Empat Catatan Awal
Pertama
Senin 15 Oktober 2018, dua petinggi (atau hanya anggota) FPI, Alwi Bin Smith dan Hanif (lengkapnya Habib Muhammad Bahar Bin Ali Bin Smith dan Habib Muhammad Hanif bin Abdurrahman Al-Atho) tiba di Bandara Sam Ratulangi Manado, Sulawesi Utara; mereka berencana menghadiri acara tabligh akbar di Ibukota Sulawesi Utara. Beberapa hari sebelumnya, berbagai kelompok masyarakat Sulut, sudah menyuarakan menolak kedatangan mereka.
Namun, dengan percaya diri yang tinggi, kedua orang FPI tersebut nekad menuju Manado tanpa takut dan gentar. Tapi, sebelum mereka keluar dari Bandara, sudah tertahan, karena sejumlah besar elemen warga sudah menanti di Bandara, dan menolak kedatangan mereka.
Massa yang terdiri dari 9 Ormas  menolak kedatangan kedua anggota FPI tersebut, diwakli oleh S Tumbuan menyatakan bahwa, "Keduanya ditolak karena keduanya habib ini ditolak karena merupakan sosok yang intoleran. Mereka tokoh-tokoh anti-NKRI. Kami tidak membawa senjata tajam dan miras dilarang; Kami hanya ingin ketemu dua ustad itu dan katakan mereka kami tolak, itu saja; kedua tokoh intoleran serta suka mengumbar kebencian."
Hal yang sama, juga disampaikan oleh Frangky Boseke, Kami tidak melarang acara tabligh akbar; malah mereka sangat mendukung karena warga Sulut sangat toleran. Namun, sebaiknya warga menghadirkan ulama nasionalis yang menyebarkan kesejukan.
Juga Steven Kembuan, salah satu koordinator aksi, menyatakan bahwa, menolak Habib Bahar dan Hanif karena intoleran. Keduanya merupakan pentolan 212 yang suka mengobarkan kebencian serta penuh intoleransi; yang kami tolak itu adalah orang yang intoleransi. Sulut selama ini dikenal sebagai daerah yang sangat toleran dan baik kerukunan beragamanya. Datangnya dua orang itu pelaku intoleran berpotensi merusak kerukunan beragama di Sulut.
Penolakan tersebut, menjadikan Polda Sulut, melalui Wakapokda dan jajarannya, bertindak sebagai penengah. Dan dengan alasan keamanan serta keselamatan kedua anggota FPI tersebut, mereka tidak diperkenankan meninggalkan Bandara.
Selasa pagi, 16 Oktober 2018, Alwi Bin Smith dan Hanif, meninggalkan Sulawesi Utara dengan penerbangan pertama menuju Jakarta.
Ternyata, penolakan dan pemulangan tersebut, menjadikan sejumlah aktivis FPI di Medsos dan Media Online (milik dan berafiliasi dengan FPI), memposting hal-hal yang bersifat sentimen rasis dan ujar kebencian. Bahkan menjurus pada hal-hal yang bersifat memecah kesatuan dan persatuan sosial.
Kedua