Mohon tunggu...
Harun Anwar
Harun Anwar Mohon Tunggu... Desainer - Menulis sampai selesai

Lelaki sederhana yang masih ingin tetap tampan sampai seribu tahun lagi

Selanjutnya

Tutup

Bola

Fans Sepak Bola Ala Indonesia dan Korelasinya terhadap Prestasi Tim Nasional

19 Juni 2021   07:59 Diperbarui: 19 Juni 2021   08:06 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 2021 akan tercatat selamanya sebagai tahun tersibuk bagi dunia sepak bola internasional. Khususnya bagi negara-negara di bawa naungan UEFA. Kita melihat bagaimana kompetisi sepak bola klub-klub di Eropa dihadapkan dengan jadwal pertandingan yang luar biasa ketat akibat musim yang berjalan lebih pendek dari biasanya yang merupakan imbas dari pandemi. UCL dan EL yang jadi biduk persaingan klub papan atas di Eropa terpaksa mempersingkat waktu berjalannya kompetisi karena musim yang terlambat dimulai. Perhelatan Piala Eropa 2020 yang molor hingga 2021 pun ikut memusingkan pemain yang turut berkompetisi karena persiapan yang terbilang minim.
       
Nampaknya dalam rilis rangking tim nasional tahun ini di FIFA akan ada banyak perubahan. Selain kompetisi benua, tim nasional tiap negara juga disibukkan dengan pertandingan kualifikasi menuju piala dunia. Di zona conmebol sendiri ada Copa America yang tak kalah bergengsi dengan piala Eropa. Beberapa negara bahkan melakukan friendly match sekadar untuk menemukan komposisi tim sampai misi memperbaharui rangking tim di FIFA.
         
Di Indonesia kita seperti biasa larut dalam euforia. Seakan-akan kita ingin memperlihatkan pada dunia bahwa negara kita yang penduduknya lebih seperempat miliar ini adalah penggila sepak bola. Kita lupa bahwa negara kita hanyalah guram di peta sepak bola dunia. Bukan mau menghina, tapi inilah kenyataan. Faktanya tim nasional Indonesia sekarang ini jadi tim paling buncit posisinya di grup kualifikasi piala dunia 2022 zona Asia. Poin yang diperoleh baru sebiji berkat hasil imbang dengan tim tetangga yang itu pun diraih dengan susah payah. Sisanya tim nasional kita jadi lumbung gol tim-tim lain. Vietnam yang dulunya tak selevel dengan tim nasional kita bahkan ikut-ikutan membantai dengan kemenangan terbaru 4-0.
           
Kita bersorak atas kemenangan tim nasional negara lain. Tapi tak tahu tim nasional kita sendiri kering prestasi. Jangankan masuk piala Asia, di level Asean saja tim nasional kita selalu gagal. Dan bukan tak mungkin sebentar lagi Laos, Kamboja, Myanmar dan Brunei akan melewati kita.
           
Kenyataan perihal jeleknya prestasi sepak bola Indonesia sejatinya sejalan dengan perilaku kebanyakan masyarakat Indonesia sendiri. Faktanya orang Indonesia kebanyakan selalu memaksakan sebuah posisi yang sebenarnya tidak dipahami situasinya dengan baik. Maksudnya begini. Kita ngotot mengambil peran, tapi buta dengan gambaran yang ada. Misal, orang yang tak begitu paham sepak bola tiba-tiba masuk jadi pengurus di badan sepak bola negara. Jumlah mereka pun nampaknya tidak sedikit. Imbasnya tentu pada pengelolaan sepak bola itu sendiri. Umpama orang gunung turun mengolah laut, ya lautnya rusak dong. Bener gak?
         
Di Indonesia hampir semua selalu begitu. Orang sudah gontok-gontokan untuk jadi kepala daerah, pas benar terpilih malah bingung dengan pola kerja yang ada. Orang mati-matian dekati kepala daerah biar bisa jadi kepala dinas, giliran sudah menjabat tak tahu apa yang mesti dikerjakan. Sama juga dengan sepak bola. Banyak yang saling sikut untuk posisi kepengurusan dari mulai ketua umum, sekjen, sampai yang sekaitannya. Nah ketika sudah berkantor kita pun tahu orang-orang ini tidak punya cukup kompetensi untuk mengurus sepak bola. Malah jangan pula untuk perkara semisal kompetensi tadi, pengetahuan orang-orang ini di bidang sepak bola pun tergolong masih becek.
           
Lalu apa jadinya dengan sepak bola kalau dikelola oleh orang yang salah? Ya jalannya juga kemungkinan bakal banyak salahnya. Celakanya hal ini berpengaruh kuat pada pembinaan di semua lini serta sistem. Kompetisi sepak bola dalam negeri tak karu-karuan, laju tim nasional di pentas luar negeri berjalan mundur, dan sebagainya. Ekosistem sepak bola Indonesia barangkali butuh 20 tahun untuk dibenahi. Itu pun harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Bukan cuma sungguh-sungguh sesaat.
           Entah hingga kapan kita akan selalu menemukan kerancuan begini rupa. Kita jadi akrab dengan pemandangan lalu-lalu. Di negara kita ada banyak sekali orang yang salah masuk kerja, parahnya mereka pun akhirnya mengerjakan hal-hal yang salah. Maksudnya sudah salah kerja, kerjanya salah pula. Ini yang mendorong kita pada kemunduran. Terutama sepak bola kita tadi.     
Saat ada gelaran Piala Eropa seperti sekarang banyak orang Indonesia yang turun ke jalan menyuarakan dukungan untuk tim idola dengan gaya sok pendukung fanatik. Ada yang beli jersey, cat dinding rumah, bikin nonton bareng, bikin heboh di media sosial, sampai taruhan uang. Eh giliran nonton di telivisi bingung tim yang didukung pakai jersey warna apa. Itu sering kejadian. Bener gak? Biasanya emak-emak heboh apalagi.
       
Kalau kita mau memaafkan baiklah. Mereka yang tak punya latar belakang sepak bola datang untuk mengelola sepak bola kita beri jalan. Kita dukung. Sayangnya kita juga sudah telanjur ditampar berbagai kasus perihal bobroknya pengelolaan yang acapkali menyeret pemerintah di dalamnya.
         
Kita jadi yang paling nyaring berteriak untuk berbenah tapi juga jadi yang paling bandel. Hukuman dari induk federasi sepak bola dunia datang berkali-kali, kita tak jua jera. Dari suporter sampai ke petinggi federasi masih banyak yang suka tebal telinga, memilih gaya sendiri, merasa sudah jadi yang terbaik. Dan akhirnya kita semakin tertinggal. Thailand dan Vietnam sudah jauh berlari dari kita. Kamboja bahkan sementara menyusun tata kelola sepak bola mereka dengan serius. Jika kelak setiap negera di Asean sudah memiliki tim nasional sepak bola yang kuat maka rasanya dunia akan menertawakan kita. Negara besar yang tak sanggup memanfaatkan sumberdaya yang sudah tersedia.
               
         
Penulis adalah penggemar Arsenal

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun