AP Kepala Seksi Pemeliharaan  di Sudin Pekerjaan Umum dan Tata Air Kota Administratif Jakarta Barat, bersama Yoyo Suryanto bin Sutarya, Raden Sugiyanto, Nurhadi, Heri Setyawan, Heddy Hamrullah, Binahar Pangaribuan, Ahmad Mawardy, Eko Prihartono, dan Arnold Welly Arde, adalah orang-orang yang (pernah) mendapat tugas dari Pemda DKI Jakarta untuk melakukan sejumlah kegiatan, seperti pembangunan infrastruktur saluran lokal, saluran drainase jalan, dan perbaikan pengendali banjir. Kegiatan dan proyek pengendalian banjir tersebut, dibiayai oleh APBD DKI Jakarta.
Sayangnya, dana tersebut tidak dipergunakan sebegaimana mestinya, namun, AP dan teman-temannya, secara bersama-sama melakukan senjumlah rekayasa (termasuk proyek fiktif) dan  penyimpangan sehingga merugikan Negara sebesar Rp14,18 miliar. Akibatnya, sudah jelas, komplotan ini dipecat sebagi PMS. ditangkap dan diadili oleh Pengadilan Tipikor; para koruptor tersebut, kemudian dipenjarakan. Ketika itu, tahun 2016, AP berhasil melarikan diri, dan bersembunyi sehingga tak ditangkap.
Naas bagi AP, namun keuntungan pada Tim Satgas Khusus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (P3TPK) Kejaksaan; dalam persembunyian AP di wilayah Bojong Kulur, Kabupaten Bogor, ia ditangkap Tim P3TPK dan Satuan Bareskrim Polri. Maka berakhirlah pelarian AP sejak tahun 2016. Setelah AP menjalani pemeriksaan intensif, ia dijebloskan ke Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, sesuai Surat Perintah Penahanan dari Direktur Penyidikan pada JAM Pidsus Nomor: Print-12/F.2/Fd.1/03/2018 berlangsung selama 20 hari pertama, terhitung 3 Maret 2018.
Tertangkap dan dipenjarakannya sejumlah orang (yang sebelumnya) menangani kegiatan serta infrastruktur agar tidak terjadi banjir di Jakarta tersebut, adalah satu dari ratusan kasus yang sama di Indonesia. Sejumlah data (arsip media dan google) menunjukkan bahwa korupsi dana bencana pernah terjadi banyak wilayah, antara lain, Pelalawan, Riau; Mojokerto Jawa Timur; Solok, Sumbar; Biak, Papua; Sulawesi Utara; Sulawesi Tengah, Jambi, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan lain-lain. Ternyata, tindak korupsi dana (pengendalian) bencana tersebut terjadi merata dari Sabang hingga Merauke, Sangir sampai Rote.
Padahal, KPK sudah pernah mengingatkan bahwa, Tolong ini kan untuk masyarakat yang dalam kondisi bencana, tolonglah jangan di korupsi. Kalau berdasarkan Pasal 2 UU Tipikor berkaitan dengan korupsi bencana bisa dituntut hukuman mati; ketika itu diucapkan oleh Jubir KPK kepada para aktivis Anti Korupsi dan Wartawan.Â
Timbul tanya, mengapa hingga mereka melakukan korupsi dana bencana? Jawab gampangnya adalah Koruptor (korupsi dan uang) tidak mengenal empati, simpati, atau belas kasihan kepada siapa pun; juga tak memiliki rasa kesetiakawanan sosial, dan peri kemanusiaan. Â Bagi mereka uang adalah uang, dan itu utama serta di atas segalanya. Jadi, jika mereka, para koruptor, melakukan korupsi dana bencana, makan itu adalah akibat dari sifat diri koruptor.
Dalam kerangka itu, saya setuju lah dengan Hukuman Mati terhadap Para Koruptor.
Opa Jappy