Mohon tunggu...
ongky soekarto
ongky soekarto Mohon Tunggu... -

ich bin, was du an mich denkst

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik dan Partisipasinya

6 Juni 2012   13:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:20 1109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

14 tahun reformasi telah berjalan, namun harapan dan impian Putri-Putra Pertiwi juga belum menemui jalannya. Semakin hari, reformasi tak ubahnya hanya sebagai kata pengobar tanpa taring. Harapan perubahan garis politik dari Otoriter kearah Demokrasi telah terwujudkan, namun impian segenap masyarakat belum juga bisa terwujud. Demokrasi tak sesuai janji, yakni menjadikan Negeri yang lebih manusiawi, bukan Negeri sarang korupsi. Apa yang salah?

Meningkatnya korupsi menjadikan sebagisan besar masyarakat tak percaya terhadap pemerintah yang dianggap tak mampu menyeleseikan permasalahan yang melukai segenap masyarakat Indonesia ini, Korupsi. Pemerintah yang dimaksud, tentu dipilih melalui proses politik, yakni Pemilihan Umum (Pemilu). Hal ini diperparah oleh semakin banyaknya kader partai politik yang tersangkut skandal yang paling dibenci masyarakat ini. Hal ini dapat kita lihat dengan semakin banyak anggota DPR yang terjerat korupsi. Partai politik yang seharusnya menjadi tonggak depan pemberantasan, karena merupakan perwakilan suara rakyat (yang jelas-jelas benci korupsi) dalam pemerintahan, justru kadernya banyak yang tersangkut kasus korupsi. Munculnya partai baru juga bukan jawaban atas pemberantasan korupsi ini, mengingat banyaknya orang-orang lama yang berada ditonggak kepemimpinan partai-partai baru.

Semakin banyaknya kader partai politik yang tersangkut kasus korupsi membuat kata politik menjadi kata kotor. Ketika ada kata politik, yang muncul di kepala kita sala satunya adalah korupsi/koruptor. Politik-Korupsi seoalah menjadi dua kata yang tak bisa dipisahkan di negeri ini, sehingga masyarakat mulai anti dengan politik dan enggan membicarakanya. Apa memang politik itu kotor?

Politik ialah usaha-usaha yang ditempuh warga Negara untuk membicarakan dan mewujudkan kepentingan bersama (Surbakti, 1992, pp. 1-2). Melihat definisi seperti itu, seharusnya impian bersama sebagai sebuah bangsa dapat terwujud apabila politik dijalankan secara sungguh-sungguh. Ketika elit politik telah tak mampu mewakili kepentingan bersama/bangsa, apa kita hanya bisa tinggal diam? Disinilah peran kita sebagai warga Negara sangat dibutuhkan. Turut melakukan usaha demi mewujudkan impian bersama dengan berpartisipasi dalam politik.

Partisipasi politik dibagi dalam dua hal, yaitu partisipasi aktif dan pasif. Yang termasuk dalam kategori partisipasi aktif ialah mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternative kebijakan umum yang berlainan dengan kebijakan yang dibuat pemerintah, mengajukan kritik dan perbaikan untuk meluruskan kebijakan, membayar pajak dan memilih pemimpin pemerintahan. Sebaliknya, kegiatan yang termasuk dalam kategori partisipasi pasif berupa kegiatan yang mentaati pemerintah, menerima, dan melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah. Selain kedua kategori tersebut, juga terdapat masyarakat yang tidak termasuk kedua golongan tersebut dan biasa kita sebut golongan putih (golput) atau apatis. Mereka mengnggap masyarakat dan system politik yang ada telah menyimpang dari apa yang dicita-citakan bersama (Ramlan Surbakti, 1992).

Disinila perlunya kesadaran politik ditingkatkan dengan turut serta dalam Partisipasi politik. Mengingat banyak keputusan strategis diambil dari mekanisme politik ini, seperti kebijakan Menteri atau Presiden tentang Pendidikan, Kesehatan, Refornasi birokrasi, Kesejateraan dan lain-lain. Partisipasi politik tak serta merta harus ikut parpol atau sejenisnya. Demokrasi membuka ruang untuk warga Negara agar turut aktif berperan demi tercapainya kepentingan bersama/Bangsa dengan berbagai jalan. Ketika berbagai jalan telah terbuka, apa kita masih tetap diam? Dan ketika kita diam, sama halnya lepas tangan teradap tanggung jawab sebagai warga Negara demi tercapainya impian Reformasi.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun