Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kebaya Nenek

1 Mei 2021   10:54 Diperbarui: 1 Mei 2021   10:55 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://i.pinimg.com/

Yanti merengek pada ibunya, minggu depan ada peringatan hari Kartini di sekolah. Seperti kebiasaan peringatan hari Kartini sebelumnya, untuk siswi sekolah diwajibkan mengenakan pakaian seperti Kartini. Mengenakan kebaya lengkap dengan jarik dan riasan bersanggul. Yanti ingin ibunya segera menyewa pakaian Kartini, kebetulan di kampung itu ada salon kecantikan sekaligus persewaan pakaian adat. Yanti khawatir jika tidak segera pesan untuk sewa pakaian akan kedahuluan orang lain. Sebab waktu-waktu seperti ini pastinya banyak yang menyewa pakaian tersebut. "Tunggu bapakmu pulang dulu, ibu belum ada uang untuk sewa pakaian Kartini" saran ibu kepada Yanti.

Biasanya bapak pulang pada Jum'at sore. Lalu balik lagi perjalanan ke Jakarta sebagai sopir bus pada Senin pagi. Pikir Yanti saat itu ada masih ada waktu untuk sewa pakaian pada hari Sabtu pagi atau Minggu pagi. Sementara peringatan hari Kartini jatuh pada hari Rabu. Tapi, hingga Jum'at malam Sabtu bapak belum juga pulang. Yanti masih bersabar, mungkin bapak pulang esok hari, hari Sabtu. Saat Yanti hendak tidur, terdengar isak tangis ibu dari ruang tengah. Sayup-sayup terdengar suara ibu yang terbata-bata menerima kabar dari ujung telepon bahwa bapak mengalami kecelakaan di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Saat ini sedang dirawat di rumah sakit Ngawi.

Hari Rabu tiba juga. Ibu masih di Ngawi menemani bapak yang dirawat di rumah sakit. Yanti disarankan ibunya untuk mengenakan pakaian kebaya warisan almarhumah nenek. Pakaian kebaya itu tersimpan dalam peti  ukuran sedang di sudut kamar ibu. Saat Yanti membuka peti itu nampaklah pakaian kebaya almarhumah nenek lengkap dengan bau kapur barus yang menguar. Secarik kertas terlipat diatas pakaian kebaya itu. "Maafkan ibu tak bisa menyewa pakaian Kartini, pakai saja kebaya nenek ini. Kebaya ini satu-satunya saksi saat kakek berangkat perang dan saksi saat kakek dimakamkan. Do'akan bapak bisa pulang hari Rabu ini." Yanti tersedu usai membaca pesan ibu yang rupanya telah disiapkan sebelum berangkat ke Ngawi. Jiwa Yanti berbesar hati, ingin menjadi pahlawan seperti kedua orang tuanya serta leluhurnya, dengan pengorbanan yang tulus ikhlas.


SINGOSARI, 1 Mei 2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun