Mohon tunggu...
Yosep Mau
Yosep Mau Mohon Tunggu... Penulis - Debeo Amare

Hic et Nunc

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rekonstruksi Relativisme Demokrasi Indonesia

4 Oktober 2022   18:20 Diperbarui: 4 Oktober 2022   18:24 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Munculnya kesadaran historis akhir abad ke-19 terefleksi melalui seperangkat konsep di sekitar pemikiran "sejarah" dalam bentuknya yang tunggal. Seperti telah ditunjukan Reinhard Koselleck, "sejarah" meliputi semua aspek kehidupan manusia sebagai subjek pembicaraan dalam banyak kisah dan cerita sejarah dalam bentuknya yang jamak. Sampai abad ke 18, sejarah dianggap sebagai suatu pengulangan kembali kisah, cerita, atau riwayat yang patut dijadikan contoh. Kisah-kisah itu dianggap dapat memberikan sesuatu pada kita-generasi selanjutnya-mengenai keistimewaan sebuah peristiwa kehidupan umat manusia. Sejarah dalam rupa seperti itu dianggap mampu menyediakan bahan bagi para antropolog untuk mempelajari pola perilaku manusia. Namun ketika terjadi peralihan fokus perhatian dari: (1) dari cerita yang patut dicontoh ke individual, (2) dari kemiripan ke keunikan, (3) dari siklus pengulangan ke bentuk-bentuk yang tak dapat diketahui, (4) kontinuitas ke diskontinuitas, keterpotongan dan perubahan, (5) dari kesamaan menuju perbedaan. Sejarah memperoleh makna dan relevansi yang jauh berbeda dari makna sebelumnya."

Refleksi atas historisisme membawa pengertian baru dan konsep yang juga baru untuk dimaknai secara benar. Historisisme sejatinya mengalami perubahan dari waktu ke waktu, sehingga berakibat pada implementasi. Oleh karena itu dibutuhkan jembatan untuk melihat sejauhmana perubahan yang terjadi baik itu berdasarkan prinsip manusianya atau dalam hal ini adalah subjek (pelaku) dan objek dalam hal ini adalah (tujuan) dibalik perubahan itu.

 Selain refleksi historisisme dari Habermas di atas adapun pengertian lain yang ungkapkan oleh Nietzsche. Nietzsche jarang menggunakan kata historisisme, karena baginya belum ada ketepatan arti pada masa ini. Nietzsche pada dasarnya menggunakan kepekaan sejarah (das historische sinn atau bewubsein) untuk menunjukkan sebuah sensitivitas terhadap konteks historis dan perbedaan kultural. Peter Levine juga memberikan gambaran lain tentang bagaimana Nietzsche menyatakan pengertian dari historisisme yang secara kasar dikatakan terdahulu oleh Berlin itu sendiri. Ia menunjukkan gambaran umum tentang manusia ketika melekat pada jaringan praktik-praktik kultural, yang membedakan secara mendalam epos demi epos dan satu tempat dengan tempat lain. Pernyataan Berlin membuka ruang pragmatis bahwa hitorisisme sejatinya tidak memiliki homogenitas ruang. Setiap wilayah atau kebudayaan dalam hal ini adalah bangsa dapat menciptakan sejarah sendiri. Tetapi ada gambaran lain di mana historisisme dilihat sebagai suatu konteks refleksi manusia belaka. Dalam hal ini; historisis semata-mata menyatakan bahwa konteks kultural seharusnya dipertimbangkan ketika kita mengkaji kesusastraan dan seni; sementara semua memperlakukan semua ide dan peristiwa semata-mata sebagai efek samping atau fungsi refleks dari gerakan-gerakan kultural dan historis. Pernyataan Berlin  diatas kemudian ditafsir dalam gambaran umum yang disebut Nietzsche dengan kepekaan sejarah adalah sangat kabur yang dalam anggapan orang-orang dewasa ini menegaskan:

Nietzsche menyebutnya indera keenam modern kita. Tetapi meskipun ia kabur ia bukan tanpa isi: kepercayaan tertentu bisa diidentifikasi yang dengan sendirinya mengikutinya, dan yang akan lenyap tanpa kepekaan ini. Nietzsche berpendapat bahwa kepekaan sejarah, seperti humanisme, mempunyai konsekuensi-konsekuensi kultural, etis, epistemologis dan politis yang kuat. Untuk satu hal historisisme memungkinkan gagasan adanya kebudayaan-kebudayaan sebagai entitas-entitas penting untuk dipahami dan jika mungkin dibandingkan. Sebelum historisisme, kebudayaan secara luas digunakan dalam kata tunggal sebagai sebuah deskripsi tentang sifat-sifat (agak universal) yang dimiliki oleh setiap orang beradab. Tetapi historisisme mengangkat kemungkinan bahwa ada banyak kebudayaan; bahwa kebudayaan-kebudayaan seharusnya diperlakukan sebagai entitas yang ada secara aktual; dan bahwa kebudayaan-kebudayaan mempunyai rangkaian-rangkaian sebab, yang mempengaruhi kehidupan masyarakat, dan dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa historis.

Historisisme yang dicanangkan oleh Nietzsche memberikan titik cerah bagi problematika yang dihadapi oleh negara dewasa ini terkait demokrasi. Demokrasi sejauh pengamatan mengalami suatu kekaburan dari sejarah awalnya oleh karena itu dibutuhkan refleksi kritis atau jembatan untuk menyikapi kembali relativisme kebijakan demokrasi yang ada.

  Jembatan yang diperlukan di sini dinamakan rekonstruksi. Melihat, membangun, ataupun menarik kembali relativisme awal tentang arti dan tujuan dibentuknya  suatu sistem ideologi yang mengatur segenap kehidupan yang terkait dengan nilai-nilai nasionalisme bangsa dan negara. Jembatan pemikiran ini pada prinsipnya memiliki kesatuan dengan historisisme atau sejarah. Keduanya tidak dapat dipisahkan, karena untuk membangun dibutuhkan fondasi di mana subjek (pelaku) dan objek (tujuan) dimeteraikan. Apa yang telah dimeteraikan dan dijalani sebagai suatu sistem negara demokrasi patutnya berwawasan kebangsaan. Oleh karena itu suatu bangsa perlu mengetahui sejarah dari sistem demokrasi yang dimiliki. Berikut merupakan pengertian dan sejarah demokrasi dan kebangsaan Indonesia.

Sistem Demokrasi dan Kebangsaan di Indonesia

Demokrasi secara etimogi berasal dari bahasa Yunani demos dan kratos. Demos artinya rakyat dan kratos artinya pemerintah. Dengan demikian pengertian dari demokrasi adalah pemerintahan yang dipilih langsung oleh rakyat untuk memimpin rakyatnya. Dalam sistem demokrasi seluruh rakyat diberikan kebebasan untuk berpartisipasi atau mengambil bagian dalam menjalankan sistem pemerintahan berdasarkan fungsinya masing-masing. Rakyat memerintah dirinya sendiri- hal ini berarti para warga negara tidak hanya menerima ataupun menolak hasil-hasil keputusan pemilihan umum, melainkan juga melaksanakan kontrol atas keputusan-keputusan pemerintah yang terbentuk dari pemilihan umum itu.  Dalam sistem demokrasi para warga negara di dalam keputusan-keputusan pemilihan umum sejatinya harus bebas karena jika keberbasan itu disepelehkan makan rakyat akan dinilai sebagai warga negara yang tidak berdaulat.

Kedaulatan rakyat sejatinya menjadi tolak ukur bagi sistem pemerintahan yang demokrasi. Sebab pernyataan bebas dari masyarakat pada ruang publik memiliki fungsi sebagai kendali atas pemerintahan yang terbentuk dari pemilihan umum. Masyarakat pada dimensi pemerintahan ini, tidak hanya dilihat sebagai insan yang memiliki daya atau kekuatan bebas tetapi juga kesadaran tentang kebangsaan yang demokratis.

Untuk memahami kebangsaan orang perlu mengetahui dan memahami apa itu kebangsaan. Kebangsaan yang dibahas di sini bertitik tolak dari kesadaran manusia Indonesia. Bangsa secara etimologi berasal dari bahasa Jawa kuno Wangsa, artinya Keluarga atau keturunan. Dalam bahasa barat, bangsa disebut dengan katan Nation, Natie, yang berasal dari kata dasar Nascere yang berarti lahir. Secara garis besar bangsa adalah kelompok besar manusia, yang dipersatukan oleh asal-usul yang sama. Pernyataan tentang kebangsaan ini kemudian mengalami perubahan. Bangsa pada dunia dewasa ini, tidak lagi diartikan sebagai kumpulan orang yang berada pada satu wilayah dengan kesamaan asal-usul. Contoh yang dapat dilihat adalah bangsa Amerika. Sebagai asal usul awali dari bangsa ini atau relativisme historisnya mereka datang dari Irlandia, Inggris, Jerman dan sebagainya. Mereka ini datang ke Benua Amerika dan menjadi suatu bangsa.

Konsep bangsa dewasa ini kemudian dilihat unsur pembentuknya yakni:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun