Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kaum Denial (di) Indonesia

29 November 2020   11:44 Diperbarui: 11 Juni 2022   08:29 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa Narasi Pembuka

"Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya," (Tomas, Abad I Ms).

Tomas, sosok yang sangat dikenal oleh umat Katolik dan Protestan. Ketika murid-murid Yesus menyampaikan padanya bahwa Yesus sudah bangkit dari kematian, ia meminta bukti. Kata-kata di atas merupakan ungkapan jujur dari dirinya. 'Sikap' Tomas seperti itulah, maka ia dikenang sebagai orang yang tidak mudah percaya, skeptis, minta bukti dan fakta baru percaya. Sehingga, hingga kini, misalnya di Indonesia, terutama pada komunitas Minahasa, Maluku, NTT, jika dalam percakapan sehari-hari, ada orang suka menyangkal sesuatu (menolak, tak percaya, skeptis, selalu minta lihat bukti fisik), maka ia akan disebut, 'Dasar Tomas;' dalam artian menyamakan orang tersebut persis kelakuan Tomas

Kisah Nyata. Suatu waktu, beberapa Ibu-ibu Muda sementara berbelanja di Mall; tiba-tiba mereka melihat seorang pria tanpan terlihat mesrah dengan gadis muda dan cantik di area yang sama. Ibu-ibu Muda tersebut, terkejut karena pria tanpan tersebut adalah suami dari dari salah satu anggota gang mereka, yang saat itu tidak ikut berbelanja. Selesai berbelanja, mereka ramai-ramai ke rumah Sang Teman, dan menceritakan semuanya yang dilihat plus foto serta vidio di hp. Sang Teman, tidak terkejut, hanya mengatakan, "Sebelum gue lihat sendiri, gue tak percaya."

Jejak Digital. Mr A, B, C, D, E, F, adalah orangt-orang yang mengikuti pemilihan umum, jika menang, maka akan menjadi Walikota, Bupati, Gubernur, Presiden, Anggota Senat, Anggota Parlemen. Namun mereka kalah secara terhormat; para pemilih tidak memilih mereka karena berbagai alasan. Tapi, walau sudah terbukti kalah, mereka tidak bisa menerima kekalahan tersebut. Mereka pun melakukan berbagai upaya agar tetap sebagai pemenang, bahkan dengan cara-cara yang tidak elok dan tak bermartabat. Namun, tetap saja tidak bisa sebagai pemenang; mereka pun 'membungkus diri' dengan ketidaksukaan dan kebencian politik serta narasi-narasi perlawanan terhadap para pemenang.

Fakta. Seorang anak muda menyaksikan kekerasan di depan matanya tetapi mengaku tidak terpengaruh oleh kejadian itu. Seorang Manula yang sekarat dan hampir meninggal tetapi menolak untuk berobat. Karyawan tetap bekerja, walau ia sedang sakit. Oang yang membuat banyak kartu kredit, padahal penghasilannya tak memadai untuk membayar tagihan

Dari Teman. Seorang Bapak Muda, ramah terhadap siapa pun; ia mempunyai dua anak remaja, Si Putera dan Puteri; ia sangat menyangi mereka, dan cenderung memanjakan. Suatu waktu Si Putera mengalami kecelakan lalu lintas, dan tewas di tempat. Bapak Muda sangat terpukul, sedih, dan mendadak pendiam. Setelah pemakaman, dan rumahnya telah sepi dari orang-orang yang datang, tiba-tiba Bapak Muda histeris; ia masuk ke kamar Putera, serta berbicara ke ruang kosong dan barang-barang yang ada di situ. Isterinya dan Puteri terkejut; mereka melihat Bapak muda memperlihatkan perilaku seperti  Putera masih hidup, ia berbicara, tertawa, ngobrol, tersenyum dengan semua benda-benda dalam kamar.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Jagakarsa, Jakarta Selatan | Narasi-narasi di atas, hanya beberapa contoh tentang apa yang sering disebut sebagai denial atau penyangkalan. 

Sederhananya, denial, yang kini semakin popular pada kalangan milenial, walau salah kaprah memaknainya, merupakan proses atau mekanisme seseorang dalam rangka pertahanan dan penyusaian diri pada sikon kontemper yang terjadi atau dihadapinya. Sikon tersebut, misalnya, kekalahan, kehilangan, kesedihan, duka, ketakutan, kekecewaan, cemburu, putus asa, dan lain sebagainya.

Pada sikon tersebut, orang yang mengalami atau memperlihatkan denial atau 'denialist,' umumnya memperlihatkan diri, minimal melalui raut wajah, orasi, dan narasi, tidak terpengaruh apa-apa terhadap hal-hal yang didengar dan dilihat atau yang disampaikan ke/padanya; walaupun semuanya itu telah ada bukti dan fakta.

Mungkin saja ketika, anda dan saya, melihat seseorang yang sementara denial, dengan cepat berpikir (dan menilai) bahwa orang itu kuat, tabah, kokoh, hebat pertahanan dirinya, sehingga tak terpengaruh apa-apa terhadap hal-hal yang menimpa dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun