Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kampanye dan Potensi Konflik Sosial

22 September 2018   08:20 Diperbarui: 10 Desember 2018   11:05 859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Indonesia Hari Ini

Catatan I: Kofi A. Annan, (Mantan) Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa

Betapa menyenangkan karena di dunia ada kecenderungan ke arah demokratisasi dan penghargaan terhadap hak asasi manusia. Tak kurang dari 120 negara kini telah menjalankan pemilihan umum yang jujur dan adil, dan sejumlah besar konflik internal berakhir dengan perdamaian yang dirundingkan, termasuk sistem pemilihan umum yang ditujukan untuk membangun struktur politik yang dapat diterima semua pihak. Pihak-pihak ini pun telah bersepakat untuk menghasilkan penyelesaian damai yang berkelanjutan melalui transisi demokratis.

Prinsip-prinsip demokrasi telah menyediakan titik tolak untuk mengimplementasikan penyelesaian yang demikian, yang biasanya tidak hanya melibatkan demokratisasi sebuah negara tetapi juga memberi kekuasaan lebih kepada masyarakat madani. Sekali para aktor politik mengakui kebutuhan akan pengelolaan damai untuk konflik yang mengakar, sistem yang demokratis bisa membantu mereka mengembangkan kebiasaan untuk berkompromi, bekerjasama dan membangun konsensus. Ini bukan pernyataan abstrak, akan tetapi kesimpulan praktis yang ditarik dari pengalaman PBB dalam penyelesaian konflik di lapangan.

Sumber: Demokrasi dan Konflik yang Mengakar: Sejumlah Pilihan untuk Para Negoisator, Institute for Democracy and Electoral Assistance

Catatan II: Kampanye

Sederhananya, kampanye adalah memberitakan (menyampaikan sesuatu melalui tulisan, gambar, suara dengan berbagai media) daya tarik untuk mendapat perhatian, dukungan, dan pilihan. Isi pemberitaan itu, antara lain kapasitas, kualitas, bobot, prestasi, kelebihan (berdasar data, fakta, arsip, hasil yang telah ada/dicapai), dan keuntungan jika memilih sesuai yang dikampanyekan. Kampanye bisa dan biasa dilakukan oleh/pada berbagai kegiatan; dan utamanya pada proses pemilihan pimpinan (dan pengurus) di pada organisasi tertentu (ormas, keagamaan, kegiatan sekolah, kampus, dan partai politik), dan yang paling umum dilakukan adalah pada kegiatan politik.

Dengan itu, kampanye, bisa terjadi atau dilakukan pada semua bidang, utamanya kegiatan yang bersifat mempengaruhi orang lain untuk memilih seseorang, kelompok, atau hasil produksi tertentu. Demikian juga (yang terjadi) pada Pilpres RI tahun 2019, semua calon presiden dan wakil presiden (akan) melakukan kampanye tertutup (dalam/di ruangan) dan terbuka atau area terbuka yang tanpa batas.

Isi atau muatan dalam/di pada waktu kampanye pun, wajib berisi sejumlah visi, misi, program, janji politik, dan lain sebagainya yang bersifat (upaya) menarik perhatian, mempengaruhi, dan menjadikan orang lain tertarik (dan juga memilih) orang (dan visi, misi, program, dan janji) yang dikampanyekan atau ditawarkan. Itu yang seharusnya.

Namun, menurut saya, jika mengikuti dan melihat perkembangan selama ini yang saya sebut sebagai ‘pra-kampanye;’ yang akan terjadi adalah hal-hal bukan merupakan muatan atau isi kampanye. Atau, jika terjadi, maka porsinya hanya kecil. Jadi, isi narasi dan orasi pada kampanye, bakalan sedikit penyampaian program; tapi penuh janji-janji (surga) serta bualan politik. Kampanye hanya (akan) berisi ‘live musics’ teriakan yel-yel, umpatan, bahkan sekedar pengerahan massa bagaikan pasar malam. Dengan itu, maka yang terjadi adalah pembodohan publik serta bukan edukasi politik.

Akibatnya, (akan) memunculkan pemilih yang memilih (hanya) karena ‘emosi politik,’ ikut-ikutan, ikuti arus, berdasarkan ‘provokasi politik,’ dan terbuka kemungkinan ‘memilih karena berapa banyak rupiah yang didapat. Tragis.

##

Satu lagi tahapan atau pun proses Pilpres RI Tahun 2019 telah terlewati; KPU RI telah meloloskan dan menetapkan calon Capres/Cawapres, dan diikuti dengan nomer peserta Pemilihan Presiden. Hanya ada dua pasangan, yaitu Pasangan Nomer Satu, Jokowi -- MA dan Pasangan Sesudah Nomer Satu. Mereka akan 'bertarung' secara bermartabat di area publik, sambil melempar pengaruh agar terpilih dan dipilih. Kegiatan itu lah yang disebut kampanye.

Kampanye merupakan suatu kebutuhan, kewajiban, keharusan, serta tak terelakan pada proses pemilihan (memilih) orang (untuk menduduki jabatan tertentu) atau lembaga, barang, dan jasa, program dan rencana masa depan (jika menang), visi, dan misi. Nah, pada Pilpres, terjadi semua giat dan kegiatan (dalam dan terjadi pada) kampanye.

Dengan itu, maka pada Kampanyer Pipres RI Tahun 2019, sejatinya bukan sebagai penyampaian hal-hal yang bersifat parsial, setengah-setengah, atau pun hanya potongan-potongan 'puzle' yang dilemparkan ke publik, dan membiarkan mereka menyusun ulang dengan cara pikir sendiri, yang seringkali tak pas.

Melainkan, menyampaikan suatu keutuhan yang nyaris lengkap, dan di dalamnya ada sejumlah kata, kalimat, orasi, narasi yang membangun serta mengedukasi publik, bukan sebaliknya.

Selain itu, kampanye, berdasarkan pengalaman dan catatan PBB, harus menghidari konflik dan chaos sosial karena perbedaan pilihan serta politik. Sebab, sebagian besar konflik tajam saat ini bukanlah perang antarnegara yang saling bersaing seperti di masa lalu, tetapi terjadi di dalam negara-negara itu sendiri, terutama sekitar Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden. Sebab, banyak kali terjadi pada kampanye, bercampur-baur dengan konsep-konsep identitas, bangsa, dan nasionalisme, serta kebanyakan berakar pada persaingan untuk memperebutkan sumber daya, pengakuan dan kekuasaan. 

Meskipun konflik-konflik itu tampak berbeda satu sama lain pada dasarnya ada kesamaan isu kebutuhan yang tak terpenuhi, dan pentingnya mengakomodir kepentingan mayoritas dan minoritas, dicampuradukan menjadi satu, kemudian diolah sebagai 'perjuangan dan pemilihan, politik,' bahkan perang dengan simbol agama dan keagamaan.

Jadi, tak bisa dibantah, berdasarkan pengalaman di mana-mana, kampanye politik juga merupakan salah satu (alat) pemicu dan pembangkit konflik sosial. Hal tersebut lah, yang tidak boleh terjadi di/pada Pilpres RI 2019.

Dengan demikian, untuk semua Pendukung dan Tim Sukses pasangan Capres/Cawapres, serta kelompok hura-hura dan horeeeee, selayaknya menjauhkan diri dari segala bentuk kegiatan yang bisa membangkitkan emosi, marah, kemarahan, benci, kebencian terhadap lawan politik. 

Sebaliknya, memperlihatkan segala sesuatu yang bersifat saling menghormati, menghargai, bermartabat, elagiter, serta menjunjung tingggi nilai-nilai kemanusiaan. Tanpa itu, maka kampante akan menjadi ajang yang penuh wajah-wajah garang (yang) ingin menerkam lawan.

Mari, berkampanye dengan bermartabat.

Opa Jappy | Relawan Indonesia Hari Ini Memilih Jokowi -- IHI MJ

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun