Lenteng Agung, Jakarta Selatan | Seiring dengan kehendak dan kekuatan politik pada masa Orba, maka pada 10 Januari 1973, Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) dan juga dua partai keagamaan Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai Katolik, melebur diri menjadi Partai Demokrasi Indonesia.Â
Sejak masa itu, walau bentukan dan rekayasa negara, pada setiap Pemilu, PDIP tak pernah meraih suara yang signifikan. PDI tetap saja sebagai "Partai Gurem" dan sekedar "Partai Pelengkap Demokrasi."Â
Namun, ketika keturunan Bung Karno, dimulai dari Guruh dan Mega, ada di PDIP pada masa itu, banyak orang, termasuk saya, mulai berpihak ke PDI.Â
PDI mulai membesar, dan menjadi "tempat pelarian" bagi mereka yang tak punya tempat di Golkar dan PPP; PDI seakan menjadi tempat kumpul mereka yang termarginal, dan semakin membesar.Â
[Menurut saya, jika Pemilu diadakan dengan benar-benar JURDIL serta tanpa rekayasa dan paksaan, maka PDIP dan PPP yang  tampil sebagai pemenang, bukan Golkar]Â
Sejarah terus berlanjut, PDI pun bergerak ke arah depan dengan kekuatan seadanya. Pada Kongres Luar Biasa PDI yang diselenggarakan di Surabaya 1993, Megawati terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PDI.Â
Namun, pemerintahanSoeharto tidak puas dengan terpilihnya Mega sebagai Ketua Umum PDI. Mega pun didongkel dalam Kongres PDI di Medan pada tahun 1996, yang memilih Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI.Â
PDI yang mulai (mem)besar itu, walau bukan sebagai "oposisi" Â ternyata sudah dilihat sebagai "ancaman'" oleh sebab itu, PDI harus dikerdilkan dan dikendalikan.Â
Caranya, ingat kembali ke masa lalu, Soeharto dan pembantu militernya merekayasa Kongres PDI di Medan dan mendudukkan kembali Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI. Rekayasa pemerintahan Orde Baru untuk menggulingkan Megawati itu dilawan pendukung Megawati dengan menggelar mimbar bebas di Kantor DPP PDI. Â
Mimbar bebas yang menghadirkan sejumlah tokoh kritis dan aktivis penentang Orde Baru, telah mampu membangkitkan kesadaran kritis rakyat atas perilaku politik Orde Baru.Â