.

Setelah pukul 21.30, santri dapat belajar, namun bagi yang menghajatkan saja. Jika ingin bertemu mimpi juga boleh. Dengan syarat, mereka harus mengikuti baca do’a bersama di rayon masing-masing. Kegiatan ini dilakukan rutin oleh para santri setiap ingin tidur malam.

Nah, saya mencerna ‘satu jam’ pada malam ini dengan beberapa ‘pencerahan.’

Pertama, proses pembentukan ekosistem belajar dengan melibatkan seluruh santri dan seluruh guru. Saling mengingatkan. Saling bertanya. Saling memberitahu. Inilah Simbiosis Mutualisme. Bukan Simbiosis Komensalisme yang di satu pihak tak dapat apa-apa atau Simbiosis Paratisme yang berat sebelah. Tak adil. Murid mendapat keuntungan dalam belajar dan guru mendapat keuntungan dalam membimbing anak didiknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun