Mohon tunggu...
Osa Kurniawan Ilham
Osa Kurniawan Ilham Mohon Tunggu... profesional -

Sebagai seorang musafir di dunia ini, menulis adalah pilihan saya untuk mewariskan ide, pemikiran, pengalaman maupun sekedar pengamatan kepada anak cucu saya. Semoga berguna bagi mereka...dan bagi Anda juga. Beberapa catatan saya juga tercecer di http://balikpapannaa.wordpress.com ataupun di http://living-indonesiacultural.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

L’histoire se Repete-29: Pencitraan Sang Maharaja Purnawarman

19 September 2010   00:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:08 1198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pencitraan adalah kata sakti yang mulai populer sejak kemenangan SBY dalam pemilihan umum presiden tahun 2004. Pencitraan adalah usaha untuk membangun citra positif yang bersangkutan sehingga diharapkan orang hanya akan terfokus untuk melihat sisi positifnya belaka dan tidak menghiraukan sisi negatifnya. Berkaitan dengan hal ini, menjamurlah lembaga-lembaga periklanan politik yang menawarkan jasa bantuan kepada yang membutuhkan dengan biaya yang tidak murah. Mereka menawarkan jasa untuk memoles citra yang bersangkutan sehingga bisa terlihat lebih indah dari aslinya he..he... Sejak pencitraan menjadi kata sakti, media massa dipenuhi dengan berbagai macam iklan politik. Hal yang lumrah karena pencitraan memerlukan media dan demikian sebaliknya, keduanya saling membutuhkan untuk bertahan hidup. Semakin banyak perkara positif Anda memenuhi ruang publik melalui media massa maka semakin sedikit pula kesempatan media untuk menampilkan perkara negatif Anda. Wah.....maaf, saya kok sudah menampilkan diri sebagai pakar komunikasi politik kayak di teve-teve itu ya he..he...Baiklah kita kembali kepada inti perkara kita sekarang. Berbeda dengan Kerajaan Salakanagara, Kerajaan Tarumanagara meninggalkan begitu banyak jejak fisik selama keberadaannya di Jawa bagian barat. Tampaknya sang penguasa Tarumanagara tahu betul memanfaatkan ruang publik untuk pencitraannya. Entah siapa konsultannya he..he...Dari jejak-jejak yang ditinggalkan inilah kita bisa yakin dengan pasti akan keberadaan kerajaan tertua ini. Di luar negeri, Tarumanagara juga sangat terkenal. Terbukti dengan adanya catatan Fa-Shien dalam kitab Fa Kao Chi (414 M) yang sudah saya ceritakan di serial sebelumnya. Juga terdapat catatan dari Dinasti Sui yang melaporkan bahwa pada tahun 528 dan 535 M telah datang utusan dari To-Lo-Mo (Taruma ?!) yang terletak dari negeri selatan. Demikian pula catatan dari Dinasti Tang bahwa pada tahun 666 dan 669 M telah datang lagi utusan dari To-Lo-Mo. Di dalam negeri kita mengenal Tarumanagara dari banyaknya prasasti yang ditinggalkan. Prasasti-prasasti tersebut hampir semuanya berasal dari masa pemerintahan Sang Maharaja Purnawarman (395 - 434 M). Tahun 397 M, dia memindahkan ibukota Tarumanagara ke Sundapura yang berlokasi lebih ke arah pantai. Nah, berdasarkan berbagai macam sumber kita akan mencoba memahami prasasti-prasasti tersebut supaya bisa mengerti kesan apa yang akan kita dapat dari upaya pencitraan Purnawarman tersebut. [caption id="attachment_262034" align="aligncenter" width="300" caption="Lokasi prasasti Tarumanagara (sumber: www.anisavitri.wordpress.com)"][/caption] Prasasti yang pertama adalah yang kita kenal sebagai Prasasti Ciaruteun, terletak 100 meter dari pertemuan Sungai Ciaruteun dengan Sungai Cisadane. Prasasti ini berbahasa Sansekerta dan menggunakan huruf Pallawa. Bunyi dan terjemahan prasasti tersebut adalah sebagai berikut (saya kutip dari www.id.wikipedia.org/wiki/tarumanagara): [caption id="attachment_262037" align="aligncenter" width="300" caption="Prasasti Ciaruteun (foto diambil dari www.kaskus.us)"][/caption] vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam (Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa Tarumanagara.) Prasasti ini dilengkapi oleh kedua telapak kaki (pandatala, jejak kaki) sebagai tanda tangan. Jelas, prasasti ini ditinggalkan sebagai penanda bahwa lokasi prasasti tersebut adalah wilayah Tarumanagara. Bunyi prasasti ini paralel dengan yang dicatat dalam Pustaka Rayjarayja I Bhumi Nusantara yang menceritakan ada raja daerah (rajamandala) Pasir Muara sebagai bawahan Tarumanagara. Dan benar, sampai abad 19, daerah penemuan prasasti Ciaruteun ini dikenal sebagai Pasir Muara. Selanjutnya ada prasasti yang banyak orang menyebutnya sebagai Prasasti Telapak Gajah. Karena lokasi penemuannya adalah di sebuah perkebunan kopi, prasasti ini juga biasa disebut sebagai Prasasti Kebon Kopi. Inilah bunyi prasastinya seperti yang saya kutipkan dari sumber yang sama (dari www.id.wikipedia.org/wiki/tarumanagara): [caption id="attachment_262040" align="aligncenter" width="187" caption="Prasasti Telapak Gajah (sumber: www.warnaindonesia.com)"][/caption] jayavi s halasya tarumendrsaya hastinah airavatabhasya vibhatidam padadavayam (Kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti Airawata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa). Karena Tarumanagara menganut Hindu, kita tahu yang dimaksud dengan Airawata adalah gajah tunggangan Batara Indra (dewa perang dan dewa guntur). Konon, gajah perang tunggangan Purnawarman dinamakan pula Airawata. Berdasarkan prasasti ini, para ahli berdebat mengenai lambang Kerajaan Tarumanagara yang diduga adalah bunga teratai di atas kepala gajah. Sementara mahkota kerajaan berlambangkan sepasang lebah. Kedua lambang ini dipahatkan pula di atas prasasti Telapak Gajah ini. Lalu berikutnya adalah Prasasti Jambu, yang berlokasi di hulu Sungai Cikasungka, saya kutipkan pula dari wikipedia: [caption id="attachment_262046" align="aligncenter" width="225" caption="Prasasti Pasir Jambu (sumber: www.kebudaya.cc.cc)"][/caption] shriman data kertajnyo narapatir - asamo yah pura tarumayam nama shri purnnavarmma pracurarupucara fedyavikyatavammo tasyedam - padavimbadavyam arnagarotsadane nitya-dksham bhaktanam yangdripanam - bhavati sukhahakaram shalyabhutam ripunam. (Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju perisainya tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh, yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya.) Lihatlah bagaimana pencitraan dibangun oleh Purnawarman untuk membangkitkan kewibawaan di antara warga dan juga lawan-lawannya. Jangan lupakan pula Prasasti Tugu yang menceritakan pembangunan kanal Gomati dan upacara peresmiannya yang meriah. Saya sudah ceritakan secara detail di serial ke 26 yang lalu. [caption id="attachment_262047" align="aligncenter" width="180" caption="Prsasti Tugu (sumber: www.wacananusantara.org)"][/caption] Apakah hanya prasasti yang ditinggalkan oleh Tarumanagara ? Dulu sih dianggapnya begitu, sampai kemudian tahun 1985 ditemukanlah situs Batujaya di Karawang - Bekasi, lokasi yang diduga pusat Kerajaan Tarumanagara dulu. Di atas situs ini berdirilah 24 candi bercorak Budha, lengkap dengan peninggalan prasejarah maupun sejarah beserta penemuan beberapa kerangka manusia purba. Inilah situs terbesar peninggalan Tarumanagara. Di situs ini, material yang dipakai adalah bata, bukan batu seperti di candi-candi pada abad berikutnya. Dari sinilah kita bisa tahu bahwa pada abad ke 5 sudah berkembang teknologi pembuatan batu bata di daerah ini. [caption id="attachment_262050" align="aligncenter" width="300" caption="Candi Jiwa di situs Batujaya (www.id.wikipedia.org)"][/caption] Uniknya di situs yang sama juga ditemukan kerangka manusia prasejarah sehingga dimungkinkan memang benar bahwa di wilayah inilah (Karawang - Bekasi, hulu Sungai Citarum) dahulu terjadi interaksi antara manusia asli Jawa Barat saat itu dengan pendatang dari India. Kalau dihubungkan dengan riwayat kisah berdirinya Kerajaan Salakanagara (baca serial sebelum-sebelumnya), rasanya ada kaitan erat antara penemuan situs ini dengan kisah itu. Cuma saya masih heran, kalau Fa-Shien kecewa dengan sedikitnya penganut Budha di Tarumanagara ternyata candi-candi yang dibangun di masa Tarumanagara ini malah bercorak Budha. Bukankah ini pertanda bahwa toleransi bukanlah barang baru di negeri kita ini, bahkan sejak permulaan abad Masehi ini ? Dan dugaan saya terbukti kala ditemukan patung Wisnu di situs Lemah Duwur Lanang, sehingga membuktikan bahwa komunitas Hindu memang mendominasi Kerajaan Tarumanagara tapi bisa hidup rukun berdampingan dengan komunitas Budha dan penganut animisme. Saat Kerajaan Sunda - Pajajaran mengambil alih dominasi Tarumanagara, fakta arkeologis juga membuktikan bahwa situs-situs yang tersebar itu kemungkinan besar juga masih dipakai sebagai bangunan pemujaan sesuai peruntukannya semula yaitu Budha, Hindu dan juga animisme. Sepertinya situasi ini cocok dengan karakter dasar masyakat Sunda yang terkenal sangat menjaga harmoni. Pengaruh Hindu dan Budha ini kemungkinan melemah setelah kejatuhan Kerajaan Sunda di tahun 1521 M. Jadi kalau sekarang ada orang yang anti toleransi, berdasarkan fakta sejarah masa silam ini patutlah kita bertanya, dari manakah sebenarnya dia berasal ? he..he...     Sumber literatur: 1. Bernard H.M. Vlekke, Nusantara: Sejarah Indonesia, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2008. 2. http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Taruma 3. http://id.wikipedia.org/wiki/Gomati 4. Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa 5. www.wacananusantara.org 6. www.kebudaya.cc.cc 7. www.warnaindonesia.com   (Osa Kurniawan Ilham, Balikpapan, 19 September 2010)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun