Mohon tunggu...
Omri L Toruan
Omri L Toruan Mohon Tunggu... Tak Bisa ke Lain Hati

@omri_toruan|berpihak kepada kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Nomor Urut 2, Konfirmasi Dua Periode Ahok?

26 Oktober 2016   12:08 Diperbarui: 26 Oktober 2016   12:57 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: facebook basuki Tjahaja Purnama

JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (25/10/2016), seakan memberitahu kita bahwa kepemimpinan Ahok di DKI akan berlangsung 2 (dua) periode. Dalam pengundian  nomor urut Paslon yang berlangsung dengan meriah tersebut, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat memperoleh nomor urut dua, serupa dengan nomor urut Presiden Jokowi di saat Pilpres 2014.

Pendukung Ahok pun spontan menyanyikan "Salam Dua Jari, Jangan Lupa Pilih Basuki," yang mengingatkan kita dengan kemenangan Jokowi di Pilpres, yang mengungguli pasangan nomor urut satu.

Tentu, saya sangat paham bahwa anda akan menyebut hal tersebut sama sekali tidak ada hubungannya. Kemenangan Jokowi dengan nomor urut 2 adalah dua hal yang berbeda dengan nomor urut serupa untuk Ahok-Djarot. Ditambah lagi dengan postur Pilkada kali ini yang menampilkan tiga kontestan, bukan dua seperti Pilpres kemarin.

Benar, kedua hal tersebut berbeda, namun di sini akan saya uraikan sedikit rahasia yang membuat hal tersebut menjadi relevan dan bisa menjadi suatu pertanda untuk bisa dipahami. Ada baiknya kita pertanyakan dahulu substansi dari nomor dua untuk Ahok-Djarot, dan mengapa Gubernur DKI harus nomor 2?

Sama seperti Pilpres 2014, persatuan dan kesatuan adalah nomor satu, Presiden itu nomor dua. Demikian juga halnya dengan Pilkada DKI kali ini, persatuan dan kesatuan  harus tetap menjadi nomor satu, gubernur itu nomor dua. Untuk Jakarta sebagai Ibukota NKRI, siapa pun gubernurnya, itu nomor 2. Nomor satu haruslah keaman, ketertiban, kemajuan, kesejahteraan Jakarta.

Nah, sekarang kita sudah memperoleh sedikit gambaran kenapa Gubernur DKI harus nomor 2. Selanjutnya akan kita bahas seperti apa sebenarnya situasi dan kekuatan yang ada saat ini.

Walaupun ada tiga pasangan calon yang maju, namun  itu hanya kamuflase. Sebenarnya pertarungan real hanya dua kekuatan, yakni kekuatan yang mendukung Ahok dan yang menolak Ahok. Kekuatan lainnya yang masuk kategori abu-abu, pada akhirnya akan bergeser ke pada ke dua kekuatan real yang ada.

Adapun Pasangan Agus-Sylvyana dan Anies-Sandiaga, semangat atau roh kedua paslon ini sebenarnya satu, bagaimana untuk bisa menumbangkan Ahok Sang Petahana.

Tentu, ada pergeseran pendukung ketika kedua pasangan ini akhirnya jadi diusung. Bisa saja beberapa orang sedang mencoba peruntungan, bisa juga bergeser oleh ikatan personal dan emosional. Namun, tentulah semangat utama pengusungan keduanya serupa, yakni "menyingkirkan Ahok."

Secara kasat mata, faktor kepentingan ekonomi lebih kuat pada paslon nomor tiga. Adapun  paslon nomor urut satu, lebih kepada ambisi politik kekuasaan, termasuk di dalamnya kekuasaan dengan sentimen keagamaan.

Tentu, di paslon nomor urut tiga hal tersebut juga ada, namun tidak sekuat dorongan kepentingan ekonomi yang sangat dominan. Inilah  yang menjadi dasar utama koalisi pengusung Paslon nomor urut tiga, bagaimana supaya bisa mengendalikan ekonomi DKI, yang diharapkan juga akan merembet ke daerah lain dan bila memungkinkan secara nasional.

Lalu, bagaimana kondisi pertarungan yang akan terjadi?

Tanpa meremehkan Paslon Anies-Sandiaga, kekuatan real mereka sebenarnya hanya massa PKS. Dan itu juga sudah tidak sesolid sebelumnya, karena hampir tidak ada lagi isu sentral selama beberapa waktu belakangan ini yang bisa menyatukan massa PKS. Demikian juga dengan aksi massa yang dulu rajin mereka adakan, belakangan ini terlihat Massa PKS sepi aksi, namun ramai ilusi.

Di samping itu, tidak ada terlihat prestasi atau kelebihan mencolok PKS sebagai partai politik maupun personilnya, baik di DKI maupun nasional, yang bisa menjadikannya layak jual di Pilkada DKI.

Adapun Massa Gerindra, bisa dipastikan sudah hengkang sejak lama, usai Gerindra ditinggal Ahok. Jika pun masih ada,  itu hanyalah loyalis dan pengurus yang jumlahnya sangat tidak signifikan untuk bisa diandalkan suaranya.Tentu, sangat mungkin bila ada tambahan kekuatan massa bayaran, namun pasti jumlahnya juga sangat terbatas.

Fans Yusril, yang tadinya sangat banyak berharap dengan sosok Yusril untuk bisa menumbangkan ahok, juga mayoritasnya berpindah ke pihak Agus-Sylvi. Sosok Anies sangat tidak representatif untuk bisa menjadi simbol perlawanan terhadap Ahok. Beda dengan sosok Yusril, dengan senyumannya yang khas ketika menyindir Ahok mampu meningkatkan adrenalin mereka yang anti Ahok.

Anies memang sengaja ditarik oleh partai pengusungnya untuk menjadi sosok alternatif, yang mereka harapakan bisa menarik dukungan dari pendukung Pak Jokowi, sekaligus juga mengakomodir massa  anti Ahok. Namun, terlihat strategi ini tidak berhasil. Massa Pak Jokowi tidak begitu signifikan yang mau berpaling ke kubu Anies, demikian juga dengan massa anti-Ahok, mayoritasnya justru berpaling ke Agus-Sylvi.

Dengan demikian perhelatan Pilkada kali ini secara realnya adalah antara nomor urut satu dengan dua. Nomor tiga hanyalah sekedar pelengkap guna meramaikan suasana. Dan ini juga akan segera terlihat dalam survei-survei yang akan bermunculan, yang dilakukan tanpa manipulasi tentunya.

Lalu bagaimanakah hasil akhirnya?

Pilkada DKI harus sukses dan itu nomor satu, siapa gubernurnya itu nomor dua. Kira-kira demikianlah kesimpulannya. Hal ini berarti bahwa Pilkada akan berlangsung dengan damai tanpa keributan.

Bila kekuatan pendukung Ahok mampu memanfaatkan isu kinerja Ahok dan kesinambungan pembangunan, maka bisa dipastikan Ahok-Djarot akan menang dalam satu putaran. Tentu paslon lain akan berusaha menarik isu primordialisme menjadi isu utama Pilkada. Namun, sepertinya perlahan-lahan isu itu akan memudar dan tidak lagi diminati.

Masyarakat tentu tidak bisa tahan berlama-lama dengan aura kebencian dan ketidaksukaan terhadap sosok Ahok. Sampai level tertentu, hal tersebut akan berubah dan berbalik menjadi simpati ketika isu dimaksud dieksploitasi sedemikian rupa hingga melewati ambang batas yang masih bisa ditoleransi.

Rasionalitas warga akan kembali muncul dan menguat menjelang pencoblosan, akibat terlalu lelah dicekoki dengan isu sektarian yang juga menjurus fitnah yang sebenarnya sangat tidak berdasar. Sementara di sisi lain, banyak hal baik yang nyata-nyata ada di depan mata dan sangat dirasakan di masa kepemimpinan Ahok.

Atas dasar hal di atas, warga akan kembali rasional dalam menentukan pilihan, sehingga yang sebelumnya sempat terprovokasi dan ikut-ikutan terpengaruh  mendukung Paslon nomor urut satu, pada akhirnya akan berpaling dan memilih Ahok.

Nomor urut dua ini juga secara psikologis sangat menguntungkan bagi Ahok-Djarot, sebagaimana dengan hal serupa yang juga terjadi kepada pasangan Jokowi-JK di Pilpres lalu.

Selain tanda kemenangan, eksplorasi ekspresi kalimat dan gestur dengan "nomor dua"akan begitu mudah dibuat. Santai, relaks, menggembirakan, dan menghibur. Beda dengan nomor urut satu yang memberatkan, kaku dan juga menjadi beban tersendiri. Dengan demikian, tidak berlebihan bila nomor urut 2 akan menjadi nomor keberuntungan bagi pasangan Ahok-Djarot.

Namun apapun itu, warga DKI hendaknya menyadari betapa pentingnya Pilkada kali ini untuk menentukan kepemimpinan di DKI secara demokratis dan berkeadilan. Oleh karena itu, seperti himbauan KPUD, semua warga DKI harus ikut mensukseskannya. Semua warga yang berhak dan memenuhi syarat harus ikut mensukseskan Pilkada, itu nomor satu. Siapa gubernurnya nanti, itu nomor dua.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun