"Saracen," istilah mendadak muncul, bersamaan dengan keberhasilan Polri membongkar Kelompok Penyebar  Hate Speech atau KPHS di media sosial. Selanjutnya, juga terdengar suara serta komentar banyak pakar komunikasi (benaran atau pun asal-asalan), yang pro atau kontra seracen.
Kemunculan KPHS 'ala seracen,' sebetulnya sudah lama ada, tepatnya tahun 2010. Diawali dengan,
- Fans Page dan Grup FB yang 'menyerang' FPI, HTI, PKS
- Fans Page dan Grup Oposisi terhadap SBY.
Kelompok pertama, mendapat serangan balik dari para pembela dan kaki-tangan FPI, HTI, PKS. Sejumlah FB Fans Page dan Grup FB jatuh ketangan para perebut dan hilang.Â
Kelompok kedua, kaki tangan Oposisi terhadap SBY, tidak mendapat serangan balik yang memadai. Akibatnya ratusan Fans Page dan Grup FB dengan nada, posting, artikel, meme, karikatur yang melemahkan serta mengecilkan SBY.
Tahun 2012, Kelompok Penyebar Hate Speech atau KPHS ini, makin membesar dan bertambah banyak, ditandai dengan ribuan Fans Page dan Grup dengan model 'musuh' yang beragam, misalnya penuh dengan posting SARA. Pada masa ini, KPHS merambah ke area politik.
Ketika Pilkada DKI Jakarta, KPHS menyerang pasangan Jokowi-Ahok dengan isue-usue hoax, komunis, asing, aseng, salibis, dan lain sebagainya.
Tahun 2014, agaknya para Parpol, Politisi, Tim Pemenangan Presiden dan Wapres melihat KPHS, yang teroganisir atau menyatu, sebagai kekuatan melawan dan menghancurkan lawan.Â
Mereka kemudian mengorganisir, mengumpulkan, membentuk (dan membayar) KPHS sebagai Tim Kontra Isue. Sejak itulah KPHS menjadi  ladang brisnis dengan tarif hingga ratusan juta rupiah.
Catatan saya, tahun 2015, seorang Nitiezen melalui akun chirpstory.com/li/246228, memberi "definisi sementara" Â tentang e-hate, yaitu bisnis online yang bertujuan mencari uang dengan cara menebarkan serta menyebarkan kebencian, (lihat image).
Definisi tersebut ada benarnya, jika melihat fenomena menjamurnya FB Fans Page sejak tahun 2010; sekaligus muncul ribuan atau bahkan puluhan ribu Fans Page dan Grup yang bernada miring serta menyerang siapa pun yang tidak disukai.
Penyebaran dan menebarkan kebencian tersebut dilakukan dengan cara membuat tulisan atau posting (yang prosentasi ketidakbenarannya sangat besar, data yang tidak akurat, serta hanya hoax) di media sosial, dan web atau blog pribadi (dan juga situs-situs corong idiologi radikal, rasis, sara, dan sejenis dengan itu). Kemudian, tulisan tersebut di share ke media sosial, misalnya page dan grup facebook.Â