Mohon tunggu...
Ony Edyawaty
Ony Edyawaty Mohon Tunggu... Guru - pembaca apa saja

hanya seorang yang telah pergi jauh dari rumah

Selanjutnya

Tutup

Financial

Pegadaian Club

27 Juni 2021   20:47 Diperbarui: 27 Juni 2021   22:01 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : katadata. co.id

Sepenuhnya saya sependapat dengan tagline Pegadaian Persero, sebuah BUMN yang bergerak dibidang pembiayaan yaitu : Mengatasi Masalah Tanpa Masalah.  Bagi saya pribadi, Pegadaian bukan saja alat mengatasi masalah.  Lebih dari pada itu, Pegadaian adalah semacam alat bantu pernafasan.  Kalau tidak ada Pegadaian, mungkin saya sudah lama lewat.

Keluarga saya sudah tiga generasi tidak malu-malu mengaku sebagai anggota Klub Pegadaian.  Saya ingat dulu nenek kerap mengusahakan pembiayaan sekolah putra-putrinya yang berjumlah sepuluh orang dengan bolak-balik ke Pegadaian.  Pada waktu itu Pegadaian masih menerima jaminan berupa mesin ketik, kain batik tulis dan tas kulit.  Bahkan kakek saya menggadaikan traktor dan mesin bubut.  Namun sebagai pengikut setia aliran Gold is Forever, emas tetap merupakan alat jaminan terbaik sepanjang masa.  Kita dapat menjaminkan dengan setengah nilai emas, bisa ditebus atau diperpanjang sehingga kita tidak akan melepas tabungan yang sudah ada.

Sama halnya dengan yang saya alami sekarang.  Anak sudah kuliah tingkat dua, biaya makin menggelembung saja.  Tradisi keluarga besar saya pun mengalami estafet dengan sangat sukses.  Alhasil, bolak-balik ke Pegadaian sudah menjadi kebiasaan.  Apalagi yang  dipakai untuk menebus kalau bukan uang tunjangan profesi setiap empat bulan itu. 

Pertengahan tahun ini dompet saya berisi empat lembar gumpalan surat gadai.  Saya baru bisa menebus satu barang.  Ada satu lagi yang sudah lewat delapan bulan.  Saya tadinya mau merelakannya untuk dilelang.  Meski hati saya meronta karena barang jaminan itu adalah emas sebanyak 7 gram dan hanya tergadai dengan harga seperempatnya saja.  Namun darimana saya dapat uang untuk menebusnya?  Ah, sudahlah.  Saya jongkok di pojokan saja.  Bingung.

Hingga akhirnya telpon genggam saya berdering berkali-kali.  Wah, dari Pegadaian.  Saya tidak berani menjawabnya.  Berdering lagi, kali ini dari nomor pribadi.  "Halo, Assalamualaikum," akhirnya saya angkat. 

'Walaikum salam.  Bu, ini saya, Ary.  Perhiasan ibu ini tidak mau dilelang, kan bu? Jangan ya bu, sayang sekali padahal nilai pinjamannya tidak besar." seorang petugas Pegadaian bicara nyerocos sementara kepala saya tambah pusing.

"Saya ndak punya buat nebusnya sekarang, pak.  Tunjangan saya turun mungkin akhir bulan ini." jawab saya lirih.

"Sudah bu, biar saya yang urus.  Besok datang saja ke kasir, tunjukkan surat gadainya", suara berlogat Jawa yang ramah.  "Aduh, bagaimana dengan denda dan lain-lain?", saya membatin. 

Esoknya saya benar-benar datang dan menghampiri kasir dengan surat gadai.  Saya tidak mengatakan apapun tentang lelang, hanya mengangsurkan dengan pasrah dan menyiapkan uang secukupnya untuk memperpanjang pinjaman yang sudah telat delapan bulan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun