Mohon tunggu...
Ony Edyawaty
Ony Edyawaty Mohon Tunggu... Guru - pembaca apa saja

hanya seorang yang telah pergi jauh dari rumah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Semesta Cahaya Papa

18 April 2021   22:27 Diperbarui: 18 April 2021   23:10 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Cling" bunyi notifikasi pada gawaiku berbunyi.  Tengah malam begini pasti pesan dari akun bisnis atau spam.  Semula tidak aku pedulikan, namun bunyinya beruntun.  Ku buka serangkaian pesan percakapan dari aplikasi email.  Ah, rupanya dari Papa.

"Lagi apa Step," begitu bunyi pesan pertamanya.

Aku membalas : "Pa, malam-malam bukannya tidur."

Papaku menjawab : "Papa pengin makan jengkol, tapi ini sudah malam dan dingin."

Aku menghela nafas sambil mengusap tengkukku yang tiba-tiba saja berdiri bulu kuduknya.  Merinding.  Ini akun Papa kenapa berbunyi tengah malam begini?  Segera bangkit dan kulemparkan jaket serta kantong tidur.  Aku berjingkat melewati tubuh-tubuh para tentara dan personil SAR yang bergelimpangan tertidur kelelahan.  Aku mau mengambil wudhu dan shalat, memohon petunjuk dan ketenangan hati.

Malam ke dua belas sejak pencarian terhadap para korban pesawat jatuh.  Hari ini aku berada di base camp posko pencarian stasiun empat, lokasi yang paling dekat dengan kampung setempat.  Papaku yang tercatat dalam manifes 37 penumpang lain, belum juga ditemukan.  Di atas sana, para petugas dan tentara banyak yang tidak turun dan memilih tertidur diantara reruntuhan pesawat dan keping-keping jenazah.  Entahlah apa yang mereka jumpai, terkadang dini hari pun banyak sekali kantong-kantong mayat diturunkan dan langsung dibawa ke Rumah Sakit. 

     Gunung Salak, Mei 2012.

Tanpa ada kejadian apapun gunung ini sudah begitu seram, apalagi di atas sana terhampar tragedi yang menewaskan seluruh penumpang pesawat.  Aku sebenarnya sudah pasrah jika Papa yang merupakan salah satu peserta demonstrasi pesawat Sukhoi Superjet 100 yang baru itu hilang di hutan dan tidak dapat ditemukan.  Siapa yang bisa menebak keganasan alam liar dan cuaca yang berubah-ubah di atas sana?  Banyak tim pencari yang tersesat hingga berhari-hari atau pulang ke Posko dalam keadaan linglung tak bisa bicara.

Aku segera terbang dengan pesawat pertama pagi itu,  dari Polandia karena tangisan Mamaku yang tak sanggup menyampaikan kejatuhan Papa beserta teman-temannya dalam uji coba penerbangan itu.  Semula kami berharap ada keajaiban, namun melihat luasnya area debris dan kondisi para penumpang lain yang telah ditemukan dengan rerata tubuh yang tidak utuh lagi, kami hanya bisa pasrah.  Sampai hari ini, meski Papa serasa masih ada di dekat kami dan Mama masih saja bersikeras Papa pasti selamat, aku hanya bisa menghela nafas berat.

"Papamu masih hidup, Step.  Mama yakin,"isak ibuku.

"Dia hanya sedang tersesat, berjalan dan menyalakan api unggun di suatu tempat di gunung itu sambil mencari warung dan makan semur jengkol."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun